Utang Biasa-biasa
KETIKA tulisan ini saya buat, perang urat saraf masih menegangkan. Padahal uang pemerintah akan habis tanggal 1 Juni nanti.
Pemerintah sudah mendesak agar DPR mengizinkan kenaikan plafon utang negara. Tanpa persetujuan itu dana kesehatan dan jaminan sosial tidak bisa dibayarkan lagi. Demikian juga sebagian gaji dan cicilan utang negara. Berarti Amerika gagal bayar –untuk kali pertama.
Maka kalau sampai DPR tetap tidak memberi izin, Presiden Joe Biden disarankan membuat sejarah baru: menggunakan amandemen ke 14 konstitusi Amerika. Yakni menambah utang tanpa persetujuan Kongres. Alasannya bisa konstitusi juga: agar tidak gagal bayar utang.
Biden sendiri masih optimistis pada saatnya nanti DPR akan setuju. Apalagi batas habisnya uang pemerintah ternyata bukan 1 Juni. Masih ada dana darurat yang bisa dipakai untuk keperluan lima hari. Berarti kas pemerintah baru benar-benar habis tanggal 5 Juni.
Biden yakin Republik akan setuju tidak akan membiarkan Amerika dalam bahaya. Biden sendiri sudah menegaskan tidak akan menggunakan Amandemen ke-14. Agar tidak terjadi pertengkaran akibat multi tafsir atas pasal 4 amandemen itu. Salah-salah Biden bisa di-impeach DPR.
Amandemen ke-14 UUD itu sendiri dilakukan 150 tahun lalu. Isinya sebenarnya tentang status orang kulit hitam. Bekas budak. Mereka mulai diakui sebagai warga negara dan dijamin hak-hak kewarganegaraan mereka. Tapi di pasal 4-nya menyebutkan, secara tidak langsung, bahwa Amerika Serikat harus membayar utang-utangnya.
Amerika, tanpa menambah plafon utangnya, tidak mungkin bisa membayar utang yang sudah jatuh tempo. Atau anggaran untuk pembangunannya dipotong drastis. Termasuk anggaran untuk pegawai pemerintah, jaminan kesehatan, dan jaminan untuk orang miskin.
Utang Amerika kini sudah mencapai USD 31 triliun. Dalam 10 tahun terakhir saja naik USD 13 triliun. USD 8 triliun di masa kepemimpinan Trump dan USD 5 triliun di masa Biden yang masih dua tahun. Bunganya saja tiap tahun sekitar USD 800 miliar.
Meski suku bunga di Amerika sangat rendah, banyak negara pilih menyimpan uang di obligasi Amerika. Aman. Tidak mungkin gagal bayar. UUD-nya menjamin itu: di pasal 4 amandemen ke-14. Suku bunga di sana sekitar 2 persen. Baru belakangan naik menjadi 2,7 persen.
Amerika sudah punya utang sejak negara itu merdeka: 1776. Yakni utang untuk membiayai perang kemerdekaan: USD 75 juta. Itu catatan tahun 1791.
Utang itu naik menjadi USD 1 miliar di tahun 1863. Lonjakan terbesar terjadi juga karena perang. Yakni perang untuk memadamkan pemberontakan separatisme. Tahun itu Texas dan 13 negara bagian lain di kawasan selatan ini merdeka dari Amerika.
Pun ketika terjadi perang dunia pertama dan kedua. Angka utang itu naik dari juta ke miliar dolar. Perang Afghanistan, Irak dan seterusnya membuat miliar itu menjadi triliun.
Krismon 2008 dan Covid-19 triliun itu menjadi puluhan triliun. Puncaknya sekarang ini: 31 triliun.
Tidak ada yang bisa disalahkan. Setiap pemerintahan di sana selalu menambah utang. Baik pemerintahan Republik maupun Demokrat.
Pergantian milenium adalah kenangan yang mudah diingat untuk belajar tentang utang Amerika. Tahun 2000 itu, PDB Amerika mencapai USD 16 triliun. Utangnya juga mencapai USD 16 triliun.
Sekitar tahun itulah rasio utang Amerika dibanding PDB-nya mencapai 100 persen. Dan kini, menjadi hampir 200 persen. Anda pun bisa horeeee: Indonesia baru 50 persen.
Suatu saat utangnya pada Tiongkok saja mencapai USD 1,5 triliun. Belakangan Tiongkok terus menurunkan utang itu. Kini 'tinggal' 800 miliar dolar. Tinggal Jepang yang masih menaruh uang lebih USD 1 triliun di Amerika.
Dulu Tiongkok selalu menyimpan uang kelebihannya untuk membeli obligasi negara Amerika. Aman. Stabil. Belakangan Tiongkok melihat dolar tidak akan terus terlalu kuat. Maka kelebihan uang Tiongkok ditanam di infrastruktur. Juga ditanam sebagai investasi di negara lain, dengan resiko macet.
Kini pemberi utang terbesar Amerika adalah (empat besar): Jepang, Tiongkok, Inggris dan negara kecil Belgia.
Hebatnya Amerika, total utang ke negara lain itu hanya 25 persen dari total USD 31 triliun. Selebihnya dari dalam negeri. Maka betapa kaya swasta di Amerika.
Kalau tanggal 1 Juni depan Kongres tidak menyetujui penambahan plafon utang lagi maka pilihan-pilihan buruk itu terjadi: tidak bisa bayar utang, atau anggaran untuk gaji, kesehatan dan kemiskinan dipotong besar-besaran. Rakyat miskin akan sangat menderita. Kemungkinan lain, untuk kali pertama Amerika gagal bayar utang.
Soal plafon utang itu selalu dijadikan tawar-menawar politik. Terutama ketika mayoritas Kongres dikuasai partai oposisi. Seperti sekarang ini. Atau di zaman Presiden Barack Obama. Presidennya Demokrat, DPR-nya Republik.
DPR-nya mengunci pemerintah. Agar sulit bergerak. Sudah sering terjadi: pemerintah dan DPR beda partai. Rakyat Amerika senang seperti itu. Agar saling ada kontrol.
Sudah lama pula utang harus selalu dinaikkan agar bisa membayar utang lama. Tapi Anda masih ingat: DPR mulai mengunci pemerintah seperti itu belum lama. Baru terjadi, kali pertama, ketika Anda sudah besar: di zaman Obama.
Republik memang tidak suka Demokrat. Lebih tidak suka lagi ketika demokratnya kulit hitam. Padahal ibu Obama adalah kulit putih asli Kansas. Kristen. Dan cara berpikir Obama, dan bicaranya, sudah seperti kulit putih.
Obama diganjal habis. Terutama karena Obama menemukan cara untuk mengatasi kesehatan kelompok miskin. Lewat program yang Anda sudah hafal namanya: Obama Care.
Apakah kini Biden juga akan dipermalukan melebihi Obama? Masih ada waktu tiga hari untuk negosiasi antara Presiden dan DPR.
Ups... Masih 8 hari. Tanggal 1 Juni nanti ternyata masih ada ''sedikit'' uang di pemerintah. Masih USD 39 miliar. Masih cukup untuk bayar gaji dan kewajiban lain. Uang itu baru akan habis tanggal 5 Juni.
Awal Mei lalu uang itu masih USD 316 miliar. Minggu lalu tinggal 60 miliar.
Tapi, menurut Menteri Keuangan Janet Yellen, tanggal 1 dan 2 Juni nanti perlu mengeluarkan uang 130 miliar dolar. Hanya saja ternyata masih ada dana lain yang busa digunakan sebesar USD 67 miliar. Nah, tanggal 5 Juni kas menteri keuangan benar-bwnar habis.
Tapi rakyat Amerika tidak ada yang peduli. Rakyat Amerika begitu percaya diri. Menurut mereka semua itu hanya urusan para politisi. Rakyat biasa biasa-biasa saja.
Lifestyle | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu