Orang Arab Pun Dibatasi Untuk Berhaji, Maksimal 5 Tahun Sekali
ARAB SAUDI - Pemerintah Arab Saudi sedang melakukan pengetatan pengawasan visa dan tasreh (surat izin) haji. Aturan ini tidak hanya berlaku bagi warga negara lain. Penduduk Saudi juga sama. Mereka tidak bisa berhaji setiap tahun. Mereka boleh berhaji maksimal 5 tahun sekali.
Dalam sepekan terakhir, aparat keamanan Saudi gencar melakukan pemeriksaan dan razia visa dan tasreh haji. Di setiap jalur menuju Makkah dibuat check point (titip pemeriksaan). Setiap mobil yang mau masuk, diberhentikan. Sopir dan penumpangnya diperiksa satu per satu.
Setiap sopir wajib memiliki tasreh, meski mereka penduduk Saudi. Jika tidak, mereka akan diputar balik. Untuk penumpangnya, harus punya visa haji. Jika tidak punya, mereka takkan bisa masuk Makkah. Malah kemungkinan bisa ditangkap aparat.
Hal ini pun terjadi pada 22 jemaah asal Banten dan 34 jemaah asal Makassar. Mereka sempat ditahan aparat Saudi karena terbukti mau berhaji tanpa memiliki visa haji. Mereka pun harus menerima kenyataan pahit, dideportasi dan dicekal masuk Saudi selama 10 tahun.
Ternyata, pengetatan serupa berlaku untuk warga Saudi maupun warga asing yang memiliki izin tinggal alias mukimin. Untuk berhaji, mereka harus memiliki tasreh.
Dzakwan Aisy Fajar Azhari, Staf Direktorat Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, menerangkan, setiap warga Saudi yang ingin berhaji harus mengajukan tasreh terlebih dahulu. "Jika pengajuan disetujui, maka tasreh akan diterbitkan" katanya, kepada Media Center Haji (MCH), Minggu (2/6/2024).
Nantinya, tasreh ini akan menjadi "tiket masuk", baik untuk masuk ke Makkah maupun ke Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Jika tasreh itu sudah digunakan, yang bersangkutan tidak bisa lagi berhaji tahun berikutnya. "Baru bisa berhaji lagi setelah lima tahun," terangnya.
Hal yang sama diungkapkan Zulmar Adiguna, mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Universitas Islam Madinah (UIM). "Kami hanya bisa berhaji lima tahun sekali. Menggunakan tasreh yang sebelumnya kami ajukan," terangnya.
Jika ada yang mencoba daftar haji lagi, maka pengajuannya akan ditolak. "Sebab, data kita sudah tercatat di sistem pendaftaran haji Arab Saudi. Di situ sudah ketahuan. Apakah yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak," ujarnya.
Kepala Daerah Kerja (Daker) Madinah, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Ali Machzumi, menambahkan, aturan pengetatan berhaji berlaku secara menyeluruh. "Baik jemaah lokal maupun luar negeri," katanya
Razia aparat keamanan Arab Saudi yang saat ini gencar dilakukan terhadap calon jamaah dari luar negeri juga merata. "Tak hanya bagi warga Indonesia, kami juga mendengar banyak warga negara lain yang diamankan karena memakai visa nonhaji," katanya.
Karena itu, Ali mengimbau agar seluruh WNI untuk mematuhi aturan yang berlaku di Arab Saudi. Jika melanggar dan ketahuan, sanksi yang dikenakan berat. "Mulai dari ditahan, denda, deportasi, hingga dilarang masuk Arab Saudi selama 10 tahun," ujarnya.
Nasib Jemaah Asal Makassar
Sebanyak 34 jemaah haji tanpa visa dari 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang mayoritas asal Makassar, yang ditangkap aparat keamanan Arab Saudi, akhirnya dibebaskan. Konjen RI di Jeddah, Yusron B Ambary mengatakan, 34 jemaah tersebut telah kembali ke Indonesia dengan proses deportasi.
"34 dari 37 jamaah haji non visa haji bebas dan telah kembali ke Indonesia. Sementara tiga lainnya akan menjalani proses hukum," ujar Yusron, dalam keterangannya, Senin (3/6/2024).
Sebelumnya, pada Sabtu (1/6/2024) siang, sekitar pukul 11.00 waktu Arab Saudi, mereka ditangkap aparat keamanan Saudi di Madinah. Jemaah ini terdiri atas 16 perempuan, laki-laki 21 orang. Mereka ditangkap karena akan berhaji tanpa visa haji.
Dalam perjalanan ke Tanah Suci, mereka tidak langsung ke Makkah atau Madinah. Mereka terbang dari Tanah Air menuju Doha, Qatar, lalu terbang lagi ke Riyadh, Arab Saudi. Kemudian, mereka menyewa bus menuju Madinah dengan tarif 17 ribu riyal atau setara Rp 73 juta. Sopir dan kondektur busnya merupakan warga Yaman.
Dari hasil pemeriksaan aparat keamanan, diketahui mereka menggunakan atribut haji palsu. Mulai dari gelang, ID card, sampai visa haji, semuanya palsu.
Dari 37 orang itu, ada seorang koordinator berinisial SJ. Dia menggunakan visa multiple yang berlaku untuk satu tahun. SJ awalnya tinggal sementara di Saudi, lalu kembali ke Indonesia. Setelah tiga bulan, dia kembali lagi ke Saudi dengan membawa jemaah. Selain SJ, masih ada satu orang koordinator lain berinisial TL yang sedang dikejar aparat keamanan Saudi.
Ke-34 jemaah asal Makassar itu bebas dari hukuman karena dianggap sebagai korban. Sementara, 3 koordinatornya akan menjalani proses hukum.
Ancaman hukuman untuk penyelenggara haji ilegal cukup berat. Mereka akan dikenakan denda 50.000 riyal (setara Rp 216 juta), hukuman 6 bulan penjara, dan juga cekal masuk Saudi selama 10 tahun.
"Bagi pelaku yang berulang melakukan kegiatan tersebut, maka akan mendapatkan hukuman yang berlipat ganda," terang Yusron.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 3 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu