Menyikapi Komunitas LGBT
JAKARTA - LGBT singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Lesbian ialah komunitas perempuan yang memiliki ketertarikan dan orientasi seksual kepada sesama perempuan atau orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan gender perempuan.
Termasuk transpuan yang tertarik kepada sesama transpuan atau perempuan lain. Transpuan ialah seseorang yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi mendefinisikan dirinya sebagai perempuan.
Gey ialah komunitas laki-laki yang memiliki kertarikan dan orientasi seksual kepada sesama laki-laki atau orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan gender laki-laki.
Termasuk transpria yang tertarik kepada sesama transpria atau yang berjenis kelamin laki-laki lain. Transpria ialah seorang yang berjenis kelamin perempuan tetapi mendefinisikan dirinya sebagai laki-laki.
Biseksual ialah komunitas laki-laki atau perempuan yang kadang tertarik kepada lawan jenis atau sejenisnya.
Transgender ialah komunitas yang memiliki ketertarikan dan orientasi gender (sifat maskulin dan feminin) yang berbeda dari gender yang berkaitan dengan jenis kelamin atau kode genetiknya saat lahir.
Termasuk transgender bagi seseorang yang bisa mendefinisikan dirinya sebagai transgender terlepas dari apakah ia sudah melakukan operasi ganti kelamin atau terapi hormonal.
Komunitas LGBT sering menjadi kontroversi, terutama secara agama dan adat istiadat. Ada di antara mereka memberikan apresiasi sah-sah saja bagi warga yang percaya dan sebagian lagi menolak secara ketat.
Sebagian lagi golongan yang menolak keberadaannya, tetapi tetap dibiarkan hidup untuk menjalani kodrat dan takdirnya sebagai apa adanya. Alasan dasarnya ialah HAM. Setiap individu di dalam negara merdeka seperti di Indonesia menjamin kebebasan para warganya untuk menjalani kehidupan privat yang menjadi pilihan hidupnya.
Sepanjang tidak menyalahi kaedah-kaedah universal dan atau tidak menimbulkan keresahan mayarakat akan keberadaannya maka itu tidak ada masalah. Namun, menjadi masalah jika ada pihak-pihak merasa dirugikan dengan keberadaan anggota LGBT di wilayahnya.
Kontroversi kehadiran LGBT di dalam masyarakat (Indonesia) cukup tinggi, karena sikap dan kelompok pemimpin agama-agama berpandangan hamper serupa dengan tokoh-tokoh adat. Tokoh-tokoh agama dan tokoh adat berdiri dalam barisan yang sama menolak keberadaan komunitas LGBT.
Kelompok agama, bukan hanya dari agama Islam, tetapi juga dari kelompok agama lain, terutama yang yang tergabung di dalam Abrahamic Religion (Yahudi, Nasrani, dan Islam), pada umumnya mereka melihat komunitas LGBT melanggar kodrat alam kemanusiaan yang secara normal hanya memiliki dua atribut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan.
Pendapat lain ada yang lebih meoderat. Mereka memilah keberadaan LGBT sesuai dengan faktor dan kecenderungan yang memotivasi mereka memilih kecenderungan LGBT.
Jika yang memotivasi mereka memilih menjadi komunitas LGBT karena faktor eksternal (non-kodrati), misalnya karena faktor trendy, yang terkait dengan motifasi ekonomi dan popularitas, maka itu yang ditolak oleh mereka.
Sedemikian kompleksnya persoalan LGBT maka pemerintah mau-tidak mau harus amat hati-hati mengambil sikap.
Pemerintah lebih mudah menyerahkan persoalan ini kepada tokoh agama jika yang muncul problem keagamaannya, dan diserahkan kepada tokoh adat/budaya menyelesaikannya jika masalahnya berkaitan dengan adat istiadat atau kearifan local setempat.
Keberadaan komunitas LGBT umumnya bukan merupakan kehendak orisinal mereka tetapi dipengaruhi banyak faktor.
Di antaranya ialah penyimpangan genetik yang terjadi pada dirinya semenjak lahir. (Penjelasan hal ini akan dibahas dalam artikel mendatang). (rm.id)
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu