TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Muhasabah Dan Mensyukuri Nikmat Hidayah

Oleh: Dr. Mu’min Roup, MA
Minggu, 05 Mei 2024 | 10:15 WIB
Ilustarsi
Ilustarsi

SERPONG - Seorang pemikir dan ulama besar Ibnu Qayyim, membagi kenikmatan hidup dalam dua kategori. Pertama nikmat mutlak (mutlaqoh) yang mengantarkan manusia kepada kenikmatan yang permanen dan abadi. Kedua, nikmat semu dan nisbi (muqayyadah), suatu kebanggaan, prestise, atau kesenangan hidup yang bersifat sekejap dan sementara.

Kenikmatan yang sejati tak lain adalah nikmat ilmu (hidayah), hingga kita dapat mengenal Islam dan Sunah Rasul, kemudian berusaha untuk mengamalkannya. Dengan ilmu yang baik, kita dapat membedakan antara tauhid dan syirik, antara sunnah dan bid’ah, bahkan antara ketaatan kepada perintah Allah ataukah kesesatan dan kemaksiatan yang dmurkai oleh-Nya.

Nikmat hidayah ini hanya diberikan khusus kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya. Yaitu hamba-hamba yang dapat mensyukuri indahnya kehidupan ini, bukan hamba yang menganggap kehidupan ini sebagai peralihan satu episode ke episode lain yang membawa kecelakaan dan absurditas belaka. Allah telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat yang telah Dia berikan kepada manusia (Yunus: 58). Allah juga menandaskan bahwa karunia ilmu dan agama (hidayah) jauh lebih baik lebih baik ketimbang sebanyak apapun perhiasan dan harta kekayaan yang diperoleh dan diperjuangkan manusia.

Selain nikmat hidayah, Allah juga telah mengaruniakan kita semua nikmat akal, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran, nikmat percakapan, serta anggota dan organ tubuh lainnya. Allah juga telah memberikan nikmat, bahwa kita diciptakan dengan sebaik-baik makhluk dari semua makhluk ciptaan-Nya (at-Tin: 4). Dengan akal pikiran, kita berkewajiban mengikuti jalan kebenaran, bermuamalat atau bertindak atas petunjuk ilmu dan hidayah Allah. Sehingga dengan demikian, Allah akan membukakan seluas-luasnya pintu barakah kepada kita dari langit dan bumi (al-A’raf: 96).

Nikmat ilmu yang dikaruniakan Allah tercermin juga pada turunnya wahyu pertama yang memerintahkan Nabi agar membaca (iqra). Pengertian “membaca” ini mengandung arti mencermati dan menganalisis, sehingga Islam memiliki nilai universal yang tidak semata-mata tentang cara beribadah dengan Tuhan, namun juga beribadah dan bermuamalat dengan makhluk-makhluk Tuhan.

Mengenal Tuhan

Semua yang berada di dunia ini hakikatnya berasal dari Allah, mulai dari makhluk hidup, benda-benda, alam semesta dan seisinya. Dengan meningkatkan pengetahuan, kita mengenai Allah berikut sifat-sifat-Nya, sehingga dengan keluasan ilmu, kita bisa mempunyai hubungan yang lebih erat dengan Allah.

Dengan keluasan ilmu, kita akan mudah menerima situasi apapun, selalu merasa bersyukur dan dapat lebih menikmati hidup. Dengan cara mengingat Allah melalui zikir, kesusahan dan masalah yang kita hadapi dapat dipermudah, dan kita mampu melihat apapun dari sudut pandang yang berbeda.

Dengan ilmu pula, kita akan mudah membedakan mana yang baik dan yang buruk, yang semuanya akan mengandung efek dan dampak atas apa yang kita perbuat kemarin maupun hari ini. Tindakan yang disukai Allah tentu akan berefek baik di masa depan, sementara tindakan yang dimurkai oleh-Nya tentu akan berdampak buruk.

Keburukan atau kesedihan yang kita rasakan seringkali disebabkan tindakan buruk di masa lalu yang menghantui diri kita saat ini. Islam menawarkan konsep taubat agar kita jangan terlampau merasa terbebani oleh masa lalu, hingga merasa berat untuk melangkah ke masa depan.

Dengan luasnya ampunan dan maghfirah Allah, senantiasa kita berdoa dan bertaubat atas kekhilafan yang pernah kita lakukan, lalu berupaya untuk memperbaiki diri mulai saat ini, demi kebaikan hidup kita di masa yang akan datang.

Nikmat ilmu

Kebahagiaan manusia yang hakiki adalah kebahagiaan jiwa, kebahagiaan ruh dan hati. Kebahagiaan itu tercermin ke dalam kebahagiaan ilmu yang bermanfaat. Itulah kebahagiaan abadi yang akan menemani seorang hamba dalam seluruh perjalanan hidupnya di tiga negeri, yaitu negeri dunia, negeri kubur (barzakh), hingga negeri akhirat.

Kenikmatan yang hakiki tidaklah mungkin kita raih kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Hanya dengan ilmu yang baik kita bisa mengenal Islam yang benar, kemudian bergembira dalam mengamalkan ajarannya. Ketika Allah memberikan hidayah kepada kita untuk bersemangat dan konsisten dalam menuntut ilmu, menghadiri majlis ta’lim, membaca buku atau situs-situs yang menebarkan kebaikan, hal tersebut merupakan tanda

bahwa Allah benar-benar menghendaki kebaikan untuk kita. Terkait dengan ini, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agamanya.”

Lalu, bagaimana dengan nikmat harta atau kekuasaan? Ternyata hal tersebut bukanlah tanda bahwa Allah mencintai hamba-Nya. Karena, nikmat harta maupun kekuasaan, Allah juga berikan kepada mereka yang ingkar dan durhaka kepada-Nya. Demikian pula dengan nikmat sehat, ketenaran, anak-anak maupun istri yang cantik, semuanya itu hanyalah kenikmatan semu dan nisbi, jika manusia tidak sanggup mensyukurinya.

Kadangkala manusia merasa dirinya disayang oleh Allah manakala ia mendapat kemuliaan dengan jabatan dan kedudukan tinggi. Tapi sebaliknya, ia merasa dijauhi oleh Allah manakala dibatasi keuangan maupun rizkinya. Padahal dalam surah al-Fajr: 15-17, Allah menegaskan, “Sama sekali bukan begitu!” Karena pada hakikatnya, semua yang bersifat duniawi itu hanyalah ujian dan cobaan dari Allah, mampukah manusia bersabar di saat menghadapi kesempitan, dan sanggupkah ia bersyukur di saat memperoleh kelapangan.

Untuk itu, selayaknya kita bercermin diri dan bermuhasabah, bahwa dalam gelimang kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah dan rasul-Nya, kita masih diberikan nikmat sehat bahkan dicukupkan rizki dan kesehatan anak-anak kita di rumah. Kita sesantiasa ber-introspeksi diri, jangan-jangan semua kenikmatan itu merupakan istidraj yang Allah berikan kepada kita semua, sampai kemudian kita semakin terlena dan menyimpang dari jalan-Nya. Oleh karena itu, hendaknya kita memohon agar dilimpahkan nikmat ilmu (hidayah) serta kekuatan untuk mengamalkannya, sehingga perjalanan hidup kita ke depan senantiasa dalam bimbingan, inayah,  dan keselamatan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Komentar:
Berita Lainnya
Foto : Ist
Menggenjot Pertumbuhan
Sabtu, 18 Mei 2024
Dahlan Iskan
Lia Simple
Jumat, 17 Mei 2024
Dahlan Iskan
Lia James
Kamis, 16 Mei 2024
Dahlan Iskan
Lia Camino
Rabu, 15 Mei 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo