TangselCity

OLIMPIADE PARIS 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Puncak Musim Kemarau Juli-Agustus

Indonesia Bakal Alami Musim Kemarau Basah

Oleh: Farhan
Minggu, 26 Mei 2024 | 11:11 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, puncak musim kemarau terjadi pada Juli-Agustus 2024. Di saat bersamaan, Indonesia juga berpotensi dilanda fenomena La Nina. Akibatnya, musim kemarau diiringi meningkatnya curah hujan.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena La Nina, akan menyebabkan curah hujan tinggi tahun ini. Menurut dia, fenomena itu berbanding terbalik dengan peris­tiwa sebelumnya, Indonesia dilanda El Nino atau musim kering parah.

“Akhir Maret lalu, BMKG sudah mengeluarkan prakiraan musim. Diprediksi, musim ke­marau mulai bertahap, tidak seketika. April, sebagian kecil wilayah Indonesia memasuki kemarau, hingga akhirnya Juni nanti sebagian besar wilayah Indonesia memasuki ke musim kemarau. Puncaknya, Juli atau Agustus,” ujar Dwikorita dalam Konferensi Pers World Water Forum ke-10 di Bali, Kamis (23/5/2024).

Lebih lanjut, dia menjelaskan, kemarau yang terjadi pada 2024 sebagian besar dalam kategori normal. Sekitar 9 persen wilayah mengalami musim kemarau yang lebih kering, dan 10 persen wilayah mengalami musim ke­marau lebih basah.

Soal dampak kekeringan aki­bat kemarau, lanjut Dwikorita, lebih rentan terjadi di pulau-pulau kecil di bulan Juli-Agustus 2024. Karenanya, dia mengin­gatkan perlunya kewaspadaan terhadap risiko yang terjadi, seperti kekurangan pasokan air dan kebakaran hutan.

“Upaya antisipasi melalui manajemen sumber daya air yang terintegrasi, menjadi hal yang dibutuhkan dalam meng­hadapi puncak musim kemarau. Pasca kemarau, peluang La Nina masih mungkin terjadi, tapi itu bisa meleset karena datanya masih kurang,” imbuhnya.

Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin menyatakan, situasi waspada La Nina telah dinyatakan resmi oleh Biro Meteorologi Australia (Bureau of Meteorology Australia/ BoM). Menurut dia, La Nina sudah ditetapkan oleh BoM Australia pada bulan ini.

“Berdasarkan data kami, La Nina hanya terjadi di sebagian Sumatra dan Kalimantan. Kalimantan bagian tengah dan timur akan mengalami kemarau basah. Sementara Jawa, selama Mei-September sebagian besar mengalami musim kemarau yang normal dan cenderung minim hujan,” jelas Erma.

Dia mengimbau, masyarakat, khususnya petani di wilayah Jawa, mengantisipasi potensi itu dalam mempertimbangkan jenis tanaman yang akan ditanam. Erma mengatakan, tanaman palawija merupakan tanaman pangan yang tepat, untuk dita­nami pada musim tersebut.

Probabilitas La Nina lemah hingga sedang terjadi selama musim kemarau. Namun, untuk mengetahui kenapa La Nina han­ya melanda sebagian Sumatra dan Kalimantan, masih butuh kajian. Kemungkinan karena daerah konvergensi antar-tropis atau ITCZ berada di utara ekua­tor,” urai dia.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) men­gatakan, pihaknya telah meny­iapkan pompanisasi atau proses mengairi lahan pertanian dengan cara memompa air dari sungai, sumur, atau sumber air lainnya, untuk daerah pertanian kering menghadapi musim kemarau.

“Bagi lahan pertanian di dae­rah daerah tadah hujan, daerah-daerah kering yang terkendala air sudah disiapkan pompanisasi,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementan, Suwandi.

Selain dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sam­bung dia, pompanisasi atau pemberian bantuan mesin pompa air untuk kelompok tani, juga dilakukan pemerin­tah daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab).

“Sekitar 20 persen Dana Desa, dialokasikan untuk ketahanan pangan. Karenanya, sinergi atau saling mengisi di saat kemarau, diharapkan dapat membuat pet­ani tetap bisa berproduksi den­gan teknik budidaya hemat air, benih tahan kekeringan, dan air dengan pompa baik dari sungai maupun sumur yang disiapkan,” tutur Suwandi.

Di media sosial X, banyak netizen yang mengaku bingung dengan musim kemarau yang diiringi cuaca hujan. Sebab, di sejunlah negara, musim kemarau diperparah dengan cuaca panas dan kekeringan.

Akun @Lefocacce mengatakan, anomali iklim maupun cuaca sangat membingungkan. Karenanya, masyarakat harus bisa menyesuaikan diri dengan iklim dan cuaca. “Sekarang udah nggak ada lagi musim hujan atau kemarau. Kalau lagi El Nino ya kering terus, kalau lagi La Nina ya hujan terus,” ujarnya.

Akun @zuebex menyatakan, musim kemarau saat ini akan dibarengi dengan hujan. Bahkan, kata dia, tahun ini sebagian wilayah Indonesia tidak mengal­ami musim kemarau. “Wilayah ekuator sebelah utara diprediksi jauh lebih basah. Bahkan, dipre­diksi tanpa kemarau,” imbuh­nya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo