Pilkada Jakarta, Pro Kontra Coblos 3 Paslon
JAKARTA - Muncul gerakan Anak Abah Tusuk 3 Paslon, di media sosial.
Anak Abah adalah sebutan bagi pendukung Anies Baswedan. Gerakan ini pun menguat di tengah persaingan tiga bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPUD Jakarta) Wahyu Dinata menjelaskan, dalam Undang-Undang Pilkada, tidak terdapat ketentuan untuk tidak memilih semua calon.
Memang, kata dia, dalam konteks pemberian hak pilih di negara lain, dikenal konsep NOTA atau None of The Above yang memungkinkan pemilih menunjukkan ketidaksetujuan terhadap semua calon di surat suara. “Tindakan untuk mencoblos semua calon, akan menjadikan suara tidak sah,” ujar Wahyu kepada Redaksi, Selasa (10/9/2024).
Dia menegaskan, suara tidak sah ini justru menjadikan suara pemilih menjadi tidak bermakna. “Padahal, salah satu harapan penyelenggaraan pemilihan adalah, menjadikan suara masyarakat bermakna,” tambahnya.
Wahyu mengungkapkan, Pilkada DKI Jakarta ini adalah pesta rakyat. Ibaratnya pesta, kata dia, disajikan menu pilihan, warga bisa memilih sesuai selera dan kesukaan masing-masing.
“Tentu disayangkan, kalau kita bisa memilih menu yang disukai, tapi didorong untuk menjadikan pilihan tersebut tidak bermakna dengan menjadikan suara kita tidak sah,” sesalnya.
Namun, dia meyakini warga Jakarta adalah pemilih rasional yang akan berpartisipasi aktif menggunakan hak pilihnya dengan bertanggung jawab, dan memastikan pilihannya bermakna. Siapa pun yang nanti terpilih, adalah putra-putra terbaik untuk Daerah Khusus Jakarta.
“Sesuai tagline Pilkada DKI Jakarta 2024: Suara Kita, Masa Depan Jakarta,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Pejuang Anies Baswedan, Arini Soemardi menyatakan, wajar jika ada gerakan tersebut. Dia menyebut, gerakan mencoblos semua paslon adalah bentuk kekecewaan.
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Wahyu Dinata.
Bagaimana tanggapan Anda tentang gerakan coblos tiga paslon di surat suara Pilgub Jakarta?
Dalam perspektif kampanye, tidak dapat dibenarkan. Merujuk Pasal 63 Undang-Undang Pilkada, kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab, yang dilaksanakan oleh partai politik dan/atau pasangan calon.
Gerakan ini, bukan merupakan pendidikan politik masyarakat yang bertanggung jawab. Ajakan untuk mencoblos semua, menjadikan pilihan menjadi tidak sah dan tidak bermakna. Dalam konteks representasi politik, hal ini juga tidak dihitung sebagai pilihan, serta tidak menentukan kemenangan calon. Hal ini karena yang dihitung dalam perhitungan suara, hanya total suara sah.
Apakah gerakan ini akan berpengaruh pada hasil Pilkada?
Gerakan ini tidak dilakukan oleh partai politik dan atau pasangan calon peserta Pemilu. Tentu saja hal ini tidak memiliki legal standing dan legitimasi dalam proses penyelenggaraan pemilihan. Lagi pula, kemenangan calon ditentukan oleh berapa pun total suara sah yang dihitung. Dalam konteks Pilkada Jakarta, harus 50 persen + 1 dari total suara sah.
Gerakan ini juga menjadikan suara masyarakat menjadi tidak bermakna, dan bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan Pilkada yang salah satunya menjadikan setiap suara dihitung dan menjadi bermakna.
Ajakan golput dilarang secara aturan, bagaimana aturan dengan gerakan ini?
Jika memenuhi beberapa unsur, di antaranya perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia, baik secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, maka dapat menjadi pidana pemilihan
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 21 jam yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu