TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Ditoto Dito

Oleh: Dahlan Iskan
Jumat, 05 Juli 2024 | 11:00 WIB
Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

SERPONG - Di antara bandara baru inilah yang paling teratas: Bandara Dhoho, Kediri.

Saya ke bandara kemarin. Tidak untuk terbang. Hanya ingin melihat --untuk pembaca Disway.

Tujuan utama saya sebenarnya adalah ke Pare. Di kota Kabupaten Kediri berdiri Panji Corporate University. Milik Pemda.

Sejak dua tahun lalu. Anda sudah tahu siapa bupati Kediri: Hanindhito Himawan Pramono. Anda juga sudah tahu siapa ia: anak Pramono Anung, Sekretaris Kabinet saat ini.

Panji mengundang saya. Para pegawai negeri di sana diharuskan untuk selalu menambah pengetahuan melalui Corpu Panji.

"Sejak ada Panji nilai ASN di sini naik dari 55 menjadi 82," ujar Wakil Bupati Kediri, Dewi Mariya Ulfa.

Dia lulusan Fakultas Elektro Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya tahun 2005. Dulunya pengurus pusat IPPNU, pelajar putri NU, sekarang ketua Fatayat Kediri, pemudi NU.

"Masih di Fatayat?" tanya saya.

"Masih ketua," jawabnya.

"Apakah kamu ingin menjadi seorang Muslim?" tanya saya lagi.

"Masih bisa pakai parfum. Kalau udah pakai minyak angin baru Muslimat," jawabnya bercanda.

Saya baru tahu sekarang ada guyon seperti itu: bau minyak telon itu IPPNU. Bau parfum itu Fatayat NU. Bau minyak angin itu Muslimat NU.

"Apakah akan digandeng lagi oleh Dito?"

"Saya mengalir saja," jawabnya.

Di Kediri memang melekat banyak sekali baliho. Bunyinya: Kediri Ditoto. Maksudnya: Ditoto oleh Dito. Dito maju lagi.

Panggilan itu adalah Hanindhito Himawan Pramono. Dia masih sangat muda. Waktu pemilihan pertama adalah usianya yang baru 29 tahun.

Memang Panji Corpu-lah yang mengundang saya, tapi apa salahnya mampir ke bandara. Tak terbayangkan Kediri punya bandara. Besar pula. Jaraknya hanya dua jam dari bandara Juanda. Dua jam lagi dari bandara Solo.

Itu karena Kediri punya pabrik rokok besar Gudang Garam. GG-lah yang membangun bandara itu. Dengan investasi sebesar Rp 13 triliun.

Saya tidak tahu bagaimana cara menghitung pengembalian investasi sebesar itu. Anda juga tahu: bandara sulit mendatangkan keuntungan. Terutama untuk jangka pendek. Apalagi di sebuah kabupaten.

Pasti ada tujuan non komersial yang mulia: membangun daerah. Yakni dimana GG dilahirkan dan dibesarkan.

Dengan bandara itu bisa juga nilai asetnya langsung meningkat. Terutama tanahnya yang begitu luas. Lebih dari 500 hektar. Di pusat kota Kediri.

Tetapi aset masyarakat di sana jauh lebih luas lagi. Nilai-nilainya juga ikut naik. Terutama tanah di puluhan desa di sekitar bandara. Bisa jadi mereka tiba-tiba menjadi kaya -- meskipun mereka tidak merasakannya, kecuali jika menjual tanah mereka.

Perjalanan kemari dari Surabaya saya lewat tol arah Solo. Keluar di Kertosono, dekat Masjid Moeldoko. Lalu lewat jalan lama arah ke kota Kediri yang padat truk itu.

Begitu memasuki Kota Kediri kami belok kanan. Melintasi jembatan sungai Brantas. Lalu belok kanan lagi, mengarah ke jalan menuju Nganjuk. Lalu belok kiri, lewat jalan kampung yang sudah diaspal dan dilebarkan.

Keluar dari jalan kampung itulah kawasan bandara mulai terlihat. Luas sekali. Dengan infrastruktur yang menyerupai bandara internasional.

Kesimpulan saya: ini adalah bandara besar yang baru mulai dibangun. Landasannya pun langsung dibuat 3.300 meter. Lebih panjang dari landasan bandara Juanda Surabaya. Jelaslah Dhoho bukan bandara yang "tumbuh" dari kecil, dulu baru kelak diperbesar.

Jalan kampung itu pun sementara. Sekarang sedang dibangun jalan tol. Dari Kertosono menuju Tulungagung. Melewati sisi bandara Dhoho. Jika tol sudah mengoperasikan posisi bandara pun sangat strategis.

Di sisi Kediri terbentang tanah untuk jalan tol itu sudah selesai. Tinggal yang di daerah Nganjuk. Ruas Kertosono-Kediri akan rampung lebih dulu. Disusul Kediri Tulungagung.

Waktu saya tiba di Bandara Dhoho, pesawat Citilink baru saja mendarat dari Jakarta. Jam 08.20 kembali terbang ke Jakarta. Tiga kali seminggu: Senin, Rabu, Jumat. Selalu penuh.

Sebentar lagi Super Air Jet terbang ke Balikpapan: Selasa, Kamis, Sabtu. Terus bertambah.

Saya jadi ingat Kertajati. Jadi dioperasikan langsung mati.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo