Subsidi BBM Harus Sesuai Kemampuan Negara Dan Tepat Sasaran
JAKARTA - Dunia tengah mengalami krisis energi global, termasuk Indonesia. Akibatnya, Pemerintah dihadapkan oleh opsi dilematis: menaikkan harga BBM atau anggaran subsidi. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, landasan pemberian subsidi energi harus tepat sasaran.
Merujuk Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM di Indonesia, dalam ayat 8 disebutkan subsidi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Selain itu, pemberian subsidi juga mempertimbangkan daya beli masyarakat dan ekonomi nasional, sehingga subsidi BBM harus terefleksi kemampuan keuangan negara, memperhatikan daya beli masyarakat, dan harus tepat sasaran.
Pada 2022, Pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun. Saat ini subsidi Pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah Pertalite tersebut akan habis pada Oktober 2022, sehingga perlu adanya tambahan volume BBM subsidi, termasuk subsidi untuk Solar yang volumenya terus mengalami peningkatan.
Subsidi yang besar tidak hanya berdampak bagi negara, tapi juga Pertamina. Kenaikan harga minyak global berdampak signifikan terhadap biaya pokok penjualan (cost of sales & operating expenses) Pertamina, sehingga mengalami kenaikan signifikan mencapai 41 persen.
Dari sudut pandang Pertamina, piutang PSO perusahaan juga relatif besar, yaitu Rp 5,87 triliun sepanjang 2021 sehingga inisiatif pengurangan subsidi dapat mengurangi piutang PSO.
Dewan Energi Nasional (DEN) menyarankan 2 cara kepada Pemerintah agar subsidi BBM tepat sasaran. Yakni skema distribusi tertutup menggunakan aplikasi dan memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang sangat membutuhkan guna menjaga daya beli masyarakat tidak mampu.
DEN sudah memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM, salah satunya dengan cara mempercepat konversi mobil menggunakan listrik atau bahan bakar gas.
Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan BBM impor, DEN juga memiliki rencana untuk meningkatkan campuran BBM penambahan biomassa atau biodiesel.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyebutkan, setidaknya ada 3 cara yang bisa dijalankan pemerintah untuk mengurangi beban subsidi energi.
Pertama, untuk mengurangi kompensasi. Ia menyarankan agar pemerintah menyerahkan urusan penetapan harga kepada Pertamina untuk BBM jenis nonsubsidi Pertamax, Pertamax Turbo, dan di atasnya. Dengan begitu, harga BBM tersebut bisa ditetapkan sesuai dengan harga keekonomian.
Kedua, Pertamina harus membatasi penjualan Pertalite dengan hanya mengizinkan pelanggan yang tepat sasaran untuk bisa membelinya. Namun, rencana BUMN migas mewajibkan aplikasi MyPertamina demi membatasi Pertalite dinilai bakal sulit diaplikasikan di lapangan.
Sebab, kata Fahmy, Pertamina sebelumnya harus menetapkan kriteria penerima BBM bersubsidi dan hal ini akan rumit di lapangan.
"Apalagi penggunaan gawai dan jaringan internet di daerah, apalagi daerah terpencil, terkadang masih sulit," katanya.
Dia mengaku belum tahu persis kriteria penerima subsidi BBM dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 yang sedang dibahas.
"Entah itu berdasarkan CC atau tahun kendaraan, atau harga kendaraan. Sulit sekali menentukan kriteria tadi, dan barangkali bisa beda penafsiran di lapangan," akunya.
Ketiga, menghapus BBM jenis Premium. Saat ini Premium hanya tersedia di luar Jawa, Madura, dan Bali, tetapi jumlahnya konsumsi dan impor subsidinya masih besar.
Kementerian ESDM melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memperkuat peran Pemda dalam pengawasan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.
Dukungan Kemendagri sebagai berikut: Penugasan kepada Pemerintah Daerah terkait verifikasi konsumen pengguna dalam sistem IT Badan Usaha Penugasan. Bantuan untuk melaksanakan pengawasan pendistribusian Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) oleh Pemerintah Daerah.
Bantuan sosialisasi dari Pemerintah Daerah bersama dengan BPH Migas dan PT. Patra Niaga kepada konsumen pengguna. Bantuan untuk harmonisasi data kependudukan yang bisa terintegrasi dengan sistem IT Badan Usaha Penugasan sehingga jumlah kendaraan yang mengkonsumsi JBT dan JBKP dapat dikendalikan. (rm.id)
Olahraga | 13 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu