Bentrok Di Rempang Jadi Sorotan Warganet
BATAM - Dalam dua hari ini, media sosial diramaikan dengan bentrok yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Bentrokan yang melibatkan aparat TNI-Polri dengan warga adat menjadi sorotan warganet. Karena dari berbagai video yang beredar di medsos, bukan hanya orang dewasa, anak-anak sekolah juga ikut jadi korban akibat bentrokan tersebut.
Bentrokan terjadi pada Kamis, 7 September 2023 siang. Pemicunya, aksi warga memblokade Jembatan 4 Barelang. Aksi warga itu dianggap menghalangi aparat gabungan Polri, Satpol PP, dan TNI yang hendak memasang patok pembangunan Rempang Eco City yang jadi proyek strategis nasional.
Proyek pembangunan itu membuat ribuan kepala keluarga terancam direlokasi dari tanah adat masyarakat Melayu, yang turun temurun ditinggalinya. Meski berulang kali meminta pemerintah untuk menggeser lokasi pembangunannya, nyatanya permintaan itu tidak digubris.
Akhirnya masyarakat terdampak melakukan aksi penolakan sejak pukul 09:51 WIB. Ketika tim pengukur lahan datang, warga langsung membentuk barisan di depan jembatan 4 Barelang dan menghadang petugas.
Karena juru ukur tidak bisa masuk kampung, akhirnya kendaraan lapis baja, mobil water canon dan ratusan aparat didatangkan untuk memberi bantuan. Dengan pakaian lengkap anti huru hara, aparat mulai bergerak ke arah warga yang berdiri di ujung jembatan.
Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho mengomando mereka dengan pengeras suara, seraya meminta warga untuk mundur. Tapi, permintaan itu tidak dituruti. Akhirnya, aparat mulai merangsek masuk ke kampung. Aksi itu memicu warga melempari mereka dengan batu dan alat seadanya. Petugas yang terpojok, lantas melakukan tindakan represif dan membalasnya dengan menyiramkan water canon serta menembakkan gas air mata.
Dalam bentrokan itu, banyak warga yang mengalami luka-luka. Dari foto dan video yang beredar, ada seorang kakek yang muka dan kepalanya berdarah-darah akibat dipukul aparat. Ada juga foto seorang bapak-bapak yang terluka dibagian dadanya akibat tertembak peluru karet.
Tak hanya korban luka-luka, warganet banyak yang menyorot soal aksi aparat yang menggunakan gas air mata. Padahal, karena gas air mata, tragedi Kanjuruhan menelan banyak korban jiwa.
Apalagi, karena gas air mata yang ditembakan aparat, dikabarkan banyak anak sekolah yang jadi korban. Bahkan 2 sekolah, yakni SMP 33 Galang dan SDN 24 Galang, terkena dampak akibat tembakan gas air mata yang masuk ke gedung sekolah.
Momen mencekam itu kemudian viral di media sosial, salah satunya diunggah oleh akun X (twitter) @pilokaid. Perekam video tampak berkeliling sekolah untuk memberitahu siswa dan guru agar menyelamatkan diri dengan keluar kelas.
Dalam video itu juga terlihat para guru yang menggandeng muridnya keluar dari kelas. Wajah para siswa terlihat bingung sekaligus takut dan menangis. Bahkan, ada siswa yang pingsan hingga harus dilarikan ke rumah sakit karena terkena efek gas air mata.
Tak hanya berimbas kepada anak sekolah dasar, efek gas air mata juga membuat bayi yang masih berusia 8 bulan pingsan. Momen ini terekam sebuah video, yang memperlihatkan orang tua bayi tersebut berteriak meminta tolong.
Aksi penolakan itu terus berlangsung hingga malam hari, ketika petugas gabungan masih berusaha membujuk warga yang menolak agar tidak anarkis dalam proses pengukuran lahan.
Warga yang menolak, mencoba mengusir petugas dengan berbagai cara. Ada yang menebang pohon-pohon besar hingga menutup jalan, membakar ban di tengah jalan, menggunakan ketapel berisikan batu, melempar batu, bahkan sampai melemparkan bom molotov ke arah petugas.
Hingga kemarin, aparat gabungan masih berjaga di lokasi kejadian. Namun, kondisinya jauh lebih kondusif. Meskipun masih ada penolakan dari masyarakat, tapi tidak terjadi lagi bentrok seperti hari sebelumnya.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, mengungkapkan ada 8 warga yang diamankan dari peristiwa bentrokan tersebut. Namun, pihak kepolisian tak merinci identitas kedelapan warga yang ditangkap tersebut.
Ramadhan menjelaskan, mereka diamankan karena kedapatan membawa beragam senjata saat aksi penolakan berlangsung. Mulai dari ketapel, batu, hingga benda tajam. “Tentunya atas perbuatannya akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Ramadhan di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (8/9).
Ia pun menerangkan, pihaknya terpaksa menembakkan gas air mata untuk membubarkan warga yang menghadang proses pengukuran lahan. Apalagi saat aksi, warga menyerang petugas dengan senjata tajam, ketapel, dan batu.
Namun, Ramadan membantah, bila anak buahnya sengaja melepaskan gas air mata ke sekolah. Kata dia, adanya anak sekolah yang terkena dampak gas air mata, bukan karena adanya tembakan ke arah gedung sekolah. Siswa yang menjadi korban, kata dia, akibat gas air mata yang terbawa angin dan masuk ke sekolah yang lokasinya tidak jauh dari lokasi bentrokan.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, bentrokan yang terjadi di Pulau Rampang bukan imbas dari upaya penggusuran, tapi pengosongan lahan oleh pemegang hak. “Karena secara hak, memang itu akan digunakan oleh pemegang haknya,” kata Mahfud di Jakarta, kemarin.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 16 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu