TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Industri Tekstil Harus Diselamatkan, Barang Impor Serbu Pasar Dalam Negeri

Laporan: AY
Minggu, 14 Juli 2024 | 13:09 WIB
Demo ratusan karyawan pabrik Tekstil. Foto : Ist
Demo ratusan karyawan pabrik Tekstil. Foto : Ist

JAKARTA - Senayan ingatkan Pemerintah menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Pasalnya, banyak industri tekstil lokal gulung tikar lantaran diserbu barang impor.

Senayan ingatkan Peme­rintah menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Pasalnya, banyak industri tekstil lokal gulung tikar lantaran diserbu barang impor.

Anggota Komisi VII DPR Hendrik Halomoan Sitompul mengatakan, Kementerian Ke­uangan (Kemenkeu), Kemen­terian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Perindus­trian (Kemenperin) perlu duduk bareng bersama para pelaku industri mengatasi masalah ini. Karena, beberapa kementerian seolah berlomba memasuk­kan barang impor dengan dalih pemasukan buat negara.

"Kami sangat berempati deng­an kondisi industri tekstil hari ini. Kita banyak baca di me­dia, turun semua (produktivitas tekstil). Akhirnya tenaga kerja kena PHK (pemutusan hubun­gan kerja) dan menjadi korban semuanya," kata Hendrik, di Jakarta, kemarin.

Dia meyakini, tingkat penye­lundupan tekstil di Indonesia termasuk luar biasa dengan ban­yaknya pelabuhan di Indonesia. Pelabuhan-pelabuhan inilah yang kemudian menjadi pintu masuk barang tekstil resmi maupun tidak resmi. Karena itu, tiga ke­menterian ini, yakni Kemenkeu, Kemendag, dan Kemenperin ha­rus bekerja sama untuk mengha­lau barang impor dan selundupan ini masuk ke Indonesia.

"Pintunya ini di Bea Cukai (Kemenkeu). Apa pun regulasi yang dibuat oleh (Kementerian) Perdagangan, kalau Bea Cukai tidak bisa tegak lurus, ya susah juga," ujar politisi Fraksi De­mokrat ini.

Dia khawatir, banjir produk impor tekstil ini karena tidak selarasnya kebijakan di tiga ke­menterian tersebut. Terutama di Kemenkeu yang menjadi pintu masuk barang impor masuk ini melalui Bea Cukai.

"Saya hanya khawatir, Bea Cukai mau meningkatkan pendapatannya (ke negara), dia masukkan semua barang (impor tekstil) ini. Akhirnya industri kita kolaps semua," sebutnya.

Dia mengingatkan, regulasi harusnya mampu menjaga ke­seimbangan terhadap barang impor yang masuk ke Indone­sia. Kementerian/lembaga ini diminta bersinergi membangun kolaborasi yang baik, dengan tentunya melibatkan stakehold­ers terutama pengusaha. Tidak boleh demi upaya meningkatkan pendapatan negara, industri di dalam negeri gulung tikar.

"Nggak bisa sendiri-sendiri ngurus industri itu. Selama tiga stakeholder ini tidak duduk sama, saya tidak berharap banyak in­dustri Indonesia bisa maju. Pasti semua (ada) egosentrisnya. Saya mau meningkatkan pendapatan. Saya mau mengatur perdagang­an. Ini kan susah," tegasnya.

Dia juga berharap, agar Peme­rintah mau mendengar masukan dari para pelaku usaha tekstil di dalam negeri. Sebab, banjir barang tekstil impor berujung PHK dan gulung tikarnya pelaku usaha ini juga tidak lepas dari adanya kebuntuan komunikasi antara stakeholders, terutama dengan pelaku usaha.

Dia menegaskan, Fraksi Demokrat siap mengawal dan melakukan kerja-kerja melindungi industri dalam negeri untuk tumbuh dan berkembang dengan subur di Indonesia. "Tidak boleh kita biar­kan terus seperti ini. Saya sangat prihatin sekali dengan tenaga kerja kita. Jangan gara-gara mau meningkatkan pendapatan negara, industri kita turun. Itu tidak baik," pungkasnya.

Sementara, anggota Komisi VII DPR Andi Ridwan Wittiri menilai, pesatnya industri tek­stil bahkan otomotif di China karena negara tersebut benar-benar memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengahnya atau UMKM. "Di China, kalau bikin motor, bannya dibikin di rumah si B, peleknya di rumah si C, engine-nya di rumah si A, oleh Pemerintah diakomodir jadi satu. Jadi, Pemerintah di China itu mengakomodir UMKM, masyarakat kecil," katanya.

Makanya, dia melihat kasus pe­malsuan di China itu sama sekali tidak ada. Sebab, pemerintahnya hadir memberikan perlindungan kepada pelaku usahanya. Ini tidak terjadi di Indonesia.

"Saya pernah melihat ada orang bikin Levi's. Begitu dia bikin Levi's, dia pakai merek lain. Be­soknya, didatangi polisi, ditang­kap. Pemalsuan," ujarnya, prihatin.

Makanya, dia berharap para pelaku pertekstilan ini bisa mengakomodir pelaku UMKM. Ini sekaligus mencegah terjadinya pemalsuan produk dari UMKM. "Supaya mereka dapat rezeki juga. Kemudian produk-produk yang masuk dari China itu bisa bersaing dengan produk­si kita sendiri," harapnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo