Ujian Nasional Diganti TKA
Mansur: Potensi Kecurangan Masih Mungkin Terjadi

JAKARTA - Kebijakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) bagi siswa di sekolah pada tahun ini mendapat beragam respon. Ada yang sependapat, namun ada juga yang memberikan catatan, agar TKA ini tidak menimbulkan masalah dikemudian hari seperti halnya ujian nasional.
Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Laksmi Dewi menegaskan tidak ada lagi ujian nasional di sekolah. Sementara itu, TKA, kata Laksmi akan digelar pada November 2025 bagi murid jenjang pendidikan SMA sederajat.
“Sebenarnya ujian nasional sudah tidak ada ya, yang ada ialah Tes Kemampuan Akademik yang akan dilaksanakan di bulan November itu,” kata Laksmi di Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025) dikutip dari Kompas.com.
Laksmi menjelaskan, Menteri Mendikdasmen Abdul Mu’ti juga telah menetapkan beberapa mata pelajaran untuk pelaksanaan TKA melalui Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik. Dia menuturkan, TKA mengujikan mata pelajaran yang berbeda pada setiap jenjang SD, SMP hingga SMA sederajat.
Pada jenjang SMA TKA hanya mengujikan tiga mata pelajaran wajib, yakni matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris, serta dua mata pelajaran pilihan yang berkorelasi dengan pilihan program studi pada jenjang perguruan tinggi. Sementara jenjang SD dan SMP, TKA hanya mengujikan mata pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia dengan model tes berbasis komputer.
Laksmi juga menegaskan, TKA bukanlah pengganti UN karena TKA tidak bersifat wajib dan tidak menentukan kelulusan siswa. “Sudah diatur dalam Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang TKA,” jelas Laksmi.
Memanggapi kebijakan TKA ini, anggota Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani menjelaskan perkembangann mengenai Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk siswa kelas 6, 9 dan 12. Lalu menambahkan pada Raker dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) tanggal 22 Januari 2025 yang lalu, Mendikdasmen mnyampaikan ada empat rencana program evaluasi terhadap peserta didik.
“Pertama Uji Kesetaraan (untuk pendidikan informal dan nonformal). Kedua Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk kelas 6, kelas 9, dan kelas 12. Ketiga, Tes Diagnostik Literasi Numerasi Dasar kelas 4 dan kelas 7. Keempat, Asesmen Nasional,” ujar Lalu kepada Tangselpos.id, Senin (21/7/2025) malam.
Sementara itu, Wakil Ketua Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Mansur mewanti-wanti pelaksanaan TKA ini. Dia khawatir akan seperti ujian nasional.
Meskipun TKA tidak wajib, tapi jika menjadi syarat untuk ke jenjang berikutnya, ini berpotensi menimbulkan kecemasan,” tegas Mansur kepada Tangselpos.id melalui pesan WhatsApp, Selasa (22/7/2025).
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Mansur.
Kebijakan Tes Kompetensi Akademik (TKA) akan menggantikan Ujian Nasional (UN) dan dijadwalkan November 2025 untuk kelas akhir. Dari pandangam Anda, apa tujuan awal TKA ini?
Pada dasarnya, TKA dirancang untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan siswa di berbagai mata pelajaran. Tujuannya adalah sebagai salah satu indikator dalam seleksi masuk perguruan tinggi atau jenjang pendidikan selanjutnya.
Jadi, TKA ini tidak menentukan kelulusan siswa?
Betul. TKA tidak menentukan kelulusan siswa. Hasilnya hanya menjadi bagian dari penilaian dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMP dan SMA, serta seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi.
Apakah FSGI melihat ada potensi masalah dalam pelaksanaan TKA ini?
FSGI khawatir persoalan seperti pelaksanaan ujian nasional akan terjadi lagi di TKA ini. Meskipun TKA tidak wajib, tapi jika menjadi syarat untuk ke jenjang berikutnya, ini berpotensi menimbulkan kecemasan. Potensi kecurangan sangat mungkin terjadi karena dianggap akan menentukan masa depan si anak.
Apa saja kekhawatiran spesifik yang FSGI lihat dari TKA ini?
Karena TKA juga akan menguji mata pelajaran tertentu, terbuka kemungkinan siswa hanya akan fokus mempelajari mata pelajaran tertentu saja, semisal Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA. Belum lagi kecenderungan munculnya labelisasi anak pintar, anak mampu, kurang mampu, dan lain sebagainya, yang akan terlihat dari usaha dan hasil mereka dalam menghadapi TKA. Jika faktor guru sedekah nilai yang dikhawatirkan Pak Menteri, seyogianya dicarikan sistem atau aturan penilaian yang lebih baik.
Dengan sistem yang sebelumnya bagaimana menurut Anda?
Bagaimanapun, sistem yang sudah dilaksanakan kemarin telah disinkronisasi dengan sistem penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi melalui tes skolastik. Artinya, dengan TKA ini kita belum tahu bagaimana perguruan tinggi nantinya akan melakukan penyesuaian kembali.
Selain ada kebijakan TKA, di sisi lain ada kebijakan “Deep Learning”, bagaimana anda melihatnya?
Ini cukup kontradiktif. Kebijakan Mendikdasmen untuk penerapan pembelajaran mendalam, yaitu Deep Learning, Meaningful Learning, Mindful Learning, dan Joyful Learning, sangat menitikberatkan pada proses pembelajaran. Ini justru bertolak belakang dengan TKA yang akan menguji produk belajar.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu