Mahfud Beberin Kasus Korupsi Plate
Rp 2 T Kepake, Rp 8 T Ngelayap Ke Mana-mana
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD sudah menghadap Presiden Jokowi untuk jelasin kasus korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) Kominfo. Kepada Presiden, Mahfud jelasin alur kasus hingga negara tekor Rp 8 triliun. Kenapa tekor? Karena dari Rp 10 Triliun duit negara yang dikucurkan, cuma Rp 2 triliun yang kepake, sisanya yang Rp 8 triliun ngelayab kemana-mana.
Sejak ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Menkominfo, Mahfud langsung gerak cepat melakukan kajian lewat sejumlah dokumen pengadaan BTS milik Badan Aksesibilitas Telekomuniksi dan Informasi (Bakti) Kominfo. Dari hasil analisa itu ketahuan, proyek multiyears itu awalnya berjalan lancar-lancar saja pada periode 2006-2019. Masalahnya mulai timbul pada tahun anggaran 2020.
“Yaitu ketika proyek senilai Rp 28 sekian triliun itu dicairkan dulu sebesar Rp 10 koma sekian triliun pada tahun 2020-2021,” kata Mahfud usai menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, kemarin.
Selanjutnya Kominfo diminta membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dananya. Disaat itulah diketahui, tower BTS Bakti belum ada yang berdiri. Padahal proyek tersebut sengaja dibuat sejak 14 tahun lalu untuk menghadirkan akses informasi kepada masyarakat terluar, terdepan, dan terpencil.
Menurutnya, saat itu Kominfo beralasan pembangunan tower BTS terkendala pandemi Covid-19. Mereka akhirnya meminta perpanjangan kontrak sampai Maret 2022. Sesuai aturan hukum pengadaan barang dan jasa, seharusnya hal itu diperbolehkan. Sampai akhirnya diberi perpanjangan hingga 21 Maret 2022.
Setelah batas waktu perpanjangan kontrak habis, dilakukan pemeriksaan ulang. Dari target awal pembangunan 4.200 tower, hanya 1.100 tower BTS yang diklaim Kominfo berhasil dibangun.
Namun kata Mahfud, setelah diperiksa menggunakan satelit hanya ditemukan sekitar 958 tower. Kemudian diambil 8 sampel untuk diperiksa, apakah sudah bisa dioperasikan sesuai peruntukan.
“Sesudah diambil 8 sampel dan itu semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi,” jelasnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menghitung dugaan kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam proyek tersebut. Setelah diasumsikan, dari Rp 10 Triliun duit negara yang dicairkan, hanya sekitar Rp 2 Triliun yang benar-benar terserap untuk penyediaan BTS. Sedangkan sisanya, sekitar Rp 8 triliun tak diketahui keberadaannya.
“Dianggap benar yang sudah keluar itu semua hanya Rp 2,1 triliun atau berapa gitu. Sehingga yang Rp 8 triliun itu uangnya masih ngelayap ke mana-mana,’’ beber Mahfud.
Semua hasil analisa yang ditemukan Mahfud tersebut, sudah disampaikan secara langsung kepada Presiden Jokowi. Ia pun diberi perintah agar tetap menyelesaikan proyek BTS yang sudah dicanangkan sejak tahun 2006.
Semua hasil analisa yang ditemukan Mahfud tersebut, sudah disampaikan secara langsung kepada Presiden Jokowi. Ia pun diberi perintah agar tetap menyelesaikan proyek BTS yang sudah dicanangkan sejak tahun 2006. Sebab kalau tidak dilanjutkan, maka yang paling terkena dampaknya adalah masyarakat Indonesia yang berada di wilayah terluar.
“Arahan presiden jangan diputus itu. Usahakan itu jalan, usahakan semua kembali uangnya yang sekarang masih gelap ada di mana-mana,” kata Mahfud.
Terakhir, Mahfud kembali menegaskan bahwa kasus korupsi proyek BTS murni persoalan hukum. Dia mengatakan, dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Johnny G Plate tidak ada kaitannya dengan Pemilu atau bakal calon presiden tertentu yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024.
Ia pun menepis isu politisasi kasus korupsi yang diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah itu. Menurutnya, Kejagung sudah mengusut dugaan korupsi BTS secara profesional sejak tahun 2022 dan disampaikan secara terbuka kepada publik.
“Jadi nggak ada kaitannya dengan Pemilu, dengan calon Pilpres atau apa pun. Semua tahu itu karena dulu ketika mulai diselidiki itu juga sudah disiarkan di media massa,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya tak terima salah satu kadernya dijadikan tersangka kasus korupsi. Dia menuding, kini aparat penegak hukum kerap melakukan tindakan semena-mena terhadap rakyat. Kondisi itu, dikaitkan dengan presiden yang merupakan petugas partai.
Menurutnya, pemimpin semacam itu tidak memihak pada rakyat dan semua golongan, melainkan pada kelompok tertentu saja. “Karena apa, yang menjadi presiden petugas partai, bukan pelayan rakyat. Yang menjadi presiden itu harus pelayan rakyat bukan presiden partikelir,” kata Willy di UMJ.
Namun tudingan Willy itu dibantah Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana. Dia menegaskan, urusan penyidikan kasus BTS murni penegakan hukum.
Dia menjelaskan, dari hasil penyidikan terhadap lima orang yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Ternyata ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Johnny G Plate sebagai kuasa pengguna anggaran.
Ditambah hasil pemeriksaan saksi maupun bukti yang diperoleh, Ketut mengatakan bahwa penyidik harus menindaklanjutinya. Apalagi ditemukan dugaan kerugian negara hingga triliunan rupiah dalam proyek BTS.
“Saya tegaskan tidak ada sangkut paut dengan urusan politik apapun, karena ini murni penegakan hukum,” tegas Ketut saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menambahkan, dengan adanya dugaan kerugian negara yang besar, maka sudah sewajarnya Kejagung menelusuri pihak-pihak yang terlibat untuk dimintakan pertanggungjawaban. Besar harapannya, uang tersebut bisa kembali ke kas negara.
Dijelaskan Ketut, jika pengusutannya berhenti, maka Kejagung yang akan mendapat hujan dari masyarakat Indonesia. Belum lagi hal itu bisa menurunkan kepercayaan terhadap independensi lembaganya. Sebab, proyek BTS ditujukan untuk hajat hidup orang banyak. (RM.id)
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 16 jam yang lalu
TangselCity | 14 jam yang lalu