TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pro Kontra Program Tapera Terus Bergulir

Laporan: AY
Senin, 03 Juni 2024 | 09:15 WIB
Said Iqbal Presiden KSPI. Foto : Ist
Said Iqbal Presiden KSPI. Foto : Ist

JAKARTA - Penolakan terhadap Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus bergulir.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, ada beberapa alasan mengapa Tapera harus dicabut.

Pertama, menurutnya, karena ketidakpastian memiliki rumah, meskipun pekerja diwajibkan mengikuti program tersebut.

Iqbal menjelaskan, dengan iuran sebesar 3 persen dari upah atau gaji, yang 0,5 persennya dibayarkan pemberi kerja, dalam 10 tahun hingga 20 tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. "Bahkan, untuk uang muka saja, tidak mencukupi," tandasnya.

Di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen dan upah minimum yang rendah akibat UU Cipta Kerja, lanjut dia, iuran Tapera juga akan menambah biaya kebutuhan hidup. "Belum lagi jika buruh memiliki utang koperasi," ujarnya.

Ia menambahkan, dalam sistem anggaran Tapera, terdapat kerancuan yang berpotensi disalahgunakan. Karena, di dunia ini hanya ada jaminan sosial atau bantuan sosial.

Jaminan sosial, lanjut Iqbal, dananya berasal dari iuran peserta atau pajak, atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan Pemerintah. Sedangkan bantuan sosial, dananya berasal dari APBN dan APBD. Penyelenggaranya adalah Pemerintah.

Sedangkan Tapera, menurut Iqbal, bukan dua-duanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan Pemerintah tidak mengiur. "Tetapi, penyelenggaranya adalah Pemerintah," tandasnya.

Begitulah penolakan terhadap Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab berbagai kecurigaan seperti itu.

"Tapera merupakan tabungan yang diatur dalam undang-undang, bukan potongan gaji atau iuran," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5/2025).

Moeldoko juga mengaku, menjamin Tapera tidak akan bernasib seperti Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang berujung kasus korupsi.

Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Najib Qodratullah mengusulkan agar Pemerintah melakukan sosialisasi yang masif untuk mengatasi penolakan masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, berikut wawancara dengan Said Iqbal mengenai hal itu.

Menurut KSP, Tapera adalah tabungan. Bukan potongan gaji. Pendapat Anda?

Karena Pemerintah menyebut Tapera adalah tabungan, seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa. Karena ini tabungan, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya program Jaminan Hari Tua (JHT) dan BPJS Ketenagakerjaan.

Kenapa begitu?

Subsidi antar peserta, hanya boleh jika program tersebut adalah jaminan sosial yang bersifat asuransi sosial, bukan tabungan sosial. Misalnya, program jaminan kesehatan yang bersifat asuransi sosial, maka diperbolehkan penggunaan dana subsidi silang antar peserta BPJS Kesehatan.

Kalau tabungan, bisa dicairkan, dong?

Justru, ada ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera. Untuk PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin berjangka panjang karena tidak ada PHK. Tetapi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan alih daya, potensi terjadinya PHK sangat tinggi.

Apa akibatnya?

Tapera bagi buruh yang di-PHK akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan, dan keberlanjutan dana itu.

Sepertinya, Pemerintah tetap dengan kebijakannya. Langkah apa yang akan Anda lakukan?

Partai Buruh dan KSPI akan mempersiapkan aksi besar yang akan diikuti ribuan buruh pada Kamis, 6 Juni di depan Istana Negara, Jakarta. Kami menuntut Pemerintah mencabut PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera.

Bagaimana jika Pemerintah enggan mencabutnya?

Partai Buruh dan KSPI akan mengajukan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi, dan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo