Kasus Ketua KPK Naik Heli Di Bareskrim
Dua Tahun Penyelidikan Hanya Periksa 5 Orang
JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berkali-kali memperpanjang Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) dugaan gratifikasi helikopter Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Namun tak juga meningkatkan penanganan perkara ini ke penyidikan.
Selama dua tahun menanganilaporan kasus ini, ternyata penyidik hanya memeriksa lima orang.
Hal itu terkuak dalam sidang praperadilan penanganan perkaraini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho mengatakan telah membaca jawaban dari Bareskrim atas gugatan praperadilan ini
Kurniawan mengemukakan, secara formil perkara ini memang belum dihentikan. Perkara ini sudah berjalan 2 tahun sejak Indonesian Corruption Watch (ICW) melapor ke Bareskrim pada 3 Juni 2021.
“Jawaban resminya itu mengatakan hanya memeriksa lima orang. Kemudian berdasarkan bukti yang dihadirkan hanya berupa surat perintah penyelidikan dan surat perintah tugas. Artinya, sebenarnya mereka berniat atau nggak dalam menangani perkara?” ujar Kurniawan usai menyerahkan kesimpulan praperadilan, Jumat (26/5).
Pihaknya sudah menduga Bareskrim akan memberikan jawaban bahwa pengusutan masih berjalan. Tapi hal itu hanya formalitas saja.
Lewat gugatan praperadilan ini, pihaknya ingin mengetahui keseriusan penanganan perkara ini. “Karena apapun ceritanya, jangan sampai pimpinan lembaga negara bisa seenaknya mendapatkan gratifikasi, kemudiandia dapat melenggang kangkung enak tidak diperiksa segala macam, tidak ditahan, tidak dipidana,” kata Kurniawan.
Pada sidang sebelumnya dengan agenda pembukikan, Bareskrim menyerahkan 14 bukti Sprinlidik dan Surat Perintah Penugasan (Springas) penanganan laporan dugaan gratifikasi Ketua KPK.
Dalam gugatan praperadilan ini LP3HI meminta hakim tunggal Afrizal Hadi menyatakan Bareskrim tebang pilih dalampenanganan laporan dugaan gratifikasi Firli.
“Sebab perkara lain telah menjalani pemeriksaan dan telah melimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU),” demikian materi gugatan.
LP3HI meminta hakim memerintahkan Bareskrim agar melanjutkan penyidikan atas laporan ICW dan menetapkan Firli sebagai tersangka tindak pidana gratifikasi.
Dugaan gratifikasi ini awalnya dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada 24 Juni 2020.
Firli dinilai telah melanggar kode etik, karena menunjukkankemewahan saat melakukan kunjungan pribadi dengan menggunakan helikopter.
Dewas KPK kemudian melakukan sidang etik yang memutuskan Firli terbukti melanggar kode etik. Dewas memberikan sanksi ringan dengan berupa teguran tertulis kepada Firli.
Firli menerima putusan Dewas. “Saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman,” kata Firli pada Kamis (24/9/2020).
Pada 3 Juni 2021, ICW melaporkan Firli ke Bareskrim atas dugaan penerimaan gratifikasi penggunaan helikopter untuk kunjungan pribadi.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan menemukan ada perbedaan harga sewa helikopter yang dilaporkan Firli kepada Dewas KPK dengan tarif sebenarnya. Kepada Dewas KPK, Firli mengatakan tarif sewa helikopter Rp 7 juta per jam belum termasuk pajak.
ICW menemukan tarif sewa per jam sekitar US$ 2.750 (sekitar Rp 39 juta). Jika ditotal, Rp 172 juta yang harus dibayar. Adanya selisih Rp 141 juta itu, menurut Wana, patut diduga merupakan penerimaan gratifikasi atau diskon.
Apalagi, ungkapnya, perusahaanpenyedia sewa helikopter yang digunakan Firli adalah PT Air Pasifik Utama (APU), dimana salah satu komisarisnya pernah menjadi saksi di kasus dugaan suap pengurusan izin proyek Meikarta. Perbuatan Firli, dianggap memenuhi unsur Pasal 12 B Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. (RM.id)
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu