TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Belum Mau Naikin Harga BBM, Jokowi Terbayang Demonya

Oleh: AN/AY
Sabtu, 06 Agustus 2022 | 09:03 WIB
Presiden Joko Widodo pada acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD di Sentul. (Dok. Setpres)
Presiden Joko Widodo pada acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD di Sentul. (Dok. Setpres)

BOGOR - Presiden Jokowi masih ogah naikkan harga BBM jenis Pertalite meskin harga minyak dunia terus melonjak. Padahal negara lain sudah menaikkan harga BBM. Kenapa Jokowi belum naikkan harga Pertalite? Jokowi masih terbayang demonya.

Hal ini diutarakan Jokowi saat acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) di Sentul, kemarin.

Awalnya, Jokowi mengingatkan, saat ini semua negara tengah berada dalam keadaan yang sulit, di mana pertumbuhan ekonomi bukan hanya turun, tapi anjlok.

"Pertumbuhan ekonominya turun, tapi inflasi naik, harga-harga barang semua naik. Dunia saat ini sudah berada pada posisi yang mengerikan," kata Jokowi.

Jokowi kasih data, Amerika Serikat yang biasanya hanya mengalami inflasi 1 persen,saat ini inflasinya berada di posisi 9,1 persen. Dampak inflasi tersebut membuat harga BBM di Amerika Serikat mengalami kenaikan dua kali lipat. Hal yang sama terjadi di negara-negara Eropa.

"Coba di negara kita bayangkan, kalau Pertalite naik Rp 7.650 harga sekarang ini kemudian naik menjadi, harga yang bener adalah Rp 17.000, demonya berapa bulan? Naik 10 persen saja demonya dulu 3 bulan. Kalau naik sampai 100 persen lebih, demonya akan berapa bulan?” ujarnya.

Karena itulah, kata dia, pemerintah mengendalikan harga BBM dengan memberikan subsidi. Jokowi tidak mau kenaikan harga BBM, ikut mengerek harga barang konsumsi lainnya.

"Karena begitu harga bensin naik, harga barang otomatis melompat bersama-sama, oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan anggaran subsidi yang tidak kecil, Rp502 triliun, tidak ada negara yang berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan Indonesia,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menjelaskan apa yang sudah dilakukan pemerintah dalam rangka bersaing dengan negara-negara lain. Menurut penjelasannya, fondasi dalam bersaing dengan negara lain harus ditata dan dibangun.

“Karena ke depan bukan negara besar mengalahkan negara kecil, bukan negara kaya mengalahkan negara miskin, bukan. Pertarungannya adalah kompetisinya adalah negara cepat akan mengalahkan negara yang lambat, dan untuk cepat itu dibutuhkan fondasi-fondasi, inilah yang sedang kita kerjakan,” ungkapnya.

Untuk diketahui, harga BBM jenis Pertalite dengan oktan 90 memang masih murah dibandingkan bensin serupa buatan Shell, BP dan Vivo. Misalnya, di SPBU BP, harga bensin oktan 90 dibanderol Rp 17.195 per liter. SPBU Vivo menjual BBM dengan RON 89 sebesar Rp 9.990 per liter. Sementara Shell melepas harga BBM RON 92 di angka Rp 17.300 per liter.

Sebelumnya, pemerintah memang sudah menaikkan harga BBM non subsidi jenis Pertamax Cs. Yaitu Pertamax Turbo yang semula dijual dengan harga Rp 16.200 hingga Rp 16.900 kini menjadi Rp 17.900 hingga Rp 18.600.

Begitu juga dengan Dexlite yang semula dibanderol Rp 15.000-Rp 15.700 naik menjadi Rp 17.800-Rp 18.500.

Sementara Pertamina Dex dari harga Rp 16.500-Rp 17.200 kini per liter dihargai Rp 18.900-Rp 19.600.

Lalu apa kata ekonom? Ekonom INDEF, Prof Didik Junaidi Rachbini heran kenapa Jokowi tidak seberani biasanya dalam mengambil keputusan. "Di awal pemerintahannya, Presiden tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar, tetapi memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin," kata Didik.

Hal senada dikatakan, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan. Dia mengatakan, ada dua opsi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan subsidi BBM, khususnya Pertalite dan solar. Yaitu dengan menambah kuota atau menaikkan harga.

Dia menilai langkah yang ditempuh pemerintah tersebut tak mampu untuk mencegah kebobolan kuota BBM di tahun ini. Perbedaannya hanya besaran kuota jebol.

Menurutnya, jika ada pembatasan, maka kuota BBM subsidi yang ditetapkan hanya sedikit melebihi kuota tahunan. Namun, jika tak dibatasi, jebol kuota BBM subsidinya bakal lebih besar.

Mamit melihat, jika tidak ada penambahan kuota, maka stok solar dan Pertalite hanya mampu bertahan sampai akhir Oktober 2022. Kondisi ini tentu akan menimbulkan polemik, sebab Pertamina Patra Niaga (PPN) dinilai bakal membatasi penyaluran BBM subsidi ke seluruh SPBU untuk menjaga stok bertahan sampai akhir tahun.

Jika PPN membatasi penyaluran, sambungnya, maka akan terjadi antrean di lapangan karena stok makin terbatas. Kondisi ini akan membuat banyak masyarakat dan bahkan yang seharusnya berhak jadi tak bisa mendapatkan Pertalite dan solar. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo