TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Polarisasi Isu SARA Jelang Pemilu, Masyarakat Tangerang Diminta Cerdas

Laporan: Siti Humaeroh
Rabu, 22 Juni 2022 | 16:02 WIB
Ilustrasi Pemilihan Umum (Pemilu). (Ist)
Ilustrasi Pemilihan Umum (Pemilu). (Ist)

TANGERANG - Menjelang kontestasi Pemilu yang akan diselenggarakan pada Februari 2024 mendatang, seringkali terjadi polarisasi isu yang berimbas kepada persepsi masyarakat. Dengan begitu, Pengamat Politik Kota Tangerang, Munadi meminta agar masyarakat cerdas dalam menghadapi isu-isu yang nanti akan dibangun selama masa kontestasi.

Munadi turut menyampaikan bahwa polarisasi tercipta biasanya berasal dari beberapa calon-calon yang saling bersaing satu sama lain secara politik. Sehingga, polarisasi persepsi tersebut dibangun untuk dapat menguntungkan si calon ataupun untuk merugikan lawan politik.

“Ketika calon tertentu ingin menang, maka dia membunuh secara politik calon lain kan, maka disitulah terjadi polarisasi, terjadi gap kan,” ujar Munadi kepada Tangselpos.id, Rabu, (22/6/2022).

Salah satunya terkait isu agama, ia melanjutkan bahwa isu terkait agama sudah lama terjadi setiap kali menjelang Pemilu. Tidak hanya pada tahun 2019, namun dari tahun-tahun sebelumnya juga sudah ada.

“Ini kan polarisasi terkait agama bukan hanya di 2019, tapi sudah dari dulu, cuma kan kemarin kuat lantaran efek DKI di peristiwa 212, salah satunya dari situ isu SARA ini kan muncul,” sambungnya.

Menurutnya, polarisasi yang terjadi bukan hanya tanggung jawab dari pada penyelenggara sebab mereka sifatnya hanya formatif menjalankan Undang-undang. Akan tetapi, lebih terhadap calon dan partai politik yang terlibat di dalamnya.

“Polarisasi kan kalau penyelenggara kan normatif mereka hanya hanya melaksanakan UU, yang ada di polarisasi partai politik, masyarakat dan juga media yang ikut berperan menyebarluaskan informasi,” jelas Munadi.

Meski menurutnya, untuk mengkritik pemerintah memang merupakan tugas daripada partai politik dan parlemen. Akan tetapi, ketika hal itu menjadi konsumsi publik maka akan dapat mempengaruhi persepsi publik.

“Kalau dia sekedar mengkritik kinerja pemerintah ya itu memang kerja partai politik, tugas parlemen dan segala macamnya, tapi ketika itu menjadi konsumsi publik dan masyarakat terpengaruh, nah itu takutnya kan melahirkan sikap, misalnya merusak, dan ujaran kebencian,” tutur Pengamat Politik itu.

Lanjut Munadi, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) hanya dapat mengawasi secara normatif yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017. Namun tidak dapat mengatur hal-hal rinciannya secara teknis, terlebih dalam media sosial.

“Misalnya tadi yang diawasi oleh Bawaslu adalah akun-akun yang didaftarkan ke KPU, dan Bawaslu mengawasi. Kemudian yang tidak terdaftar kan belum ada yang mengawasi, maka di sini perlu adanya regulasi,” tegasnya.

Dengan demikian, adanya polarisasi maka perlu adanya kesadaran masyarakat agar jangan sampai terbawa arus terlebih mengenai isu yang dibangun selama menjelang Pemilu 2024.

“Ini yang saling terkait satu sama lain, jadi perlu kesadaran, masyarakat juga jangan sampai terbawa arus,” tuturnya.

Menjawab hal itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang, Agus Muslim menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang berusaha untuk bekerjasama dengan pihak-pihak Ormas atau LSM, dan masyarakat untuk dapat mengatasi celah-celah yang terjadi di media sosial.

“Yang ramai itu kan di media sosial, jadi sampai terdampak tatanan arus bawah, kemudian gap ini kita atasi melalui kerjasama dengan ormas-ormas atau LSM, sehingga gap yang terjadi di media sosial dapat diminimalisir,” tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo