Indonesia Mau Jadi Raja Baterai Listrik
JAKARTA - Indonesia bakal memiliki pusat penelitian untuk baterai kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) di Morowali, Sulawesi Tengah. Pusat riset ini dibangun untuk menggapai mimpi Indonesia menjadi raja baterai kendaraan listrik
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pembangunan pusat penelitian ini merupakan langkah Pemerintah untuk mendorong Indonesia menjadi pemimpin di industri baterai kendaraan listrik.
“Saya rasa Indonesia benar-benar ingin menjadi pemimpin di bidang EV. Kita bergerak dari hulu ke hilir. kita akan memiliki pusat penelitian sendiri,” kata Luhut dalam acara International Battery Summit 2024 di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Eks Menko Polhukam ini menjelaskan, Pemerintah juga telah membangun industri daur ulang baterai listrik di Morowali. Industri tersebut dapat mendaur ulang dan mengekstrak 99,5 persen nikel dari baterai bekas, baik dari motor maupun mobil listrik.
“Ini bagian yang sangat penting dari industri hijau. Indonesia ingin melakukan, dari pusat penelitian ini, melompati industri kita sendiri,” tuturnya.
Terkait dengan rencana pembangunan pusat riset ini, Luhut mengungkapkan, Pemerintah telah mengirim sekitar 42 anak muda Indonesia untuk belajar di China.
Dikirimnya 42 anak muda dari berbagai universitas ini dilakukan untuk mendapatkan gelar di industri. Sebagian dari mereka melakukan penelitian.
Tidak hanya itu, ada beberapa peneliti dari China yang mengundang mahasiswa untuk datang dan bergabung dalam penelitian khusus di Morowali.
Luhut bilang, inilah terobosan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
“Sekali lagi, lompatan melalui industri, melalui penelitian, sangat-sangat penting,” tegasnya.
Luhut menambahkan, setelah berhasil memproduksi baterai listrik di dalam negeri, pasar yang disasar adalah Afrika.
Dibidiknya Afrika sebagai pasar untuk baterai EV Indonesia tidak terlepas dari menanjaknya populasi di benua tersebut pada 2045.
Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, lonjakan permintaan baterai hingga 70 persen pada 2023 jadi tantangan sekaligus peluang untuk Indonesia.
Menurutnya, pengembangan industri baterai di Indonesia perlu mempertimbangkan dampaknya pada lingkungan.
“Lonjakan permintaan ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi negara-negara seperti Indonesia,” ungkapnya.
Shinta menilai, penting untuk mempertimbangkan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat dalam mengelola bahan baku baterai.
Salah satunya, dengan memastikan sirkulasi di dalam industri pengolahan, memaksimalkan efisiensi, dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Shinta menegaskan, pengolahan baterai harus mempertimbangkan kondisi lingkungan. Hal ini salah satu upaya untuk menjaga Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Industri baterai domestik sangat penting untuk menarik investasi dengan menunjukkan keberadaan ekosistem baterai Indonesia dari produksi hingga daur ulang,” ujarnya.
Dia meminta semua pihak dapat berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang ideal. Terutama, menangkap peluang di industri kendaraan listrik khususnya baterai.
Kolaborasi ini penting untuk mengembangkan inovasi, pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan mendorong sebuah lingkungan untuk perkembangan teknologi berkelanjutan.
Kadin berkomitmen mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045. Salah satunya dilakukan dalam bentuk peta jalan dalam mencapai target Indonesia Emas 2045.
Adapun, dalam peta jalan tersebut menggambarkan komitmen Kadin terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia. Komitmen itu untuk mendukung ekonomi hijau dan berkelanjutan.
“Usaha kami dikaitkan dengan tujuan negara untuk mencapai emisi net zero pada tahun 2060 melalui transisi energi dan pengembangan ekosistem EV yang komprehensif, termasuk baterai,” ucapnya.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, baterai kendaraan listrik masih bergantung pada bahan baku nikel.
Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, kata Yannes, perlu melakukan terobosan besar dalam memanfaatkan cadangan nikelnya yang berlimpah. Tidak hanya diekspor, Indonesia disebut perlu membangun industri baterai lokal yang kuat.
“Dengan permintaan global untuk baterai berbasis nikel yang masih kuat, Indonesia dapat terus menjadi pemasok utama nikel untuk pasar global sekarang dan masa mendatang,” katanya
TangselCity | 11 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 14 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu