TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kelas BPJS Kesehatan Tidak Dihapus, Kualitas Dinaikkan

Oleh: Farhan
Rabu, 15 Mei 2024 | 08:47 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan, tidak ada penghapusan kelas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun, standarnya disederhanakan dan kualitasnya dinaikkan.
“Itu ada kelas 3 kan. Sekarang semua naik ke kelas 2 dan kelas 1,” ujar Budi, usai meninjau RSUD Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5/2024).
Budi menerangkan, dengan skema itu masyarakat akan lebih mudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
“Sekarang lebih sederhana dan layanan masyarakat lebih bagus,” tutur eks Direktur Utama (Dirut) Bank Mandiri itu.

Untuk diketahui, peleburan kelas 1,2 dan 3 peserta JKN dari BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang terbit per 8 Mei 2024.

Budi menyatakan tengah menyiapkan Peraturan Menkes untuk mengatur secara teknis penerapan KRIS ini.
“Nanti Permenkesnya dikeluarkan setelah Bapak Presiden menandatangani,” ungkap Budi.
Sementara, Presiden Jokowi menyatakan masih menunggu draf Permenkes dari Kementerian Kesehatan.

Jokowi memastikan akan langsung meneken Permenkes, sehingga aturan baru soal KRIS dapat segera diterapkan.
“Masuk ke saya saja belum sudah ditanyakan. Kalau sudah masuk langsung akan ditandatangani,” tegas Jokowi.

Terpisah, Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes Ngabila Salama mengatakan, penyederhanaan ini dilakukan untuk memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat, sesuai sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“KRIS dan satu tarif BPJS ini akan memberi rasa keadilan,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, Selasa (14/5/2024).

Dia bilang, tidak hanya diseragamkan untuk kasus rawat jalan seperti yang selama ini berjalan sejak 2014. Nanti setelah diterapkan, akan diseragamkan juga untuk rawat inap dan tindakan, seperti pembedahan atau operasi.

Terkait besaran iuran, Ngabila menyatakan, baik Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI akan segera ditetapkan.
Sumbernya bisa dari Pemerintah Pusat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Pemerintah Daerah melalui APBD.
“Dengan begitu Universal Health Coverage (UHC) 100 persen bagi seluruh rakyat Indonesia semoga segera tercapai,” harapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, implementasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024 ini merupakan penyeragaman kelas rawat inap dengan 12 kriteria. Hal tersebut sekaligus menguatkan sumpah dokter dalam menjalankan tugasnya.

“Perawatan ada kelas rawat inap standar dengan 12 kriteria untuk Peserta BPJS, maka sebagaimana sumpah dokter tidak boleh dibedakan pemberian pelayan medis atas dasar suku, agama atau status sosial atau beda iurannya,” ujarnya.
Dia menuturkan, dalam rincian aturan baru tersebut disebutkan bahwa peserta JKN diperbolehkan untuk meningkatkan layanan perawatan selama dalam situasi nonmedis.

Adapun Pasal 51 Ayat 1 dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 disebutkan bahwa peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya. Termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.
Kemudian dalam Pasal 51 Ayat 2 disebutkan bahwa selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan pelayanan dapat dibayar oleh peserta yang bersangkutan, pemberi kerja, dan asuransi kesehatan tambahan.

“Jika peserta ingin dirawat yang kelasnya meningkat, diperbolehkan,” tuturnya.

Terkait besaran iuran, Ghufron belum dapat merinci. Hal itu Masih akan didiskusikan terlebih dahulu dengan sejumlah pihak, antara lain Kemenkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional dan BPJS.
“Besaran ditentukan setelah pihak-pihak terkait seperti Kemenkes, DJSN, dan BPJS melakukan evaluasi, berdiskusi serta menyepakati,” tandasnya. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo