Jokowi Mendapat Pujian, Mau Damaikan Rusia-Ukraina
JAKARTA - Presiden Jokowi tak berpangku tangan melihat perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung lima bulan. Jokowi akan segera menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini ingin mendamaikan kedua pihak agar perang segera berakhir.
Langkah Jokowi ini disambut baik pengamat militer dan keamanan Susaningtyas Kertopati.
"Kita tentu menyambut baik niat Presiden Joko Widodo untuk menjadi juru damai di tengah perang Ukraina versus Rusia. Ini sesuai dengan UUD 1945,” ujar Nuning-sapaan akrab Susaningtyas.
Nuning menegaskan, keputusan untuk mendamaikan kedua negara itu sangat baik. Sebab, berbagai dampak domino telah terjadi membuat situasi dunia mengalami masalah, utamanya bidang ekonomi dan krisis pangan. Bila perang Ukraina-Rusia dibiarkan berlarut, dikhawatirkan krisis pangan dan energi akan membuat angka kemiskinan makin bertambah.
Nuning lalu menyarankan hal-hal yang perlu dipelajari Jokowi dalam mempersiapkan mendamaikan Rusia-Ukraina. Pertama, mempelajari perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif ilmu pertahanan.
Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia.
Kedua, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas Rusia unggul. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut. Antara lain untuk kepentingan NATO intelligence surveillance dan intelligence device Rusia lebih unggul.
Ketiga, fakta 40 persen gas Eropa asal Rusia, 35 persen palladium AS (bahan baku semikonduktor) asal Rusia, 67 neon AS (bahan baku semikonduktor) juga asal Ukraina.
“Jadi, efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal plus biaya logistik melonjak, plus harga BBM menanti subsidi yang lebih besar,” terangnya.
Dengan mempelajari hal itu, lanjutnya, Indonesia pun dapat merumuskan konsep perdamaian yang akan diwujudkan.
“Kita jangan sampai meleset memprediksi siapa yang memenangkan perang tersebut. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan,” terang Nuning.
Dengan demikian, tambah Nuning, ada beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang. Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.
Yang patut diwaspadai Pemerintah adalah dampak perang bagi perekonomian Indonesia. Sejumlah langkah strategis harus disiapkan secara matang mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia.
“Jadi, efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari,” imbuhnya.
Nuning juga berpesan, keselamatan Presiden Jokowi selama kunjungan ke Rusia dan Ukraina harus dijaga dengan baik. “Karena bisa saja ada pihak yang tak suka dengan upaya perdamaian ini,” tutupnya.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu