Prabowo-Gibran Akan Menambah Kementerian Urusan Maksi Gratis
JAKARTA - Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mulai membahas wacana penambahan kursi menteri dalam kabinetnya. Salah satu yang diusulkan adalah kementerian yang fokus mengurus program maksi alias makan siang gratis.
Makan siang gratis merupakan salah satu program unggulan Prabowo-Gibran saat kampanye Pilpres 2024. Agar program ini bisa langsung ngegas, akan dibentuk kementerian yang mengurus soal maksi.
Selain Maksi, Prabowo-Gibran juga akan membentuk pos kementerian baru. Sehingga diprediksi jumlah kementerian yang ada di kabinet Prabowo-Gibran mencapai 40 kementerian.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menilai penambahan nomenklatur kementerian pada pemerintahan mendatang adalah sesuatu yang bagus. Sebab, Indonesia adalah negara besar yang butuh bantuan banyak pihak agar pemerintahan bekerja optimal.
Menurutnya, penambahan kursi menteri merupakan hak prerogatif Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Namun, dia menepis anggapan penambahan itu sebagai upaya mengakomodasi kepentingan politik.
“Tantangan kita besar, target-target kita besar. Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang, berkumpul dalam pemerintahan, sehingga jadi besar,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Di tempat terpisah, Gibran menyebut pihaknya masih melakukan kajian untuk penambahan sejumlah Kementerian/Lembaga baru dalam Pemerintahannya. Wali Kota Solo ini mengatakan, berapa jumlah maupun detailnya akan disampaikan langsung oleh Prabowo Ketika sudah selesai dibahas.
Meski begitu, Gibran memberi sinyal salah satu kementerian yang dibahas berkaitan dengan program makan siang gratis. Apalagi, program itu merupakan unggulan visi-misi Pemerintahannya ke depan.
“Belum pasti masalah kementeriannya, tunggu dulu. Masih dibahas dan digodok,” ujar Gibran di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/5/2024).
Putra sulung Presiden Jokowi ini mengatakan, keberadaan Kementerian urusan maksi itu cukup signifikan. Terlebih lagi, anggaran yang dibutuhkan untuk mengeksekusi program makan siang gratis sangat besar. Berkisar di angka Rp 400 triliun tiap tahunnya.
“Kenapa harus dibuat kementerian sendiri, ya karena program ini melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah. Logistiknya juga tidak mudah, monitoring juga tidak mudah,” paparnya.
Di sisi lain, Gibran menginginkan agar program makan siang gratis dapat berjalan baik untuk jangka panjang dan dampaknya bisa dirasakan langsung oleh seluruh warga Indonesia, jika generasi mudanya punya gizi seimbang. “Kami ingin program ini benar-benar bisa impactfull,” pungkasnya.
Setelah acara peresmian Indonesia Digital Test House di Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5/2024), Presiden Jokowi ikut merespons wacana penambahan Kementerian tersebut. Namun, mantan Gubernur Jakarta ini enggan komentar panjang lebar. Menurutnya, urusan itu sebaiknya ditanyakan langsung kepada Prabowo.
“Kalau kementerian yang akan datang ya tanyakan dong kepada presiden terpilih, tanyakan kepada presiden terpilih, tanyakan kepada presiden terpilih,” ujarnya.
Ketika disinggung, apakah ikut memberikan masukan kepada Prabowo dalam pembentukan Kabinet. Jokowi juga enggan menjawab gamblang. “Enggak, enggak, enggak. Enggak tanya ke saya,” singkatnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai kementerian yang saat ini berjumlah 34 merupakan bentuk ideal. Sebab, pembentukannya telah melewati kajian mendalam.
Meski begitu, Ma’ruf menyerahkan urusan pembentukan kabinet kepada Presiden terpilih. Terpenting, pembentukan kabinet sesuai dengan kebutuhan. “Kalau ada keperluan mungkin bisa lebih dari itu,” kata Ma’ruf di Grand Sahid Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Senada, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai jumlah kementerian saat ini tidak perlu ditambah. Apalagi, menurutnya, wacana penambahan menteri sampai 40 orang cukup kental nuansa politiknya.
“Itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, bukan zaken kabinet, tetapi kabinet yang lebih politis,” kata pria yang akrab disapa JK di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (7/5).
Politisi senior Partai Golkar ini kemudian menjelaskan, dalam pemerintahan yang terpenting bukanlah menambah jumlah menteri. Namun, menerangkan apa saja yang mau dikerjakan Presiden terpilih selama masa pemerintahannya.
Oleh karena itu, JK menyarankan Prabowo menjelaskan lebih dulu mengenai program-programnya ke depan, apakah bisa diterapkan ke dalam kementerian yang sudah ada atau tidak.
“Dari program baru disusun organisasinya, bukan organisasinya dulu yang diisi. Dari programnya, baru disusun organisasinya. Kalau organisasi itu dibuat 40, ya silakan. Kalau cukup 34-35, ya kan bisa digabung sebenarnya,” pungkasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Hamdan Zoelva mengatakan, penambahan jumlah kursi menteri tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Sebab, ada aturan yang perlu diubah lebih dulu. “Harus mengubah UU Kementerian Negara lebih dahulu,” ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menjelaskan, memperbanyak jumlah kursi hanya membebani APBN. Meskipun, Hamdan mengakui pembentukan kementerian adalah wewenang presiden. Namun, perlu pertimbangan dan efektivitas. Jangan hanya mengutamakan akomodasi politik.
“Presiden hanya boleh mengubah kementerian baik karena penggabungan maupun pemisahan dengan pertimbangan DPR,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro menilai Prabowo Subianto memang butuh banyak kursi atau jabatan untuk mengakomodir kepentingan partai politik dan kelompok pendukungnya pada Pilpres 2024.
Menurutnya, ada tiga kanal yang harus dipenuhi Prabowo. Pertama, memberi jatah kepada para loyalis dan organisasi yang membantu pemenangan. Kedua, kuota untuk partai politik. “Baik dari koalisi maupun luar koalisi di Pilpres 2020,” sebutnya.
Kanal terakhir, kata Agung berasal dari kalangan profesional yang menurutnya sangat dibutuhkan untuk mengeksekusi kebijakan-kebijakan tertentu. “Mulai para ahli dengan pengalaman jam terbang tinggi, profesional karir, dan guru besar demi menginjeksi ruh Zaken Kabinet,” ujarnya.
Disinggung soal penambahan kementerian urusan maksi, Agung menilai tidak diperlukan. Sebab, urusan penayluran dan eksekusinya bisa ditangani oleh beberapa Kementerian yang sudah ada.
“Nggak perlu, karena bisa melekat ke Kemenko Perekonomian atau Kementerian Pendidikan. Bisa juga Kementerian Kesehatan,” pungkasnya
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu