Bansos Salah Sasaran, Negara Rugi Rp 523 M Per Bulan
KPK Panggil Kemensos
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan banyak bantuan sosial (bansos) salah sasaran. Akibatnya, negara dirugikan ratusan miliaran setiap bulan dalam penyaluran bansos.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, ada ratusan ribu penerima bansos yang ternyata berpenghasilan cukup.
Angka itu merujuk ke data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang didapat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK).
“Keluarlah data-data ini bahwa ada 493 ribu ternyata penerima upah di atas upah minimum provinsi atau daerah. Artinya dia terindikasi sebenarnya menerima upah, dia bekerja, menerima upah,” kata Pahala di gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (5/9).
Salah sasaran penerima bansos ini mayoritas terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
Pahala mengatakan, 493 ribu penerima bansos salah sasaran itu lalu disandingkan dengan data Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hasilnya, ada puluhan ribu ASN yang menjadi penerima bansos.
“Ternyata kita temukan sekitar 23,8 ribu itu memiliki pekerjaan sebagai ASN,” ujarnya.
KPK lalu melakukan perhitungan mengenai 493 ribu bansos yang salah sasaran tersebut. “Kita hitung sekitar Rp 523 miliar per bulan karena salah kasih ke orang yang sebenarnya tidak tepat,” ujar Pahala.
Sementara hasil perhitungan bansos yang diterima ASN mencapai Rp 140 miliar per bulannya. Pahala mengatakan data bansos salah sasaran itu akan diperbaiki dalam satu bulan ke depan oleh instansi terkait.
“Orang miskin nggak dapat, orang kaya malah dapat. Itu aja penyakit bansos,” kata Pahala.
KPK juga mengungkapkan modus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang memanfaatkan penerima bansos. Nama penerima bansos dicatut sebagai pemilik atau komisaris perusahaan. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
“Pengurus perusahaan yang didaftarkan ternyata dicek di lapangan dia hanya seorang cleaning service atau ART. Betul mereka miskin, tetapi dipinjam namanya untuk dicatut namanya sebagai komisaris atau pengurus perusahaan,” jelasnya.
KPK tengah mempelajari pencucian uang yang diduga mencatut nama penerima bansos tersebut. “Model pencucian uang kan begitu, seolah-olah perusahaan itu dimiliki orang lain untuk menyamakan hasil kejahatan,” ujar Marwata.
KPK meminta kepala daerah menyaring warganya sebagai penerima bansos. Semakin banyak warga yang menerima bansos menunjukkan kepala daerah itu gagal mengentaskan kemiskinan.
“Jadi bukan bagaimana sebanyak-banyaknya memasukkan data penduduk sebagai penerima bansos, apalagi tahun depan tahun politik. Masukkan saja semua biar dapat bansos, itu kan konyol,” kata Marwata.
Dalam pertemuan dengan KPK ini Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengakui masih banyak bansos yang salah sasaran.
Pihaknya mencoba memperbaiki kesalahan data penerima bansos. Kementerian Sosial (Kemensos) mewajibkan daerah selalu memberikan data terbaru penerima bansos tiap bulan.
“Misalnya bulan ini memang dia bukan PNS tapi bulan berikutnya (jadi) PNS, makanya untuk antisipasi itu update data harus satu bulan,” ujar Risma.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 14 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu