Bersimpati Ke Israel, Tak Peduli Ke Palestina
Muslim AS Ogah Coblos Biden Lagi
AMERIKA SERIKAT - Terus bersimpati ke Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden terancam kehilangan suara pemilih di Pemilu mendatang.
Tak cuma Biden, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, juga dikritik tajam oleh rakyat mereka, karena terus bersimpati pada Negeri Zionis itu.
Apalagi, militer Israel masih menggempur wilayah Palestina tanpa henti. Sejak 7 Oktober lalu, serangan Israel menelan korban jiwa lebih dari 8.000 orang tidak berdosa. Sementara serangan Hamas terhadap Israel menewaskan 1.400 orang.
Kritikan tajam secara langsung diterima PM Trudeau saat mengunjungi sebuah Masjid Organisasi Muslim Internasional (IMO) di Etobicoke, Ontario, pada 20 Oktober kemarin.
“Anda sungguh memalukan. Berapa banyak lagi anak-anak Palestina yang perlu dibantai?” tanya seorang perempuan, setengah berteriak di tengah kerumunan di luar masjid.
“Berapa banyak lagi sebelum Anda menyerukan gencatan senjata?” sambungnya.
Tidak mau ketinggalan, warga lain juga ikut nimbrung dan berseloroh bahwa Trudeau tidak memiliki rasa malu karena mendukung Israel.
“Memalukan. Kenapa Anda tidak mengutuk Israel?” celetuk seorang pria. Celetukan pedas ini hanya ditanggapi Trudeau dengan senyum tipis.
Dukung Palestina
Dari postingan video CBS, Minggu (29/10/2023), Trudeau terlihat tidak diterima dengan hangat oleh komunitas Muslim di IMO. Menurut keterangan yang didapat dari Pemerintah Kanada, negara itu mengaku secara aktif mengadvokasi jeda kemanusiaan dan memberi bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Sebagai Pemerintah, terang Menteri Pembangunan Internasional Kanada Ahmed Hussen, Pemerintahan tahu, masih banyak yang harus dilakukan untuk mendukung warga sipil Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
“Karena itu, Pemerintah bekerja sama dengan warga Kanada dalam mendukung mitra di lapangan, yang memberikan bantuan mendesak dan menyelamatkan nyawa mereka yang paling terkena dampak krisis kemanusiaan ini,” paparnya.
Tidak jauh berbeda, PM Sunak mendapatkan tekanan dari ratusan ribu pengunjuk rasa berunjuk rasa di London, pekan lalu. Mereka meminta Sunak agar mendesak diadakannya gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Sayangnya, Inggris hanya menganjurkan jeda kemanusiaan, agar bantuan dapat menjangkau orang-orang di Gaza.
Sementara meski pemerintahan Presiden Macron melarang protes pro-Palestina di Paris, unjuk rasa kecil tetap berlangsung, Sabtu (28/10/2023). Beberapa ratus orang juga melakukan unjuk rasa di kota selatan Marseille.
Sedangkan Kanselir Jerman, yang telah memberikan dukungan kepada Israel, berjanji melarang semua aktivitas Hamas di negara tersebut dan menargetkan orang-orang yang dicurigai sebagai simpatisan Hamas. Protes pro-Palestina, bendera Palestina, pidato pro-Palestina, dan hiasan kepala keffiyeh Palestina telah dilarang, dan sekolah-sekolah di Berlin telah diberi izin resmi untuk mengeluarkan larangan.
Meski begitu, ribuan orang tetap turun ke jalan di seluruh Jerman, dari Berlin hingga Frankfurt dan Cologne. Pergerakan ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina akhir pekan lalu, dan akan ada lebih banyak protes yang direncanakan.
Jumlah Suara Biden
Selain itu, tekanan terhadap Pemerintah Jerman semakin meningkat untuk mengakhiri tindakan keras yang saat ini dilakukan Israel. Sepekan terakhir, 100 seniman, penulis, dan ilmuwan Yahudi yang tinggal di Jerman bahkan menandatangani surat terbuka, yang menyerukan perdamaian dan kebebasan berekspresi.
Sedangkan di AS, yang merupakan negara sekutu dekat Israel, Presiden Biden pun mendapatkan desakan kuat untuk menuntut gencatan senjata dalam meningkatnya perang antara Israel dan Hamas. Presiden gaek AS ini terancam kehilangan dukungan pemilih dari komunitas Arab dan Muslim di Negeri Paman Sam jika tidak bertindak.
Warga Arab dan Muslim Amerika, yang secara tradisional mendukung Partai Demokrat, sekarang mengungkapkan kekecewaannya. Mereka tidak lagi mendukung Presiden Biden dalam pemilihan Presiden 2024.
Washington Post pada Minggu (29/10/2023) memberitakan, komunitas Arab menyampaikan puncak kekecewaannya mereka, karena Biden meragukan angka kematian warga Palestina yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Gaza. Presiden Biden dituding menggambarkan semua orang Palestina sebagai pembohong.
Beberapa pemimpin Muslim yang bertemu dengan Presiden Biden pada 26 Oktober lalu mendesaknya mengumumkan gencatan senjata di Gaza. Sementara beberapa di antaranya menyatakan kekhawatiran, bahwa Biden tidak cukup berempati terhadap penderitaan warga sipil Palestina.
Pejabat Muslim dan Arab Amerika yang menghadiri pertemuan tersebut merasa, bahwa mereka dicurigai di tempat kerja. Beberapa di antara mereka juga mengalami tekanan dari teman dan kerabat mereka untuk mengundurkan diri.
Jika pemilih Muslim dan Arab Amerika meninggalkan Partai Demokrat, mungkin akan semakin sulit bagi Presiden Biden untuk terpilih kembali. Hasil Pemilu tahun 2020, menurut Dewan Hubungan Amerika Islam (CAIR), organisasi Muslim terbesar di Amerika Serikat, menunjukkan, 69 persen Muslim memberikan suara untuk Presiden Biden.
Pemilih Muslim dan Arab Amerika yang potensial di Michigan pun sedang mempertimbangkan menarik dukungan mereka dari Biden dalam pemilihan presiden berikutnya.
Pemilih Muslim memiliki pengaruh signifikan di Michigan, dengan 200 ribu dari 8,2 juta pemilih terdaftar dan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi. Pada 2020, Presiden Biden memenangkan wilayah Michigan dengan selisih lebih dari 154 ribu suara.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu