MBG Turunkan Omset Kantin Sekolah?
JAKARTA - Banyak manfaat yang ingin dicapai dari pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG). Selain perbaikan gizi, narasi besar dari program ini adalah swasembada pangan dan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Ibaratnya, program MBG itu hilirnya, maka swasembada pangan hulunya.
Hal itu disampaikan Juru Bicara (Jubir) Badan Komunikasi Kantor Kepresidenan, Dedek Prayudi, saat menjadi narasumber di Podcast Ngegas Rakyat Merdeka yang dipandu Wartawan Siswanto, Senin (13/1/2025).
“Bahan baku dari makan bergizi gratis berasal dari daerah. Sehingga, program ini harus dibarengi dengan kesiapan daerah menyediakan bahan bakunya,” kata Dede.
Politisi yang akrab disapa Uki ini menuturkan, selama sepekan berjalan, program ini sudah berjalan dengan baik. Mulai dari pasokan bahan baku dari BUMDes ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum, proses produksi, distribusi, hingga distribusinya sampai dengan tepat waktu ke penerima manfaat, yakni anak-anak sekolah.
“Kami selalu melakukan monitoring setiap saat. Bila ada kendala, kita langsung turun tangan. Kita bakal langsung investigasi,” tegas Uki.
Uki mengakui, program yang baru berjalan ini memang belum bisa menjangkau ke seluruh sekolah di Indonesia. Mengingat, saat program ini pertama dijalankan, baru 190 SPPG yang siap.
Ia minta semua bersabar. Karena program ini bersifat universal. Tidak semua SPPG sudah siap. Kami terus berusaha agar SPPG yang siap terus bertambah. Makanya dari awal kami menyebutnya bertahap,” ujarnya.
Kenapa harus bertahap? Karena SPPG yang akan beroperasi harus memenuhi 3 standar yang ditentukan pemerintah. Yakni, standar kecukupan gizi, standar kebersihan, dan standar kelola limbah.
“Kalau memang SPPG belum siap, maka sebaiknya jangan dipaksakan. Belum lagi dari kesiapan perangkat desa dan sekolah,” tuturnya.
Apalagi, menjangkau 82,9 juta anak penerima manfaat dari program MBG ini merupakan target jangka panjang. Untuk mencapai target yang dinginkan Presiden Prabowo itu, dibutuhkan waktu 4-5 tahun.
tahun pertama, kita menargetkan antara 17 sampai 20 juta penerima manfaat,” jelasnya.
Selain itu, kesuksesan program MBG ini juga tergantung dari ketersediaan pangan di daerah. Mengingat dalam program MBG ini, bahan baku yang dikirim ke SPPG harus berasal dari daerah, bukan impor. Produksi pangan, baik dari pertanian, perkebunan, peternakan, hingga perikanan harus ditingkatkan.
Maka hulu dari program MBG ini adalah swasembada pangan. Makanya program ini juga tanggung jawab lintas sektoral. Yang urus soal pertanian, perikanan, hingga Kementerian Desa juga harus kerja keras,” ujarnya.
Menurutnya, kalau hulu dan hilir sudah seirama, maka dampak ekonomi akan terasa di daerah. Dalam setahun, pergerakan uang di desa bisa mencapai Rp 8 miliar yang berasal dari pembelian bahan pokok dari petani lokal. Makanya, produksi pangan di daerah harus ditingkatkan.
“Menurut Bappenas, program MBG ini bisa menyumbang 0,8 persen dari pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 ini,” bebernya.
UMKM kurang terserap di program MBG ini. Apa betul? Soal ini, Uki membantahnya. Sebelum program ini diluncurkan, sudah ada 500 UMKM yang terlibat dalam program ini. Mulai dari distribusi hingga pengelolaan limbah dari sisa program MBG.
Sementara, untuk produksi, Uki tak membantah UMKM kecil susah untuk terlibat. Sebab, ada persyaratan yang sulit dipenuhi pelaku UMKM bila ingin menjadi mitra yang menyediakan program MBG. Selain sulit menyiapkan dapur umum mandiri, juga kesiapan pendanaan awal.
Selain itu, melalui program MBG ini juga membuka lapangan pekerjaan baru di daerah. “Di SPPG misalnya. Itu cuma 3 orang dari BGN. Sedangkan 50 orang di SPPG itu berasal dari orang lokal yang dipekerjakan,” ungkapnya.
Namun, Uki tak membantah program MBG ini membuat banyak kantin sekolah mengeluh karena omzet turun. Menurutnya, ini sebenarnya tantangan bagi kantin atau UMKM untuk beradaptasi dari kebiasaan baru ini. Misalnya, mengubah jenis dagangan yang dijual.
“Kalau biasanya kantin jualannya makanan, maka harus mulai beradaptasi untuk menjual di luar makanan berat. Awalnya mungkin sulit, tapi ini harus dijalankan,” ujarnya.
Uki menegaskan, program MBG ini bukan sekedar memperbaiki gizi anak Indonesia saja. Melalui program ini, Pemerintah ingin menciptakan kebiasaan baru di kalangan anak-anak Indonesia.
“Kebiasaan baru yang membentuk karakter anak Indonesia lebih disiplin, kebiasaan untuk mengkonsumsi jajanan yang tidak bergizi, dan menghargai makanan. Ini yang ingin dibentuk,” pungkasnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 13 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 16 jam yang lalu
Pos Tangerang | 17 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu