TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Banyak Hoaks, Informasi Wolbachia Kurang Optimal

Laporan: AY
Senin, 20 November 2023 | 09:45 WIB
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo. (Foto: Ist)
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo. (Foto: Ist)

Inovasi Teknologi Redam DBD

JAKARTA - Senayan menyoroti penerapan inovasi teknologi Wolbhachia sebagai upaya menghentikan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sayangnya, di tengah inovasi teknologi ini muncul beragam hoaks.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, informasi yang diterima masyara­kat menyangkut Wolbhachia simpang siur. “Banyak hoaks tentang Wolbhachia yang ber­munculan di ruang-ruang publik sehingga masyarakat, ya jadi ketakutan,” kata dia, kemarin.

Politisi PDI Perjuangan ini khawatir jika kabar hoaks Wolbhachia ini terus berlanjut, masyarakat yang menjadi ko­rbannya. Salah satu hoaks di media sosial, informasi bahwa Wolbachia ini adalah jentik nyamuk yang sengaja diimpor untuk merusak anak bangsa ini.

“Pendapat ini kan sebenarnya konyol. Tapi informasi sepotong tanpa didukung fakta dan data seperti ini tetap bisa membuat masyarakat risau dan ketaku­tan,” bilang Handoyo.

Akibat hoaks yang berseliweran ini, lanjutnya, memicu pro dan kontra di masyarakat. Walhasil, masyarakat, bahkan dari tokoh sekelas mantan men­teri kesehatan pun, kontra dengan inovasi yang terbilang baru ini.

Diakuinya, protes dari ma­syarakat ini sebenarnya baik-baik saja. Apalagi semua ko­mentar ini semata-mata ingin melindungi kesehatan masyara­kat. “Hanya saja, informasi yang didengungkan tidak utuh dan cenderung menyerang ke­bijakan pemerintah. Akhirnya masyarakat yang jadi bingung,” sambungnya

Politisi yang berlatar belakang aktivis ini meyakini, niat Pemerintah menerapkan ino­vasi teknologi modern seperti Wolbhachia ini sangat mulia. Bahwa Pemerintah ingin mengu­rangi penyebaran penyakit DBD. Tapi karena strategi penyebaran informasi dan edukasi tidak utuh, akhirnya memicu kekha­watiran masyarakat.

Untuk itu, dia mengajak semua pihak untuk menyikapi kondisi ini dengan asas kehati-hatian, terutama saat membuat statemen, khususnya lewat me­dia sosial. Walau diakuinya, setiap kebijakan Pemerintah, sudah barang tentu berdasarkan satu penelitian dan berdasarkan keilmuan. “Artinya, kebijakan itu akhirnya diambil berdasar­kan suatu rangkaian panjang,” jelasnya.

Handoyo mengatakan, ino­vasi atau penerapan Wolbachia untuk memberantas DBD sudah diterapkan di banyak negara. Negara-negara yang meman­faatkan teknologi Wolbachia antara lain Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuathu, Mexico, Kiribathi, New Caledonia, Sri Lanka, dan lainnya.

Indonesia pun sudah melaku­kan langkah penelitian atas ino­vasi tersebut. Penelitian tersebut dilakukan sejak 2011 di Yogya­karta dengan dukungan filan­tropi Yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala ter­batas (2011-2015). Hasilnya, Wolbachia ini dapat melumpuh­kan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus tidak menular ke dalam tubuh manusia.

Untuk meredam pro kontra di masyarakat ini, Handoyo menyarakan agar para pihak duduk bersama. Jangan sampai kegundahan semakin meluas. Walaupun, kebijakan ini didasari niat baik, namun imbasnya telah memicu kekhawatiran berlebi­han di masyarakat, sehingga malah kontra produktif.

Dia pun meminta Pemerintah, segera mengambil alih kebijakan program ini dan mensosialisasi­kan kepada para pemangku ke­pentingan. “Sehingga penerapan program ini (Wolbachia) bisa diterima masyarakat dan tidak memincu kekhawatiran akibat komunikasi yang kurang opti­mal,” ucapnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo