TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

SEA Games 2025

Indeks

Dewan Pers

Tenda Perusuh

Oleh: Dahlan Iskan
Editor: Redaksi selected
Senin, 08 Desember 2025 | 12:05 WIB
Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

SERPONG - Tenda sudah selesai dipasang --meski bukan tenda biru. Foging sudah dilakukan. Tapi tetap saja tidak ada jaminan bisa mengatasi hujan dan nyamuk.

 

Maka saya kebut penyelesaian Rumah Gedhek --di kebun kecil milik menantu Pak Iskan di dekat Pacet, Mojokerto itu. Para Perusuh Disway ngotot kumpul di situ hari ini. Mereka sudah berdatangan sejak kemarin sore --bisa sampai 100 orang.

 

"Perusuh" adalah nama julukan untuk mereka yang sering menulis komentar di Disway.id. Nama itu datang dari mereka sendiri --setelah melihat banyaknya komentar yang usil dan usil.

 

Dulunya pertemuan seperti itu memang dilakukan setiap Desember. Dibarengkan dengan ulang tahun senam Dahlan Style. Ternyata mereka kurang puas. Acara ulang tahun senam itu  membuat rusuh agenda internal Perusuh Disway. Maka sejak tahun ini pertemuan Perusuh Disway diubah pertengahan Agustus. Sekalian menghindari puncak musim hujan.

 

Tapi ternyata mereka senang berhujan-hujan. Maka tanpa persetujuan menantu Pak Iskan mereka tetap ingin kumpul di bulan Desember. Mereka bilang akan datang sendiri. Membawa makanan sendiri. Mengangkut tenda sendiri.

 

Untungnya di secuil kebun itu ada bangunan lama. Gudang tua. Saya pikir itu bisa jadi cadangan kalau tendanya terbawa angin ribut. Maka dalam waktu satu minggu gudang itu diberi dinding. Agar cepat, dindingnya terbuat dari gedhek --belahan bambu yang dianyam kasar. Lalu diplitur.

 

Agar tidak terasa gedheknya perlu dihias. Dipasanglah beberapa foto kenangan --termasuk foto-foto mobil listrik made in Indonesia.

 

Anda masih ingat, pernah ada mobil listrik warna hijau. Sederhana. Itulah mobil listrik pertama di Indonesia. Yang membuatnya: seorang sarjana tehnik mesin ITB, Dasep Ahmadi.

 

Foto itu saya abadikan karena menjadi simbol sulitnya memperjuangkan mobil listrik di Indonesia: Kang Dasep sampai masuk penjara. Dan saya sempat jadi tersangka.

 

Waktu itu saya dan Kang Dasep ingin Indonesia punya mobil nasional --dan itu harus mobil listrik. Bukan mobil bensin.

 

Di mobil bensin kita sudah terlalu jauh ketinggalan. Tidak masuk akal kalau kita harus mengejarnya --biar pun itu anak-anak SMK dari Solo.

 

Kalau mau punya mobil nasional haruslah mobil listrik. Kesempatan masih terbuka --untuk jadi tuan rumah di mobil listrik. Saat itu --15 tahun lalu?-- seluruh dunia baru mulai mencoba bikin mobil listrik. Semua masih coba-coba.

 

Kami pun mencoba. Hasilnya mobil hijau itu. Berhasil. Saya mencoba mengendarainya dari Depok ke kantor BPPT di Jalan Thamrin. Tanpa AC. Diisi empat orang. Ketika berhasil sampai di Semanggi, betapa bangga hati kami. Mobil listrik buatan Indonesia bisa melaju dari Depok sampai Semanggi Jakarta. Tinggal beberapa kilometer lagi sampai tujuan: kantor BPPT di Jalan Thamrin.

 

Tapi, begitu sampai bundaran HI, sudah terasa baterai akan habis. Doa pun kami lipat gandakan: semoga bisa sampai BPPT. Tinggal kurang satu lemparan batu lagi!

 

Doa tidak terkabul. Kurang beberapa puluh meter dari BPPT mobil sudah tidak bisa dipaksa jalan. Kami pun meminggirkan mobil. Agar tidak mengganggu lalu lintas.

 

Kalau saja hanya diisi tiga orang pastilah tidak kehabisan listrik di jalan. Tapi namanya saja uji coba. Bukan pencitraan. Harus apa adanya.

 

Tentu kami malu. Tapi bangga. Saya sudah tahu akan banyak yang mencibirkannya. Saya tetap tersenyum. Pun saat turun dari mobil itu.

 

Apa pun Kang Dasep sudah membuktikan bisa membuat mobil listrik. Bengkel Kang Dasep memang sederhana --tapi sudah punya mesin NCR. Tapi saya pun tahu mobil listrik Geely, di Tiongkok, dimulai dari bengkel yang lebih jelek dari bengkel Kang Dasep.

 

Kini Geely merajai dunia. Termasuk mampu mengambil alih pabrik mobil Volvo milik Swedia. Itulah bedanya: Tiongkok kini jadi raja mobil listrik dunia. Indonesia kembali jadi konsumen mobil listrik --termasuk mobil listrik made in Vietnam!

 

Tentu di dinding gedhek itu juga kami pasang mobil listrik Indonesia generasi kedua: Tucuxi. Warna merah itu. Yang nyaris mencabut nyawa saya: mobil itu saya tabrakkan ke tebing batu di dekat Sarangan. Yakni saat saya melakukan uji coba mengemudikannya dari Solo menuju kampung saya di Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran, Magetan. Remnya blong di turunan tajam setelah Sarangan.

 

Lalu ada juga foto mobil listrik Indonesia generasi ketiga: Selo. Warna kuning itu. Buatan Ricky Elson itu. Sayalah yang minta agar Ricky ”pulang kampung” dari Jepang --membangun Indonesia.

 

Ternyata Ricky akan ikut datang ke DIC  Farm bersama Perusuh Disway. Rupanya mereka saling kontak sendiri. Saya berkali-kali minta maaf ke Ricky: tidak mudah berjuang di kampung sendiri.

 

Ternyata Ricky akan ikut hadir di pertemuan Perusuh Disway hari ini. Saya sendiri baru bisa gabung dengan mereka Sabtu malam, tadi malam.

 

Saat mereka berdatangan saya masih ada acara di Surabaya: bersama dokter ahli kandungan yang sedang reuni akbar. Mereka adalah alumnus Unair se-Indonesia.

 

Ketika tulisan ini dibuat saya dalam perjalanan menuju DIC Farm milik menantu Pak Iskan itu. Hujan sangat deras. Itu hujan kedua. Sabtu siang sudah hujan deras.

 

Di jalan menuju lokasi saya dapat kiriman foto: mereka sedang kumpul di Rumah Gedhek. Seperti sedang sharing pengalaman.

 

Pagi ini saya bersama mereka. Agar nyamuk berbagi: ada yang mengejar mereka, ada pula yang  mengejar saya --kasihan kalau semua hanya menggigit mereka.

 

Sebenarnya ada Rumah Manado di DIC Farm. Saya membelinya dari Manado. Lalu dirangkai di lokasi. Perusuh Disway wanita rasanya tinggal di situ. Di lantai duanya.

 

Lalu ada satu bangunan sederhana lainnya: Rumah Bambu. Itulah rumah yang terbuat dari bambu. Hanya tiang utama dan atapnya yang bukan bambu. Di kebun ini memang banyak tanaman bambu. Sekeliling kebun dibentengi rimbunan bambu. Jalan masuk ke komplek ini pun berupa 'lorong bambu'.

 

Kalau hujan terlalu lebat, sebagian bisa tidur di Rumah Bambu ini. Yang kalau pintu belakangnya dibuka bisa melihat sungai yang aliran airnya menggemuruh.

 

Di depan Rumah Gedhek, baru saja selesai dibangun Plaza Pakua. Lalu di bawah Rumah Bambu ada Plaza Tepi Sawah. Di belakang Rumah Gedhek ada Plaza Yuan --karena bentuknya melingkar.

 

Begitu memasuki DIC Farm saya mendongak ke langit: kalau saja langit tidak mendung bulan purnama akan terlihat sedang menor-menornya. Ini malam purnama! Malam birahi. Yakni saat birahi lagi memuncak --termasuk birahi kambing-kambing yang ada di kandang dekat Rumah Gedhek.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Main Kayu
Jumat, 05 Desember 2025
Dahlan Iskan
Setelah Hujan
Kamis, 04 Desember 2025
Dahlan Iskan
Pengampunan Presiden
Rabu, 03 Desember 2025
Dahlan Iskan
Rehabilitasi Ira
Jumat, 28 November 2025
Dahlan Iskan
Jembatan Merah
Kamis, 27 November 2025
Dahlan Iskan
Kangkung Babi
Rabu, 26 November 2025
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit