Sepanjang 2024, Jakarta Digoyang Banyak Bencana
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencatat sepanjang tahun 2024 terjadi 808 kejadian bencana hidrometeorologi di Ibu Kota. Pemprov mengklaim, semua bencana itu sudah berhasil ditangani dengan baik.
Rincian bencana itu, 109 kejadian banjir, 317 kejadian genangan jalan, 13 kejadian angin kencang, 333 kejadian pohon tumbang dan 36 kejadian tanah longsor.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi mengatakan, bencana-bencana tersebut dapat ditangani dengan baik, berkat berbagai pembangunan infrastruktur dan upaya mitigasi yang dilakukan Pemerintah. Menurutnya, dari bencana itu, ada beberapa wilayah yang menjadi langganan genangan atau banjir sejak tahun 2020 hingga 2024. Lokasinya di 21 Kecamatan, 42 Kelurahan, 72 Rukun Warga (RW) dan 198 Rukun Tetangga (RT).
“Kami berterima kasih kepada berbagai pihak yang sudah bekerja keras untuk mengurangi dampak tersebut,” ujar Teguh saat konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Menurut Teguh, Pemprov telah mengantisipasi cuaca ekstrem yang diprediksi terjadi pada Desember ini berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). BMKG memprediksi curah hujan tinggi terjadi pada 7-9 Desember, dengan puncaknya pada 15 Desember lalu.
“Untuk itu, kami sudah melakukan koordinasi dan langkah-langkah preventif,” tambahnya.
Teguh menjelaskan, banjir bisa disebabkan oleh tiga faktor utama. Yakni, luapan sungai, hujan lokal dan rob. Luapan sungai biasa terjadi jika ada hujan lebat di hulu sungai yang mengalir hingga ke Jakarta. Sementara untuk fenomena banjir rob terjadi disebabkan oleh pasang air laut dan penurunan permukaan tanah.
“Kami sedang membangun tanggul pantai sepanjang 39 km (kilometer) untuk mengatasi rob. Tetapi ada sekitar 16,1 kilometer tanggul yang masih belum selesai dibangun,” jelas Teguh.
Selain membangun infrastruktur penanggulangan banjir, Pemprov DKI Jakarta melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengurangi intensitas hujan lebat. Langkah itu diambil setelah Pemprov DKI bersama BMKG mengadakan rapat untuk memitigasi dampak cuaca ekstrem, pada 5 Desember
“Dengan menggunakan teknologi modifikasi cuaca, alhamdulillah, kami berhasil mengurangi intensitas hujan yang diperkirakan turun pada 7-9 Desember. Begitu juga dengan prediksi hujan lebat pada pertengahan Desember. Kami terus memantau dan melakukan upaya-upaya agar banjir besar Jakarta tidak terulang,” ujar Teguh.
Teguh menyebut, permasalahan rob di Jakarta masih menjadi tantangan utama. Tanggul pantai sepanjang 39 km yang seharusnya dibangun untuk menanggulangi rob, belum selesai.
“Sebagian besar sudah dibangun. Namun masih ada sekitar 16,1 km belum selesai, terutama di Muara Angke, Pantai Mutiara dan Ancol Barat,” ujar Teguh.
Teguh menekankan, Pemprov telah mengambil langkah proaktif dalam mengantisipasi dampak rob, melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat, instansi terkait dan masyarakat.
“Setiap kali rob terjadi, kami langsung mengerahkan personel untuk membantu masyarakat terdampak, termasuk melakukan evakuasi jika diperlukan,” kata Teguh.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antar instansi dan edukasi kepada masyarakat untuk menghadapi potensi bencana. Pemprov bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan pihak terkait lainnya selalu siap untuk membantu warga yang terkena dampak bencana.
“Untuk menghadapi potensi banjir dan rob, kami tidak hanya bergantung pada infrastruktur dan teknologi. Tetapi juga mengandalkan sinergi antara Pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak lainnya,” tutup Teguh.
Turun 5-10 Centimeter
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Ika Agustin menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, penurunan muka air tanah di Jakarta cukup stabil dengan rata-rata penurunan mencapai 5 hingga 10 centimeter (cm) per tahun.
Ini menunjukkan bahwa penggunaan air tanah mulai berkurang berkat program zonasi bebas air tanah,” ujar Ika saat ditemui di Balai Kota Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Namun, ia menegaskan penurunan tersebut bervariasi di setiap wilayah, tergantung pada topografi dan kondisi daerah tersebut.
“Di sekitar Pluit, Ancol, Tanjung Priok dan Cilincing, Jakarta Utara, penurunan bisa mencapai 10 cm, meskipun ada juga wilayah yang lebih rendah,” tambahnya.
Terkait laporan ada dua pompa yang tidak berfungsi, Ika menjelaskan, masalah tersebut bukan disebabkan oleh kerusakan pompa, melainkan karena prosedur operasional yang mengatur penggunaan pompa secara bergantian.
“Pompa di Muara Angke memiliki empat pompa stasioner dan tiga pompa mobile. Motor pompa membutuhkan waktu istirahat setelah beroperasi lebih dari 6 jam,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pengoperasian pompa dilakukan berdasarkan level air. Pompa dioperasikan saat air berada di level rendah.
Selain itu, penurunan permukaan air laut juga memengaruhi kinerja pompa. Jika rob berlangsung lebih dari tiga jam, maka pompa membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan pemompaan.
Dalam upaya mengurangi penurunan muka air tanah, Pemprov berkolaborasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk memperluas jaringan perpipaan, guna menyediakan pasokan air bersih bagi masyarakat.
Ika menekankan pentingnya koordinasi antara Pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur mitigasi, termasuk tanggul untuk mengatasi banjir. Tanggul mitigasi diperlukan untuk mencegah limpasan air laut yang bisa menyebabkan genangan.
Melalui langkah-langkah ini, Pemprov DKI berupaya untuk mengatasi tantangan terkait penurunan muka air tanah dan meningkatkan infrastruktur pengendalian banjir di ibu kota.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 9 jam yang lalu
Politik | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu