Kemenkes Siapkan Sanksi Bagi Rumah Sakit Yang Klaim Fiktif BPJS
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyiapkan sanksi tegas, bagi rumah sakit (RS) yang melakukan klaim fiktif kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sanksi itu diharapkan memberi efek jera, agar fraud alias kecurangan tersebut tak terulang
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkes Murti Utami mengatakan, pihaknya sudah berkolaborasi bersama BPJS Kesehatan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terjun langsung ke lapangan.
Mereka akan melakukan investigasi dan memverifikasi ulang data-data yang diduga fiktif.
“Terkait pelaku fraud, sanksinya sudah diatur di Permenkes Nomor 16 Tahun 2019,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta, dikutip Sabtu (27/7/2024).
Bagi RS yang terbukti secara sengaja membuat klaim fiktif, maka izinnya bisa dicabut Kemenkes.
Murti memastikan, untuk memberikan efek jera, sanksi tak hanya menyasar RS sebagai fasilitas kesehatan. Pelakunya secara individu pun akan dijatuhi sanksi.
“Track record mereka akan tercatat dalam sistem kami. Tentu ada pembekuan kredit poin sampai pencabutan izin praktik pelaku fraud tersebut,” tutur Murti.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menuturkan, individu yang melakukan kelebihan klaim harus mengembalikannya ke BPJS Kesehatan atau ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Untuk mencegah terjadinya hal serupa, Kemenkes berharap Pemerintah Daerah (Pemda) turut melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di wilayah masing-masing.
“Sanksi bagi personal yang terbukti terlibat adalah pemberhentian pengumpulan satuan kredit profesi (SKP) hingga pencabutan izin praktik,” terang Nadia kepada Redaksi.
Adapun dugaan kecurangan atau fraud terkait klaim fiktif (phantom billing) dan manipulasi diagnosis atas klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ditemukan di 3 RS swasta di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Nadia mengatakan, saat ini kasus dugaan klaim fiktif tersebut masih diusut.
“Memang penugasannya sudah jelas. Jadi misalnya harus pelanggaran atau dana yang sudah diterima kemudian penjatuhan kepada rumah sakit atau pada oknum yang melakukan klaim fiktif ini pasti segera ditindak Kemenkes,” tegasnya.
Kemenkes juga akan melakukan penguatan Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) di tingkat provinsi untuk meningkatkan proses verifikasi.
Selain itu, Kemenkes akan memberikan kesempatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) yang diduga melakukan phantom billing dan manipulasi diagnosis untuk melakukan koreksi dan mengembalikan kerugian negara ke BPJS Kesehatan. Mereka diberi waktu enam bulan.
“Bersama-sama kita menjaga dananya agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri,” tandas Nadia.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, tim pencegahan dan penanganan kecurangan atau fraud menemukan klaim fiktif (phantom billing) pada layanan fisioterapi dan manipulasi diagnosis atas operasi katarak di 3 rumah sakit swasta.
Kasus klaim yang dilakukan 3 rumah sakit ini sebanyak 4.341 kasus pada layanan fisioterapi, tetapi hanya 1.071 kasus yang memiliki catatan rekam media.
“Sehingga kasus yang diduga fiktif sebanyak 3.269 kasus,” beber Pahala Nainggolan, belum lama ini.
Kemudian, pada manipulasi diagnosis atas operasi katarak di 3 rumah sakit dengan sampel sebanyak 39 pasien, hanya 14 pasien yang sesuai diagnosis.
Di tiga rumah sakit swasta tersebut, kasus phantom billing atau diduga klaim fiktif atas layanan fisioterapi sebanyak 75 persen dari total kasus, atau senilai dengan Rp 501,27 juta.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengaku sudah berusaha keras untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam penyelenggaraan layanan BPJS Kesehatan.
“Namun ini masih ada rumah sakit dan oknum melakukan dugaan fraud,” sesalnya.
Dia mengungkapkan, adanya temuan fraud yang dilakukan oleh oknum RS ini terkait manipulasi diagnosis dan Tindakan hingga pemalsuan klaim.
BPJS Kesehatan melakukan verifikasi dan audit terhadap klaim yang diduga fraud.
Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati menjelaskan, BPJS Kesehatan memiliki beberapa lapis (layer) verifikasi untuk memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku.
Verifikasi dilakukan di tahap awal, pasca-pembayaran (verifikasi pasca-klaim/VPK), dan audit administrasi klaim (AAK).
Pengelolaan klaim berlapis ini untuk memastikan pembiayaan dibayarkan tepat kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)/RS.
“Tentu mengandalkan sistem informasi yang mumpuni. Ini menunjukkan keseriusan kami dalam proses verifikasi klaim agar efektif dan tepat guna,” ujar Lily.
TangselCity | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 21 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu