Cerita WNI Di Teheran Setelah Dievakuasi
Mencekam, Lelah, Terus Berdoa Supaya Selamat

TANGERANG - Selasa (24/6/2025) sore, 11 WNI yang tinggal di Iran telah tiba di Indonesia. Mereka bersyukur, setelah melewati evakuasi yang melelahkan dan menegangkan, akhirnya bisa pulang dengan selamat. Apalagi bila mengingat situasi di Iran yang sangat mencekam selama perang meletus.
Ke-11 WNI ini tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Mereka tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 17.35 WIB dengan maskapai komersial dari Istanbul, Turki.
Mereka merupakan kloter pertama dari 97 WNI telah dievakuasi Pemerintah dari Teheran menuju Kota Baku, Azerbaijan. Proses evakuasi dilakukan melalui jalur darat dengan menggunakan bus dari Teheran menuju Azerbaijan.
Kedatangan mereka disambut langsung oleh jajaran Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Hal ini sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam memastikan keselamatan dan kepulangan warganya dari zona konflik.
Hadir dalam penyambutan tersebut antara lain Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemlu Judha Nugraha, dan Asisten Deputi Koordinasi Kerja Sama Amerika dan Eropa Kemlu, Vitto Tahar.
Meskipun lelah, raut kegembiraan terpancar dari 11 WNI begitu keluar dari pintu kedatangan bandara. Salah satu dari 11 WNI yang tiba, terlihat menggendong seorang anak balita.
Sulthon Fathoni (43), salah satu WNI yang selamat menceritakan pengalamannya selama proses evakuasi. Menurutnya, butuh waktu 6 hari bagi Fathoni dan WNI lainnya untuk bisa sampai ke Indonesia. “Sudah sejak Kamis kami perjalanan dari Iran. Jadi, total prosesnya sekitar enam hari. Agak capek memang, tapi Alhamdulillah bisa sampai dengan selamat,” tutur Sulthon.
Pria asal Samarinda, Kalimantan Timur mengaku, dirinya dan keluarga tinggal di Kota Masyhad selama berada di Iran. Meskipun posisinya masih jauh dari Teheran, tapi ketegangan terasa di Kota Masyhad. Tiap saat, selalu terdengar bunyi ledakan bom dari rudal yang ditembakkan Israel.
Bom tidak sampai ke kota kami, tapi drone beberapa kali terlihat di udara. Sempat ada yang ditembak oleh pertahanan Iran, jadi tidak jatuh,” ungkap WNI asal Samarinda itu.
Ia menambahkan salah satu serangan drone sempat mengarah ke Bandara Kota Masyhad yang jaraknya hanya sekitar 10 menit dari tempat tinggalnya. “Itu cukup dekat dengan rumah kami, jadi memang terasa mencekam,” aku Sulthon.
Karena situasi yang mencekam itulah, Sulthon bersama keluarga memutuskan untuk ikut dievakuasi keluar Iran. Bersama keluarganya, Sulthon berangkat dari Masyhad menuju Teheran untuk kumpul bersama-sama WNI lainnya sebelum melanjutkan perjalanan darat menuju Kota Baku Azerbaijan.
Sulthon yang tiba di Teheran pada Kamis (19/6/2025), sempat menginap di kantor KBRI. Esoknya baru melanjutkan perjalanan darat menuju Azerbaijan selama 6 jam.
Dari KBRI, kami kembali melanjutkan perjalanan darat menuju perbatasan Iran dan Azerbaijan yang juga memakan waktu satu hari,” rinci Sulthon.
Ali Murtado, mahasiswa asal Indonesia yang tinggal di Iran juga ikut bercerita. Dia mengungkapkan suasana di Iran khususnya di Teheran sangat mencekam.
Ali merupakan mahasiswa Al Mustofa International University Iran yang tinggal di Kota Qom. Ia mengatakan kota tersebut tak mendapat serangan dari Israel, alias masih relatif aman.
Situasi mencekam baru dirasakan Ali saat dirinya bersama WNI lain bermalam di kantor KBRI di Teheran. Saat itu, kata dia, perang sedang tinggi. Israel meluncurkan banyak rudal dan drone untuk menggempur Teheran. “Keadaan di sana cukup mencekam karena serangan dari Israel datang silih berganti, kadang berhenti, lalu lanjut lagi,” ujar Ali.
Meskipun serangan terjadi intens, ia menyebut tidak ada ledakan yang sampai menyentuh daratan di sekitar KBRI. “Saya lihat sendiri, tidak ada serangan yang sampai menghantam tanah. Drone pertahanan Iran berhasil mencegatnya,” ungkap pria berusia 20 tahun ini.
Selain bunyi ledakan dan sirine yang merang-raung, akses internet juga sempat diputus. Hal ini menyulitkan WNI berkomunikasi dengan keluarga maupun akses terhadap informasi terkini.
Kami tidak bisa mendapat berita atau menghubungi keluarga karena internet diputus. Saya baru bisa mengabari keluarga saat sudah sampai di Azerbaijan,” sebut Ali.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha menjelaskan, evakuasi dilakukan menyusul memburuknya situasi keamanan di Iran akibat serangan militer Israel. Saat ini, Pemerintah tengah menyiapkan proses evakuasi kedua bagi WNI yang telah berada di Azerbaijan.
Sementara itu, 18 WNI lainnya yang dijadwalkan tiba pada hari yang sama melalui Doha, Qatar, mengalami penundaan karena penutupan ruang udara di kawasan tersebut. Penerbangan mereka sempat dialihkan ke Jeddah dan sebagian kini telah melanjutkan perjalanan ke Jakarta. “KBRI Doha dan KJRI Jeddah telah memberikan bantuan dan pendampingan kepada mereka,” terang Judha, dalam keterangannya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu RI, Andy Rachmianto, mengatakan ada 200 lebih WNI menolak dievakuasi dan memilih menetap di Iran di tengah konflik dengan Israel. Andy menyebut mayoritas WNI itu menetap di Kota Qom, Iran. “Dan konsentrasi WNI kita paling banyak memang di Kota Qom khususnya mahasiswa yang sedang belajar. Jadi karena Qom itu kota sucinya mereka, Kota Qom itu tidak menjadi target serangan,” kata Andy.
Andy menyebut Kota Qom dinilai aman lantaran disucikan. Ia mengatakan di kota tersebut tak terdengar suara sirene selama eskalasi antara Iran dan Israel terjadi. Alasan inilah yang jadi salah satu penyebab, WNI enggan dievakuasi.
“Karena itu saudara-saudara kita yang di sana merasa ya mungkin mereka belum perlu lah, untuk kembali ke Indonesia,” pungkasnya.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu