Tewasnya Santri Di Ponpes Gontor
DPR: Selesaikan Secara Hukum
JAKARTA - Senayan prihatin dengan peristiwa kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Darussalam Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pasalnya, tindakan kekerasan tersebut berujung adanya korban jiwa.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mendesak kasus dugaan penganiayaan ini diselesaikan secara hukum dan transparan.
“Sebaiknya pihak pesantren menyampaikan secara transparan dan terbuka tentang peristiwa kekerasan ini,” saran Ace dalam keterangannya, kemarin.
Ace juga meminta agar terduga pelaku dalam kasus kematian santri ini dipidana. Sebab, mekanisme hukum yang berlaku harus diterapkan kepada santri yang diduga menganiaya sesama santri ini.
“Pihak penegak hukum melakukan pengusutan atas peristiwa ini,” ucap politikus Partai Golkar.
Namun demikian, dia meyakini sebenarnya tidak ada budaya kekerasan di Ponpes Gontor yang berujung kepada kematian. “Penegakan disiplin di pesantren pasti dilakukan dengan cara-cara yang lebih edukatif,” imbuhnya.
Anggota Komisi VIII DPR Luqman Hakim berharap Kementerian Agama mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan pada Lembaga Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Peraturan tersebut penting sebagai pedoman lembaga pendidikan agama untuk mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan di dalam lembaganya.
“Saya optimistis dalam waktu dekat regulasi ini akan disahkan dan diberlakukan resmi,” ujar Luqman dalam keterangannya, kemarin.
Lukman mengapresiasi langkah cepat pengasuh Ponpes Gontor yang sudah mengeluarkan santri-santri terduga pelaku kekerasan dan mengembalikan mereka kepada orang tua masing-masing.
Selain itu, permohonan maaf pihak Ponpes Gontor kepada keluarga korban dan masyarakat menunjukkan tekad kuat untuk menghindarkan lembaga pendidikannya kasus serupa.
Politikus PKB itu juga mendorong masyarakat memperkuat kepedulian dan dukungan kepada ponpes di seluruh Indonesia. Dukungan masyarakat itu akan berdampak positif dalam proses pendidikan, sekaligus menempatkan (kembali) pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis keswadayaan masyarakat.
Sehingga, harap Lukman, ponpes akan menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem kemandirian pendidikan masyarakat.
Interaksi sosial yang kohesif dalam ekosistem pendidikan pesantren ini menjadi kultur yang membentengi kemungkinan terjadinya pelanggaran norma sosial, agama dan negara di dalam ponpes.
Terpisah, Kapolres Ponorogo AKBP Catur Wahyu Wibowo mengatakan, korban kasus penganiayaan santri di Ponpes Gontor berjumlah tiga orang. Satu orang telah meninggal dunia dan dua masih menjalani perawatan kesehatan.
“Terduga pelaku dari kalangan santri juga. Untuk terduga pelaku, nanti kita sampaikan lagi karena ini masih dalam proses penyidikan,” ujar Catur dalam keterangannya, kemarin.
Catur mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi dilakukan setelah Ponpes Gontor resmi melaporkan kasus itu ke Polres Ponorogo.
“Sudah ada tujuh saksi yang diperiksa, yaitu santri berinisial RM dan N, serta lima saksi yang terdiri dua dokter dan tiga ustad,” sebut dia.
Sebelumnya AM (17 tahun), santri Ponpes Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur wafat pada 22 Agustus 2022 karena diduga ada tindak kekerasan yang dilakukan kakak kelasnya. (rm.id)
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu