TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Ada Yang Bergaji 100 Juta, BPJS-Nya Dibayar Negara

Reporter: Farhan
Editor: AY
Jumat, 14 November 2025 | 10:13 WIB
Foto ,: Ist
Foto ,: Ist

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) membongkar fakta mengejutkan. Kata Menkes, masih ada orang kaya yang bergaji Rp 100 jutaan, tapi iuran BPJS Kesehatan-nya dibayar negara. 

 

Kabar ini diungkap BGS saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Dalam rapat tersebut, BGS mengaku geram ketika menemukan fakta banyak orang kaya yang iuran BPJS-nya malah ditanggung negara.

 

“Ngapain dibayarin PBI-nya,” sesal BGS dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kamis (13/11/2025).

 

Temuan itu ia dapat setelah Kementerian Kesehatan melakukan sinkronisasi data Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Hasilnya mencengangkan. Ada 540 ribu orang kategori desil 10 (10 persen warga terkaya Indonesia) masih masuk daftar penerima bantuan BPJS gratis.

 

Jumlah itu sekitar 0,56 persen dari total 96,8 juta peserta PBI, atau 34 persen dari total penduduk. Bukan cuma itu, 10,84 juta orang PBI lainnya juga ternyata masuk kelompok desil 6 sampai 10 yang berarti bukan masyarakat miskin.

 

“Kalau ada penghapusbukuan, itu desil 10 dan 9 mesti dihapus,” tegas BGS.

 

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat 5,98 juta orang yang masuk kategori desil 6, kemudian 2,72 juta orang desil 7, dan 1,04 juta desil 8. Mirisnya lagi, masih ada 560 ribu orang yang masuk kategori desil 9, dan 540 ribu desil 10.

 

Ia menyebut, pendapatan kelompok desil 9–10 mencapai Rp 100 juta per bulan, sehingga tidak pantas masih menikmati fasilitas untuk warga miskin. Hal ini bukan hanya jadi beban BPJS, tapi juga negara karena pembayaran tidak tepat sasaran.

 

Padahal saat ini, lanjut BGS, Kondisi keuangan BPJS Kesehatan sedang megap-megap. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sering tekor karena beban layanan lebih besar dari iuran yang masuk.

 

“BPJS itu nggak pernah sustainable. Positif kalau iurannya dinaikkan. Begitu telat naik, langsung minus,” ungkapnya.

 

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan, kebijakan penghapusan tunggakan hanya berlaku bagi masyarakat miskin di desil 1–5. “Kalau yang mampu lalu bilang, ‘saya nunggu aja tunggakan dihapus’, ya jangan begitu. Ini cuma sekali,” tegas Ghufron.

 

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir menambahkan, masyarakat harus tetap disiplin membayar iuran meski pernah mendapat penghapusan tunggakan. “Jangan sampai mereka berharap ada pemutihan lagi, lalu berhenti bayar,” katanya mengingatkan.

 

Di Senayan, Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago ikut menyoroti masalah ini. Tidak akuratnya data PBI membuat banyak warga yang sudah kaya tetap dapat BPJS gratis. Ironisnya, justru warga yang benar-benar miskin malah kesulitan reaktivasi kepesertaan.

 

“Dari miskin sudah jadi kaya, tapi masih dapat PBI. Ini harus diperbaiki,” kata politikus NasDem itu.

 

Irma menilai masalah ini bukan semata tanggung jawab BPJS, tapi juga Kementerian Sosial (Kemensos) yang memegang data penerima. Ia meminta koordinasi lintas lembaga diperkuat agar bantuan tepat sasaran.

 

Politisi NasDem ini menuturkan, banyak masyarakat di daerah kesulitan saat mencoba melakukan reaktivasi sesuai dengan informasi resmi dari BPJS Kesehatan. Namun, sistem belum dapat diakses hingga kini.

 

Irma berharap, dengan adanya koordinasi yang lebih baik antara BPJS Kesehatan dan Kemensos, proses reaktivasi PBI dapat segera dipermudah dan tepat sasaran. Dengan begitu, masyarakat miskin yang benar-benar berhak dapat kembali memperoleh hak layanan kesehatannya.

 

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti memastikan pihaknya bersama Kemensos kini memperkuat integrasi DTSEN agar penyaluran bantuan, termasuk PBI, lebih akurat.

 

DTSEN ini milik bersama, keberhasilannya bergantung pada sinergi semua pihak, pusat dan daerah,” ujar Amalia dalam keterangan resmi.

 

Sinergi itu, katanya, dilakukan lewat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 yang memerintahkan adanya satu data sosial ekonomi nasional. BPS dan Kemensos menjadi dua motor utama dalam pemutakhiran tersebut.

 

“Kalau datanya akurat, tidak ada lagi orang berpenghasilan Rp 100 juta yang iurannya dibayar negara,” tutup Amalia.

 

Untuk memastikan kolaborasi berjalan konkret, Amalia mengatakan panitia menempatkan peserta BPS dan dinas sosial berdampingan. Tujuannya, agar komunikasi, diskusi, dan tindak lanjut dapat terjadi secara langsung.

 

Amalia mengajak seluruh pihak untuk memperkuat gotong royong nasional untuk memastikan data yang akurat, mutakhir, dan bermanfaat bagi masyarakat. "Mari bersama kita wujudkan statistik untuk keadilan sosial," pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit