TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Hukuman Berat Haji Ilegal, Denda 200 Juta Cekal 10 Tahun

Oleh: Ujang Sunda
Minggu, 02 Juni 2024 | 11:45 WIB
Foto : Ujang Sunda
Foto : Ujang Sunda

ARAB SAUDI - Pemerintah Arab Saudi akan memberikan hukuman berat bagi jemaah haji ilegal. Yaitu, denda sebesar 50 ribu riyal atau setara Rp 216 juta, dicekal masuk Saudi selama 10 tahun, dan penjara selama 6 bulan.

Aturan ini berlaku per 1 Juni 2024. Atas dasar ini, Konjen RI di Jeddah Yusron B Ambary mengimbau jemaah untuk berhaji dengan jalur prosedural. "Berhajilah dengan jalan yang benar," ucapnya, Jumat (31/5/2024).

Sebelumnya, pada Selasa (28/5/2024), 24 jemaah asal Banten terjaring aparat Saudi dalam pemeriksaan di Masjid Bir Ali. Mereka ketahuan mau berhaji dengan menggunakan visa ziarah. Setelah diperiksa, 22 jemaah dibebaskan karena dianggap sebagai korban. Sedangkan dua orang, yang merupakan koordinator, ditahan otoritas Saudi.

Yusron menjelaskan, 22 jemaah itu kemudian dideportasi dengan menggunakan Garuda Indonesia, Sabtu (1/6/2024). Ke-22 jemaah tersebut bebas dari hukuman dan denda, karena aturan pengetatan baru efektif 1 Juni. Namun, untuk hukuman cekal tetap berlaku. Mereka dilarang berkunjung ke Saudi selama 10 tahun.

Mendekati puncak haji, pemeriksaan visa haji pun semakin ketat. Ada lima titik check point (pos pemeriksaan) yang dibuat Saudi di pintu masuk Makkah. Tiga titik dari arah Madinah, dua titik dari arah Jeddah.

"Kalau dari Jeddah ke Makkah ini ada dua (check point). Pertama di Shumaisi, kedua di daerah Zaidi," terang Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Nasrullah Jasam.

Nasrullah menerangkan, pemeriksaan ini "tidak kenal bulu". Dirinya, yang merupakan Ketua PPIH, juga selalu diperiksa. Nasrullah selalu dicek karena dirinya keluar masuk Makkah.

"Hampir tiap hari saya ke Makkah. Itu di Shumaisi ada check point rutin dari Pemerintah Arab Saudi. Tasreh (surat izin) masuk Makkah, itu bukan hanya diperlihatkan kertasnya saja, tapi dicocokkan dengan alat yang mereka punya," terangnya.

Jika surat izin yang dibawa itu sesuai dengan hasil deteksi alat petugas, baru bisa lewat menuju Makkah. Jika tidak cocok, maka biasanya akan dibelokkan ke luar area itu.

Jadi, kami pun yang di Arab Saudi, ketika masuk ke Makkah, mendapatkan pemeriksaan yang cukup ketat. Tiap hari diperiksa," terang Nasrullah.

Untuk jalur Madinah-Makkah, check point ada di tiga titik. Yaitu di daerah setelah Dzul Hulaifah (Masjid Bir Ali), pertengahan jalur Madinah-Makkah, dan di daerah Al-Jumum.

"Kalau dari Madinah, malah sejak ngambil Miqat di Bir Ali sudah dicek. Belum lagi nanti beberapa check point, mungkin kalau nggak salah ada tiga," jelas dia.

Menyusul deportasi 22 jemaah asal Banten, Kementerian Agama (Kemenag) kembali mengingatkan masyarakat yang akan berhaji untuk memastikan visa yang dimiliki adalah visa haji. Menurut Anggota Media Center Haji Kemenag Widi Dwinanda, ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji bukan visa ziarah.

Pertama, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi).

Haji dengan visa mujamalah populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. "Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK),” terang Widi.

Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji.

Ketiga, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan, haji dengan visa non haji atau tidak prosedural itu sah, tetapi cacat dan pelakunya berdosa. Keputusan ini menjadi salah satu hasil musyawarah pengurus Syuriyah Nahdlatul Ulama yang digelar Selasa, 28 Mei 2024.

Untuk fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi, kata Widi, ada empat alasan yang disampaikan. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada syariat Islam. Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.

Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah. Kempat, haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab, kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jemaah, tetapi meluas pada jemaah lain. Menurut fatwa tersebut, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin, dan berdosa bagi yang melakukannya karena melanggar perintah pemerintah.

“Bahkan, Pemerinah Saudi telah menetapkan sanksi berhaji tanpa visa dan tasreh resmi,” tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo