Sistem PPDB Zonasi Kudu Dievaluasi Total
Abdul Fikri Faqih: Sistem Zonasi Telah Makan Banyak Korban
JAKARTA - Presiden Joko Widodo tengah mempertimbangkan penghapusan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah negeri.
Karena, banyak keluhan masyarakat mengenai sistem penerimaan siswa berdasarkan kedekatan rumah dan usia calon siswa sekolah negeri itu.
Sistem PPDB saat ini, seperti diketahui, berbeda dengan sistem sebelumnya. Berdasarkan sistem sebelumnya, penerimaan siswa berdasarkan nilai ujian nasional, atau ujian berstandar daerah. Bukan berdasarkan kedekatan rumah calon siswa dengan sekolah. Bukan pula berdasarkan "persaingan" umur, sehingga yang lebih muda tersingkir. Sehingga, muncul istilah kalah umur.
Seiring itu, Presiden memperhatikan apakah akan mengganti sistem PPDB yang berdasarkan zonasi dengan sistem lain. "Dipertimbangkan,” kata Presiden Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (10/8).
Namun, Pemerintah tidak mau terburu-buru. Sebelum sampai pada keputusan, Pemerintah akan mengkajinya terlebih dahulu. “Akan dicek secara mendalam dulu, plus minusnya,” tandas Jokowi.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, penghapusan sistem zonasi tidak perlu dilakukan. "Tapi, harus ada evaluasi total terhadap sistem PPDB saat ini," tandasnya.
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Satriwan Salim.
Jika sistem zonasi pada PPDB dihapus, apakah Anda setuju?
Saya tidak bisa bilang setuju atau tidak, bagus atau tidak. Karena, rekomendasinya adalah evaluasi total sistem zonasi ini. Jangan sampai merugikan calon peserta didik baru atau orangtua murid. Kasihan mereka.
Rekomendasi evaluasinya seperti apa?
Catatan Komisi X DPR terkait hal itu, adalah evaluasi total. Nanti akan kelihatan kelemahannya apa saja. Karena, kita tahu, sistem zonasi ini banyak korban.
Apa saja itu?
yang rumahnya dekat, tapi beda wilayah pemerintahan. Jadi, diterima atau tidak, ada afirmasi. Kemudian, pakai radius. Itu ternyata bermasalah juga di kota-kota tertentu, di daerah-daerah tertentu yang mengikuti aturan rencana tata ruang dan wilayah. Ini kan belum ada jawaban yang komprehensif. Sehingga, munculah itu kartu keluarga palsu. Ada kartu keluarga yang diisi 10 orang. Bahkan, ada yang sampai 40 orang.
Selain itu?
Pemerataan kualitas pendidikan tidak dilakukan. Baik gradenya, tahapannya.
Apa dampaknya?
Kalau tidak adil, maka orang akan berebut ke sekolah yang dari dulu sekolah itu berkualitas. Artinya, tidak akan ada perkembangan perbaikan di dunia pendidikan, khususnya jalur pendidikan formal.
Bagaimana sebaiknya?
Mau pakai sistem zonasi, mau tidak sistem zonasi, filsafat pendidikan ini seperti orang naik kereta kencana yang ditarik banyak kuda.
Apa maksud perumpaan kereta kencana?
Kereta kencana tidak tergantung pada kuda yang paling kuat, standarnya kuda yang paling lemah. Artinya, standar-standar pendidikan itu harus bisa dijalankan di Jakarta, di Aceh bisa dijalankan, di Papua bisa dijalankan.
Jadi, seperti kereta kencana yang ditarik banyak kuda, standar pendidikan bisa dijalankan bersama. Sehingga, boleh saja kalau kesimpulannya PPDB sistem zonasi dihapus. Tapi, bukan itu jawabannya.
Lalu detailnya seperti apa?
Hasil evaluasinya seperti apa, dihapus kalau hasil evaluasinya seperti apa, atau nanti terapinya seperti apa untuk persoalan-persoalan yang terjadi.
Misalnya?
Seperti adanya sogokan, domisili bodong, fasilitas sekolah, pemerataan kualitas guru. Sehingga, akhirnya bukan sama rupa sama rasa, tapi mengangkat bersama. Andaikan kemarin yang favorit hanya satu sekolah sehingga jadi rebutan, tahun berikutnya ada lima yang favorit, tahun selanjutnya bisa 10 dan seterusnya.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu