Sistem Pemilu Terbuka Atau Tertutup, Komposisi Hakim Bisa 6:3 Atau 5:4
JAKARTA - Sebentar lagi, 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) segera ketuk palu terhadap gugatan uji materiil sistem pemilu. Banyak yang memprediksi, suara hakim dalam memutuskan gugatan itu tidak bulat, alias terbagi dua. Komposisi hakim, bisa 6:3 atau 5:4 dengan peluang sistem pemilu tertutup yang menang.
Saat ini, proses uji meteriil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah sampai pada tahap pengambilan keputusan. Para hakim MK akan bermusyawarah dalam beberapa hari ke depan untuk memutuskan, apakah gugatan dikabulkan atau ditolak. Bila dikabulkan, maka Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional tertutup. Atau ada opsi lain, yakni menggunakan sistem pemilu campuran.
Meskipun kesimpulan itu belum dibuat, tapi di luar MK sudah muncul opini bermacam-macam. Ada yang mencurigai kalau putusan akhirnya, MK akan menghapus sistem pemilu terbuka dan menggantinya dengan sistem tertutup.
Kecurigaan itu disampaikan ahli hukum tata negara, Denny Indrayana lewat akun Twitternya. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini mengaku, mendapatkan informasi dari sumber terpercaya, bahwa mayoritas majelis hakim MK bakal mengabulkan gugatan tersebut.
Dengan demikian, maka pemilihan legislatif yang akan diselenggarakan Rabu, 14 Februari 2024 mendatang, masyarakat hanya berhak mencoblos logo partai politik di dalam surat suara. Tidak akan ada lagi sosok calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
“Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Lebih lanjut, saat berbincang di stasiun televisi swasta, Denny menyatakan bahwa UUD 1945 menyerahkan mekanisme pemilihan umum kepada pembuat produk UU, yakni Presiden dan DPR. Hal itu disebutnya sebagai konsep open legal policy, sehingga menurut pandangannya, MK tidak boleh menyentuh ranah tersebut karena perannya sebagai lembaga yudikatif.
“Saya berpandangan sebaiknya sistem pemilu tidak diubah. Kalau pun perlu diperbaiki, maka itu harus dilakukan lembaga legislatif,” ujarnya.
Kecurigaan yang sama juga datang di kalangan politisi. Sekjen PAN Eddy Soeparno mengaku, sudah mendapat kabar, bahwa MK bakal merubah sistem Pemilu menggunakan mekanisme proporsional tertutup atau coblos partai. Namun, masa berlakunya bukan pada Pemilu 2024.
“Saya dapat infonya bahwa itu akan tertutup, tetapi berlakunya itu 2029,” ujarnya, Minggu (28/5).
Apabila benar putusan tersebut sesuai kabar yang diperolehnya, Eddy menyebut 8 parpol yang selama ini menolak akan langsung melakukan pertemuan. Kata dia, pertemuan itu untuk membahas strategi pemenangan pemilu.
Sebab, sistem tertutup bakal merugikan partai politik pada Pemilu 2024. Sebab mayoritas mengandalkan kekuatan calon legislatif, bukan kekuatan partai itu sendiri. “Jadi karena identitas partai yang lemah, banyak yang mengandalkan kekuatan caleg,” nilainya.
Sementara itu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut menyuarakan pendapatnya. Menurutnya, pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan kegaduhan politik.
Ia pun mempertanyakan kegentingan sistem pemilu yang harus diganti kembali menjadi tertutup. Karena saat ini, KPU, sudah banyak menerima pendaftaran calon anggota dewan.
Pendiri Partai Demokrat ini berpandangan, lebih baik perubahan sistem pemilu dibahas setelah pesta demokrasi selesai agar tidak mengganggu tahapan Pemilu 2024. Nantinya, Presiden dan DPR dapat duduk bersama untuk memutuskan.
“Untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik dan dengarkan pula suara rakyat,” ujar SBY.
Benarkah isu tersebut? Juru bicara MK Fajar Laksono enggan merespons panjang lebar terkait isu tersebut. Sebab saat ini proses sidangnya belum selesai. Ia meminta semua pihak menunggu putusannya.
Namun demikian, dia belum membeberkan kapan putusan tersebut akan dibacakan. "Soal kapan? Belum tahu, pada saatnya pasti diagendakan," ungkap Fajar.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengaku heran Denny bisa dapat info A1 soal putusan hakim MK. Padahal harusnya, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan.
"Terlepas dari apapun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan," kata Mahfud dalam cuitan di akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd
Mahfud menilai informasi dari Denny Indrayana bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Menurutnya, kepolisian harus turun tangan menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut.
"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," ucap Mahfud.
Untuk diketahui, MK telah selesai menggelar sidang pemeriksaan pada Selasa (23/5) siang. Sidang itu terkait judicial review UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai sistem proporsional tertutup. Maka acara selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak termasuk pihak terkait, paling lambat dilakukan pada 31 Mei 2023 jam 11.00 WIB.
Gugatan ke MK perihal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup, diajukan pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya pada November 2022 lalu.
Gugatan itu ihwal sejumlah pasal dalam Undang-Undang atau UU Pemilu. Antara lain tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2.
Demas menilai sistem proporsional terbuka lebih banyak jeleknya. Dia mencontohkan calon legislator satu partai bakal saling sikut demi mendapatkan suara terbanyak. Selain itu, besar kemungkinan peluang terjadinya politik uang. Dia menyebut, kader berpengalaman acap kali kalah oleh kader dengan popularitas dan modal besar.
Delapan fraksi di DPR diketahui menolak usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Mereka sempat mengadakan pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu, 8 Januari lalu.
Mereka adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Kesejahteraan (PKS), Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), serta Partai Gerindra yang absen namun menyatakan sikap.
Lifestyle | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu