Disdikpora Masih Kewalahan Menekan Angka Putus Sekolah
Ketidakcocokan Data Diklaim Jadi Hambat Berat
PANDEGLANG - Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Pandeglang, masih kewalahan untuk menekan angka putus sekolah (ATS) yang jumlahnya mencapai 2.000 anak. Jumlah itu tercatat selama hingga penghujung tahun ajaran 2024–2025.
Sekretaris Disdikpora Pandeglang, Nono Suparno mengungkapkan, upaya menihilkan ATS di daerahnya tidak mungkin dicapai dalam waktu singkat. Menurut dia, kondisi geografis dan karakteristik sosial masyarakat di Pandeglang dan Lebak membuat tantangan semakin kompleks.
“Angka putus sekolah itu berjalan terus. Di daerah seperti Pandeglang dan Lebak, ATS tidak akan habis meskipun kita sudah berusaha maksimal,” kata Nono Suparno, Kamis (11/12).
Namun, masalah terbesar justru muncul dari sisi administrasi. Ketidakcocokan data antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) menyebabkan ATS tidak bisa dipetakan secara akurat. Perbedaan penulisan nama hingga status domisili memunculkan residu data yang menambah jumlah ATS secara semu.
“Angka ATS itu bukan hanya yang tidak sekolah, ada juga residu karena datanya tidak valid. Misalnya, nama di Dukcapil tidak sama dengan di Dapodik, padahal anaknya tetap sekolah,” jelas Nono.
Untuk mengatasi ketimpangan data, Disdikpora bekerja sama dengan Dukcapil melakukan verifikasi dan sinkronisasi. Strategi jemput bola melalui PKBM juga dijalankan untuk memastikan anak yang berada di luar sistem pendidikan dapat teridentifikasi.
“PKBM adalah jantung pendidikan masyarakat, karena mereka dikelola oleh masyarakat, tetapi dilindungi oleh Disdikpora. Kami berharap PKBM bisa menjadi penghubung antara pemerintah dan siswa yang berada di jalur nonformal,” katanya.
Nono juga mengingatkan para orang tua agar lebih peduli terhadap pendidikan dasar anak. Ia menegaskan, bahwa kewajiban belajar 12 tahun merupakan pondasi penting bagi kesejahteraan generasi mendatang.
“Tanpa pengetahuan yang cukup, kesejahteraan masa depan tidak akan tercapai. Pendidikan ini hak sekaligus kewajiban,” ujarnya.
Meski berbagai upaya telah dilakukan, hambatan terbesar tetap berada pada akurasi data. Selama ketidakcocokan data belum teratasi, jalan menuju target nol ATS tampaknya masih panjang.
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang, Tb Agus Khotibul Umam menekankan, persoalan ATS harus ditangani serius. Namun, langkah konkret yang disampaikan dewan saat ini baru sebatas wacana pemanggilan Disdikpora untuk meminta penjelasan terkait tingginya angka ATS.
“Kita akan panggil Disdikpora untuk membicarakan masalah ini. Pendidikan adalah fondasi bagi kemajuan daerah, jangan sampai anak-anak kita putus sekolah,” kata Agus.
Agus juga menyoroti persoalan data ATS yang kerap tak sinkron antara Dapodik dan Dukcapil. Menurutnya, kondisi itu membuat angka ATS semakin membingungkan dan berpotensi menghambat penyusunan kebijakan. “Kalau datanya saja tidak valid, bagaimana kita bisa menentukan langkah yang tepat?,” katanya.
Meski DPRD berjanji akan mengintensifkan sosialisasi pentingnya pendidikan ke masyarakat, publik menilai langkah tersebut belum cukup. Agus pun mengakui, bahwa persoalan ATS memerlukan kebijakan yang lebih konkret, alokasi anggaran yang jelas, hingga pengawasan ketat terhadap pelaksanaan program pemerintah.
“Anak-anak itu harus bersekolah, jangan sampai tidak sekolah. Pemerintah daerah harus cepat menangani permasalahan ini,” tandasnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 17 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu



