TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Tersangkakan Bupati & Anggota DPR Dari NasDem

KPK, Teri-teri Lama-lama Jadi Kakap

Laporan: AY
Rabu, 29 Maret 2023 | 09:58 WIB
Bupati Kapuas dan Istrinya ketika berada di kantor KPK. (Ist)
Bupati Kapuas dan Istrinya ketika berada di kantor KPK. (Ist)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus unjuk gigi usai disentil tidak pernah menangkap kakap dalam kasus pemberantasan korupsi. Kemarin, lembaga yang dipimpin Firli Bahuri itu resmi menahan Bupati Kapuas Ben Ibrahim S.

Bahat dan istrinya yang merupakan anggota DPR dari Fraksi NasDem, Ary Egahni dalam perkara menilep duit anak buahnya. Meskipun yang ditangkap masih kelas teri, tapi kalau banyak lama-lama bisa jadi kakap.

Penangkapan Ben dan Ary menambah panjang daftar “pasien” KPK yang berstatus sebagai suami istri (pasutri). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyunat duit anak buahnya yang diklaim sebagai pembayaran utang.

Selain itu, pasutri itu juga disinyalir menerima suap dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintahan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Termasuk dari beberapa pihak swasta.

“Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama, mulai tanggal 28 Maret 2023 sampai 16 April 2023 di Rutan KPK,” sebut Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.

Dijelaskan Johanis, dalam proses pemerintahan di Kapuas, Ary Egahni turut menyetir suaminya dalam mengambil kebijakan. Lewat perintah itu, pihak-pihak swasta yang ingin mendapatkan proyek harus menyetorkan sejumlah uang.

Tak sampai situ, Ary yang merupakan anggota Komisi III DPR itu juga memerintahkan Kepala SKPD menyetor uang dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Pemkab Kapuas.

Uang tersebut kemudian digunakan untuk biaya operasional Ben Brahim saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas dan pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah. Termasuk untuk biaya kampanye Ary Egahni dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019.

“Besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar lembaga survey nasional,” jelas Johanis.

Sebelumnya, KPK juga melakukan penyidikan terkait korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meski sudah ada tersangkanya, KPK belum mau buka mulut. Alasannya, alat buktinya belum cukup.

Kegiatan KPK yang berturut-turut ini merupakan buntut dari sentilan Ketua Dewan Pengawas (Dewas), Tumpak Hatorangan Panggabean. Tumpak mengkritik KPK era Firli Bahuri yang dianggap lebih banyak menangani kasus kelas teri dibanding kasus kakap.

"Kasus-kasus yang kita beri nama dulu ‘the big fish’. Itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK,” kata Tumpak di kanal YouTube KPK, berjudul Kenal Lebih Dekat Ketua Dewas KPK.

Terkait kritik itu, anggota Komisi III Fraksi PDIP, Johan Budi Sapto Prabowo membela KPK. Dia tidak setuju jika tempat kerja lamanya disebut hanya menangani kasus kelas teri.

Mantan Juru Bicara KPK periode 2006 sampai dengan 2014 ini mengatakan, sepanjang tahun 2022 KPK juga mengusut kasus korupsi kelas kakap.

Bahkan ada sejumlah Menteri yang ditangkap. Sebut saja, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo.

“Jadi tidak benar juga kalau disebut cuma kepala daerah yang ditangkap. Karena ada juga Menteri dan anggota DPR,” sebutnya.

Johan menambahkan, KPK lebih banyak melakukan OTT karena itu tindak lanjut dari laporan masyarakat yang masuk ke bagian pengaduan masyarakat.

Ketika ditindaklanjuti, kata Johan, KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan kasusnya ke tahap penyidikan.

Tidak jarang, lewat kegiatan OTT tersebut, KPK berhasil mengembangkannya ke ranah korupsi. Bukan hanya suap dan gratifikasi.

“OTT itu kan basisnya bukti, jadi tidak bisa mengada-ngada. Kalau dia (KPK) dapat bukti, ditindaklanjuti,” jelasnya.

Ketika ditanya apakah kasus teri yang banyak ditangani KPK lama-lama bisa jadi kakap, Johan menjawab diplomatis.

“Intinya KPK tidak bisa memilih (kasus) ini itu,” pungkasnya.

Di dunia maya, penangkapan pasutri ini rame jadi perbincangan warganet.

"Terjadi lagi. Suami istri dalam 1 sel penjara,” cuit @ivansiregar18.

“Suami istri lebaran di Sel,” timpal @fadheelugu.

“JAHAT BANGET SUAMI ISTRI INI,” samber @kangdede78.

Akun @BennyKeef menilai perbuatan keduanya sudah di luar nalar. Sebab, sebagai pejabat publik dan kepala daerah, tentunya sudah punya pendapatan dan tunjangan yang cukup. Sehingga tidak seharusnya memotong uang pegawainya.

“Apresiasi tetap harus diungkapkan pada @KPK_RI yang sudah menangkap pasangan suami istri koruptor,” cuitnya.

Akun @JBrotoo ikut berkomentar, dia bersyukur Ben Brahim S. Bahat dan Ary Egahni ditangkap KPK. Lantaran permainan keduanya terlalu kejam.

“Akhirnya dikerangkeng juga orang ini, parah banget mainnya, terlalu mencolok banget. Mana istrinya terlalu dominan ikut mengatur pekerjaan suaminya yang jadi kepala daerah,” rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo