TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Perludem Ingatkan Pemerintah

Jangan Koar-koar Netral Faktanya Di Lapangan Beda

Oleh: Farhan
Senin, 20 November 2023 | 09:20 WIB
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Perludem), Fadli Ramadhanil. (Foto: Ist)
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Perludem), Fadli Ramadhanil. (Foto: Ist)

JAKARTA - Penggiat pemilu meminta Pemerintah, utamanya aparat tidak berkoar-koar di depan publik soal netralitas dalam Pemilu 2024. Mereka cukup membuktikannya di lapangan.

“Yang terpenting adalah bagaimana mereka (Pemerintah) menerapkan netralitas itu di lapangan dan juga dalam kegiatan sehari-hari,” ujar Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil di Jakarta, kemarin.

Fadli menegaskan, tidak ada gunanya kata-kata netralitas terus disampaikan ke publik, tapi dalam praktiknya tidak dilaksanakan saat bertugas.

“Ucapan tanpa perbuatan ibarat tong kosong,” kritiknya.

Dia mencontohkan inkonsis­tensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Utamanya, terkait pencalonan perempuan, narapidana korupsi, dan calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) yang belum cukup umur.

“Buktinya (KPU) digugat ke Badan Pengawas Pemilu (Ba­waslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” ungkapnya.

Seharusnya, kata Fadli, pe­nyelenggaraan Pemilu 2024 se­makin matang, kuat, profesional dan mandiri. Apalagi, pemilu ini merupakan yang keenam kalinya pasca reformasi.

“Tapi malah sebaliknya, ter­kesan ada pengkooptasian yang luar biasa,” ujarnya.

Fadli menjelaskan, kondisi Pemilu 2024 memiliki dampak positif dan negatif. Sisi positif Pemilu 2024 adalah sebanyak 54 persen pemilih berusia 40 tahun ke bawah atau pemilih muda. Kata dia, interaksi dan jangkauan informasi pemilih muda lebih luas.

Mereka kita harapkan bisa jauh lebih kritis dengan ruang interaksi yang intensif antara pemilih dengan peserta pemilu bisa meningkat,” harap dia.

Sedangkan, sisi negatifnya, ungkap Fadli, ini pertama kalin­ya terjadi manipulasi kerangka hukum untuk pemilu secara sedemikian rupa. Tujuannya agar kerabat dan anak bisa men­jadi peserta Pemilu 2024.

Peneliti Perludem, Kahfi Ad­lan Hafiz menambahkan, titik rawan pelanggaran netralitas Pemilu 2024 tidak hanya ter­jadi pada aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri, tapi juga sumber daya negara yang dikelola Pemerintah.

“Yang menjadi titik rawan jus­tru politisasi birokrasi, artinya sumber daya negara yang po­tensial digunakan untuk kepen­tingan politik praktis,” ucapnya.

Kahfi mengungkap, praktik penyalahgunaan birokrasi dan aset-aset negara dalam pelang­garan netralitas Pemilu 2024 terbukti dengan adanya 190 aduan yang diterima Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) per 13 November 2023. Kata dia, praktik berpotensi pelang­garan ini perlu dipantau ketat oleh publik.

“Apalagi, politisasi birokrasi dilarang dalam kerangka hukum kepemiluan. Masyarakat perlu menjaga betul pada penggunaan-penggunaan birokrasi, sumber daya negara, keuangan negara bahkan aset-asetnya dalam peng­gunaan kampanye,” ujar Kahfi.

Kahfi menambahkan, dalam sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, mengatur kam­panye pejabat publik yang boleh kampanye. Di antaranya, men­teri dan kepala daerah.

“Mereka diwajibkan cuti ke­tika melakukan kampanye. Ini dilakukan agar menghindari poli­tisasi birokrasi,” tegasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo