Jadi Fenomena Gunung Es
Kasus Kekerasan Anak Butuh Solusi Konkret!
JAKARTA - Kasus kekerasan anak di berbagai daerah jumlahnya sangat banyak dan berulang. Kasus tersebut sudah seperti fenomena gunung es.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan, kekerasan pada anak sudah menjadi masalah besar.
Upaya dalam mencegah tindak kekerasan terutama di sekolah telah dibuat Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023.
Regulasi itu berisi tentang Pencegahan Penanganan Perundungan serta Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Kasus kekerasan anak yang tercatat jumlahnya bisa jadi tidak ada separuhnya jika dibandingkan dengan yang tidak terlaporkan di tengah masyarakat. Baik di sekolah maupun lingkungan lainnya.
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana mengatakan, guru dan orang tua atau siapapun yang menjaga anak di rumah memiliki peran penting untuk ikut mencegah kekerasan.
Saat ini, partisipasi mereka yang melindungi anak dalam memberi edukasi untuk dalam hal kekerasan ini masih belum optimal. Kanal pengaduan untuk korban juga bagi sebagian orang masih asing.
Rendahnya pemahaman dan keterlibatan dari para stakeholders kunci menjadi tantangan yang dihadapi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan anak.
“Dalam konteks ini, perlu peningkatan pemahaman dan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Termasuk guru, orang tua dan masyarakat secara umum,” ujar Chatarina dalam Forum Merdeka Barat9 (FMB9) yang bertema ‘Negara Hadir Atasi Darurat Kekerasan Anak’, di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Dalam beberapa kasus, Chatarina menemukan banyak kekerasan kepada anak yang menjadi viral di media sosial.
Karena itu, dibutuhkan langkah-langkah khusus sebagai solusi konkret. Terutama dalam mengatasi hambatan yang sering terjadi.
Yang dilakukan Kemendikbudristek, antara lain kampanye edukasi yang lebih intensif. Tidak hanya kalangan pendidik dan orang tua, tetapi juga masyarakat luas.
Dengan pengetahuan yang lebih baik, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam mencegah kekerasan anak. Serta, melaporkan setiap kasus yang ditemukan, yakni melalui call center SAPA 129 atau menghubungi 08111129129.
Chatarina, guru sebagai agen utama dalam membentuk karakter anak-anak memegang peran besar. Karena itu, pelatihan yang berkualitas tinggi perlu diberikan kepada para pendidik.
Menurutnya, yang terpenting adalah peran dari orang tua yang harus terus didorong untuk terlibat secara aktif dalam pemantauan keamanan anak-anak dan melaporkan setiap kejadian yang mencurigakan.
Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah pada Agustus 2023, Pemerintah telah mendirikan satuan tugas (satgas) di daerah.
Langkah ini diikuti dengan pembentukan tim di setiap sekolah, yang dibantu dengan berbagai bimbingan teknis (bimtek) untuk pelaksanaan yang lebih efektif.
Chatarina mengatakan, saat ini telah terbentuk tim satgas di 27 persen sekolah di seluruh Indonesia. Hanya saja, dia mengakui bahwa masih ada tantangan agar program ini dapat berjalan maksimal.
Terutama, pandangan atau stereotip di berbagai daerah bahwa kekerasan anak merupakan hal wajar bagian dari pendidikan.
Beberapa masih menganggap kekerasan sebagai bagian dari pendidikan anak, terutama melalui sanksi fisik yang dianggap sebagai metode disiplin,” ucapnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyebutkan sejumlah regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak sebetulnya sudah cukup komprehensif.
Hal tersebut bisa untuk menciptakan ekosistem yang kondusif menekan terjadinya kasus kekerasan terhadap anak.
Menurut Ai, setidaknya dalam 5 tahun terakhir, Pemerintah menerbitkan sejumlah aturan. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
“Namun, KPAI melihat ada gap, mulai upaya dalam regulasi dan aksesibilitasnya ini. Seperti lebih menguatkan sentra-sentra rehabilitasi. Mau tidak mau negara harus hadir,” jelasnya.
Data KPAI menunjukkan bahwa pengaduan kasus perlindungan anak sepanjang Januari sampai September 2023 mencapai 1.800 kasus, terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).
Adapun sepanjang 2022, pihaknya mencatat sebanyak 2.133 kasus kekerasan terhadap anak
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 11 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu