TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Belenggu Kemiskinan dan Rekonstruksi Upaya Politik

Oleh: Maichel Firmansyah
Minggu, 19 Maret 2023 | 07:17 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

Kemiskinan menurut Hall dan Midgley adalah kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat.

Menurut BPS (2016) kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi, materi dan fisik untuk mencukupi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang di ukur dengan pengeluaran. Substansi kemiskinan pada esensialnya adalah situasi individu yang kehilangan akses dari sumber-sumber kehidupan seperti sandang, pangan, papan, layanan kesehatan dan pendidikan.

Kemiskinan bak belenggu yang tak pernah lepas dari rakyat, menjadi momok yang menghantui pikiran rakyat Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pemerintah melalui BPS telah melakukan pendataan jumlah penduduk miskin setiap tahunnya, tepatnya di bulan Maret dan September.

Pemetaan penduduk miskin dilakukan untuk mengetahui jumlah penduduk miskin di Indonesia, tetapi hal itu tidak cukup dengan kalkulasi semata, sebab Indonesia begitu luas dan permasalahan kemiskinan juga bukan saja dari banyaknya jumlah penduduk, tetapi juga menyangkut pada lokasi tempat orang miskin berada dan bagian yang tersulit yaitu mengidentifikasikannya.

Belum lagi, angka penduduk miskin di Indonesia yang tersedia baru hingga kota/kabupaten yang dirilis setiap tahunnya oleh badan pusat statistik (BPS).  Pendataan tersebut tidaklah cukup untuk mengetahui lokasi dari warga miskin berada hingga tingkat wilayah terkecil seperti desa atau kelurahan.

Ketersediaan data, mengetahui lokasi dari warga miskin sampai ke desa atau kelurahan, mengidentifikasikan kemiskinan adalah salah satu upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk memudahkan dalam membuat kebijakan pengentasan kemiskinan.

Pemerintah Indonesia diberikan wewenang dalam mengelola sumber daya alam (SDA) Indonesia demi dan untuk kepentingan rakyat. Sewajarnya pemerintah bisa memberikan sebuah formulasi dalam mengatasi belenggu kemiskinan yang melanda. Hal tersebut telah tertuang dan diatur pada pasal 33 ayat (3) undang-undang dasar 1945 di mana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pemerintah sebagai badan yang bertanggung jawab untuk menuntaskan belenggu kemiskinan yang merupakan masalah utama negara Indonesia.

Karakteristik kemiskinan Indonesia

Jika dilihat berdasarkan karakteristik kemiskinan, ada beberapa kategori kemiskinan yang dibagi kepada 5 bagian, yaitu : kemiskinan relatif, kemiskinan kultur, kemiskinan struktural, kemiskinan absolut dan kemiskinan situasional (natural). Kategori ini ditentukan melalui segi kemiskinan itu di klasifikasikan. Menurut penulis,  penyebab kemiskinan ini ada semua pada rakyat, tetapi yang paling bisa kita lihat penyebab kemiskinan bisa terjadi oleh dua hal, pertama karena kebudayaan (culture) masyarakatnya yang memiliki sikap malas, tidak semangat, pilih-pilih kerja dan lainnya, yang menjadi penyebab pelestarian kemiskinan di dalam masyarakat.

Kedua, kemiskinan struktural yang bisa terjadi lantaran struktur sosial yang ada membuat masyarakat tidak dapat menguasai sarana ekonomi dan fasilitas secara merata (ketimpangan), artinya hanya beberapa orang tertentu yang dapat menggunakannya akibat tidak adanya egalitarianisme pada rakyat.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melalui kegiatan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang berlangsung pada Maret dan September setiap tahunnya, mencatat bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2020 tercatat sebanyak 26,42 juta orang. Jumlah Penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2020 sebesar 27,55 juta. Pada Maret 2021 jumlahnya penduduk miskin Indonesia mencapai 27,54 juta orang, sedangkan Jumlah penduduk miskin pada September 2021 sebesar 26,50 juta orang.

Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang. Telah terjadi penurunan angka kemiskinan pada Indonesia, sebesar 0,34 juta orang terhadap bulan September 2021. Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022. Kendati demikian, Jumlah warga miskin Indonesia saat ini hari ini tetap selalu tinggi karena masih kuatnya ketimpangan dan sulitnya pendataan, susahnya mengidentifikasikan kemiskinan dan menentukan lokasi warga miskin.

Adanya Covid-19, yang melanda dunia 2 tahun belakangan telah memberikan efek domino bagi Indonesia pada berbagai aspek, terkhusus aspek sosial, keuangan, dan ekonomi yang sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Terjadinya Covid-19 berindikasi pada meningkatkannya angka kemiskinan rakyat sebagai kausalitas (sebab-akibat) dari kebijakan pemerintah untuk tetap di rumah, menjaga jarak dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Krisis perubahan Iklim yang melanda dunia juga menyebabkan pola perubahan cuaca yang begitu cepat dan mengganggu stabilitas alam yang normal. Hal ini menimbulkan berbagai risiko yang mengancam kehidupan manusia. Krisis perubahan iklim berdampak buruk bagi Indonesia dan menyebabkan bertambahnya kemiskinan masyarakat karena gagal panen akibat kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman yang meningkat lantatan perubahan iklim. Sulitnya melaut karena cuaca yang tidak menentu.

Perbuahan iklim juga mengubah arus laut dan menyebabkan pengasaman laut hingga menurunkan hasil tangkap ikan. bahan produksi menjadi langka, Kedua bencana ini melanda berbagai negara dunia yang berimbas pada terganggunya supply dan demand dan memperburuk kondisi ekonomi negara. 
Solusi pemerintah

Secara global bank dunia memperkirakan bahwa pandemi ini akan menghapus capaian dalam pemberantasan kemiskinan pada tiga tahun terakhir. Dan akan membuat 176 juta orang terlempar dalam kemiskinan baru. Sebelum memang kemiskinan terjadi pelonjakan, pemerintah Indonesia melakukan berbagai macam antisipasi untuk menurunkan laju dari kemiskinan yang berpotensi meningkat akibat Covid-19.

Diantaranya, yaitu : menambah anggaran untuk bantuan sosial (Bansos), bantuan pangan nontunai (BNPT), dan PKH sebesar Rp 203, 9 triliun, pemerintah juga mendanai Kartu Prakerja masyarakat sebesar Rp 20 triliun, memberikan subsidi untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Serta penempatan dana pemerintah pada sektor perbankan sebagai bantuan untuk para pelaku usaha.

Pada masalah krisis perubahan iklim, Pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk mengatasinya dengan mengeluarkan undang-undang nomor 16 tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change. Pemerintah juga menetapkan penurunan gas rumah kaca (GSK) dalam NDC Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan bisa disebut sebagai rekonstruksi upaya politik dengan mengeluarkan suatu kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat menahan laju dari peningkatan angka kemiskinan. 

Indonesia setiap tahun mengalami kenaikan triwulan ekonomi 5-6%, namun angka kemiskinan selalu tetap stagnan sekalipun Indonesia mengalami kenaikan ekonomi. Menurut penulis, Hal itu terjadi karena ketimpangan yang dialami oleh rakyat dalam mendapatkan kesempatan menggunakan sarana ekonomi dan fasilitas secara merata terhadap rakyat miskin. Alhasil, jumlah penduduk miskin Indonesia selalu berfluktuasi sehingga tidak ada penurunan yang signifikan terjadi.

Rekonstruksi upaya politik

Banyak faktor yang menyebabkan rakyat sulit untuk terbebas dari belenggu kemiskinan yang melanda. Sulitnya lowongan pekerjaan, kualitas SDM yang lemah, kurangnya inovasi, tingginya harga produk, ketimpangan, sulitnya akses, kurang egalitarianisme menjadi salah satu faktor dari beberapa faktor penyebab kemiskinan.

Rekonstruksi adalah upaya pembangunan kembali terhadap kondisi masyarakat dengan menggunakan program jangka menegah dan jangka panjang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Kemiskinan selalu berkorelasi dengan aspek ekonomi, budaya, sosial, struktural dan politik.

Kelima aspek ini begitu mempengaruhi kesempatan seseorang untuk berdaya dan memperoleh akses bagi kebutuhan dasarnya.

Upaya politik menurut penulis sangat urgen untuk mengatasi kemiskinan karena berkaitan dengan pemerintah tentang bagaimana negara di atur, strategi atau cara pemerintah membuat aturan, dan hukum untuk memperbaiki masalah yang terjadi pada masyarakat melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan yang muncul sebagai produk dari politik yang datang dari pemerintah harus menjadi pendobrak dari belenggu kemiskinan yang melanda rakyat karena selama ini pembangunan ekonomi hanya berfokus pada elite yang memerintah (governing elite) dan elite tidak memerintah (non-governing elite).

Kebijakan pemerintah saat mengatasi kemiskinan rakyat harus mendata penduduk hingga lokasi terkecil seperti desa atau kelurahan, kemudian mengetahui lokasi dari warga miskin, dan mengidentifikasikan kemiskinan yang dialami, lalu membuat sebuah kebijakan yang sesuai dan benar-benar dibutuhkan oleh rakyat agar belenggu kemiskinan bisa bebas dari rakyat.

Pemerintah juga memberikan kesempatan yang sama dengan mengedepankan egalitarianisme dalam pembangunan ekonomi negara.(*)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo