TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Polemik Pembayaran Royalti Musik Di Tempat Usaha Jadi Sorotan

Reporter: Farhan
Editor: AY
Minggu, 10 Agustus 2025 | 10:13 WIB
Ilustrasi. Foto : Ist
Ilustrasi. Foto : Ist

JAKARTA - Polemik royalti musik yang diwajibkan di tempat usaha kembali mencuat. Peraturan yang mengharuskan para pelaku usaha membayar royalti atas musik yang diputar di tempat usaha dinilai tidak adil.

 

Sebelumnya, ramai diberitakan restoran PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) dikenakan tarif royalti atas penggunaan lagu atau pemutaran musik. Namun akhirnya Mie Gacoan sepakat untuk membayar royalti Rp 2,2 miliar kepada Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi). Jumlah tersebut untuk royalti penggunaan lagu atau musik selama periode 2022 hingga akhir Desember 2025.

 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani buka-bukaan soal persoalan ini. Haryadi mendesak revisi aturan dan evaluasi ulang tarif royalti yang dianggap mencekik para pengusaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

 

Undang-undangnya harus diubah, tarifnya ditinjau ulang, dan platform digital harus segera disosialisasikan," ujar Haryadi kepada Tangselpos.id, Sabtu (9/8/2025).

 

Di sisi lain, sepuluh komisioner LMKN periode 2025 - 2028 baru saja dilantik di gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Jakarta, Jumat (8/8/2025). Para Komisioner LMKN yang baru dilantik berasal dari berbagai latar belakang, mulai profesional hingga musisi.

 

Para komisioner LMKN setidaknya akan membidangi dua hal yakni Manajemen Kolektif Nasional Pencipta dan Manajemen Kolektif Nasional Hak Terkait. Berikut sepuluh komisioner tersebut.

 

Untuk komisioner LMKN Pencipta : Andi Mulhanan Tombolotutu, M. Noor Korompot, Dedy kurniadi, Makki Usman, Aji M. Mirza Ferdinand. Untuk komisioner LMKN Hak Terkait : Wiliam, Ahmad Ali Fahmi, Suyud Margono, Jusak Irwan Setiono dan Marcell Siahaan.

 

Lantas, apa solusi dari polemik ini? Apakah perlu adanya revisi aturan royalti? Lalu, dengan adanya pelantikan komisioner LMKN yang baru, polemik masalah royalti ini akan selesai?

 

Anggota Komisi VII DPR Banyu Biru Djarot, yang juga anak dari pencipta lagu ternama Eros Djarot menegaskan pentingnya duduk bersama seluruh pemangku kepentingan untuk mencari jalan tengah. Menurut dia transparansi tata kelola dan edukasi publik menjadi kunci agar tidak terjadi kesalahpahaman dan beban berlebihan bagi pelaku usaha.

 

Hulu-hilirnya harus disepakati dulu oleh seluruh stakeholders. Setelah itu, meaningful participation dihidupkan, sehingga masukan semua pihak terdengar," ujar Banyu Biru kepada Tangselpos.id, Sabtu (9/8/2025).

 

Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara selengkapnya dengan Bayu Biru Djarot.

 

Menurut Anda, apa masalah utama dari polemik royalti musik ini?

 

Setahu saya, di regulasinya sebenarnya ada poin negosiasi. Contohnya, tarif per kursi dikalikan dengan rata-rata okupansi dari kursi tersebut. Intinya, apresiasi terhadap hak cipta baik karya para musisi maupun penciptanya sudah tentu harus ada. Masalah utamanya adalah hulu ke hilir dari LMKN harus dibenahi. Perlu ada edukasi masif ke publik, karena informasi yang beredar saat ini masih setengah-setengah dan simpang siur.

 

Bisa Anda jelaskan latar belakang polemik ini mencuat?

 

Awalnya ini karena ada trigger factor yang, Alhamdulillah, sudah beres, yaitu kasus Mie Gacoan. Karena viral, ada potensi pidana, dan akhirnya Pak Menteri turun langsung memediasi hingga ditemukan jalan keluar.

 

Apa solusi yang Anda tawarkan?

 

Di depan akan lebih baik kalau tata kelolanya dipastikan dulu dan diputuskan bersama seluruh stakeholders. Harus duduk bersama karena ini menyangkut ekosistem yang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Setelah ada kesepakatan poin demi poin, barulah dilakukan edukasi publik.

 

Kenapa edukasi publik dianggap penting?

 

Ya karena banyak yang tidak tahu. Jangan sampai yang tidak paham justru terkena sanksi hukum. Akses informasi saja sudah membingungkan. Saya bicara ini sebagai anggota DPR RI sekaligus anak seniman. Bapak saya pencipta lagu, saya juga pernah mencipta lagu dan main band.

 

Apakah ada kendala komunikasi selama ini?

 

Ya. Ada communication gap, gap ekspektasi, dan gap pengetahuan. Selama ini belum direduksi atau dimitigasi, akibatnya luar biasa. Isunya menyentuh dari PHRI sampai musik di angkringan. Bahkan ada yang sekadar pasang radio di angkringan, tapi tiba-tiba dipermasalahkan.

 

Bagaimana dengan UMKM?

 

UMKM juga kena dampaknya. Mulai dari kafe kecil, pengamen, hingga tempat nongkrong di pinggir jalan. Perdebatan juga masih banyak, misalnya kalau sudah bayar Spotify Premium atau YouTube Premium, apakah tetap harus bayar royalti? Itu belum jelas.

 

Apa langkah ideal sebelum membuat aturan baru?

 

Hulu-hilirnya harus disepakati dulu oleh seluruh stakeholders. Setelah itu, meaningful participation dihidupkan, sehingga masukan semua pihak terdengar. Transparansi tata kelola juga harus dijamin sebelum aturan dibuat, baru kemudian edukasi publik dilakukan secara masif.

 

Kenapa harus masif?

 

Karena ini menyentuh semua lapisan, dari hotel bintang lima sampai angkringan, dari musisi profesional sampai pengamen keliling. Semuanya terdampak. Prinsipnya, kita semua setuju apresiasi terhadap karya itu penting, tapi pelaksanaannya harus adil.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit