TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Stop Praktik Menyimpang Pendidikan Dokter

Oleh: Farhan
Editor: Redaksi
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:01 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, kembali menguak sisi gelap pendidikan kedokteran di Indonesia. 

 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani, mendesak agar praktik-praktik menyimpang dalam program pendidikan dokter spesialis dihentikan total.  

“Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia,” ujar Lalu Ari, sapaan akrabnya, Kamis (26/12).

 

Tiga tersangka itu adalah Kepala Program Studi Anestesiologi FK Undip dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anestesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinisial ZYA. 

 

Lalu Ari, sapaan akrab Lalu Hadrian Irfani mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia. Walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

Menurutnya, kasus ini adalah tamparan keras bagi dunia pendidikan kedokteran. Ia menilai, tindakan bullying hingga dugaan pemerasan yang terjadi mencoreng nama baik kampus, terutama yang menyelenggarakan PPDS. 

 

Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!” tegasnya.  

 

Lebih lanjut, ia mengingatkan perguruan tinggi untuk menjadikan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang PPDS sebagai alarm serius. Kajian tersebut mengungkap sejumlah praktik yang memberatkan peserta PPDS, mulai dari biaya tambahan tidak resmi hingga pungutan yang digunakan untuk kebutuhan pribadi dosen, seperti touring motor atau sepeda.  

 

Selain itu, KPK juga menemukan bahwa peserta PPDS kerap dipaksa menunjukkan saldo rekening saat seleksi. Survei KPK mencatat, 58 responden mengaku diminta menunjukkan saldo tabungan mereka, dengan beberapa memiliki saldo hingga ratusan juta rupiah. 

 

Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta.

 

"Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban," tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit