TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Sri Mulyani Ketar-ketir

Perang Rusia-Ukraina Ancam Krisis Pangan

Oleh: MEN/AY
Kamis, 23 Juni 2022 | 12:45 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Ist)
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Ist)

JAKARTA - Sebagai Bendahara Negara, Sri Mulyani paling ketar-ketir menghadapi krisis pangan akibat perang Rusia-Ukraina. Karena Sri Mul tahu, krisis pangan yang sudah ada di depan mata, akan semakin membebani APBN. Padahal, selama 2 tahun ini saja, APBN sudah babak belur dihajar Corona.

Kekhawatiran Sri Mul dibeberkan dalam acara peresmian Sustainable Development Goals (SDGs) Desa Center di Kampus PKN STAN, kemarin. Menteri Keuangan khawatir, krisis pangan dan energi akibat ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, akan membuat angka kemiskinan makin bertambah.

Dalam dua tahun terakhir ini, diakui Sri Mul, kocek negara sudah banyak terkuras untuk mengatasi pandemi Covid-19. Namun, saat pandemi sudah mereda dan ekonomi mulai bergerak, sudah ada masalah yang lebih besar lagi berupa krisis pangan dan energi.

“Dua tahun, bayangkan, pendapatan negara turun, belanja naik, kita harus defisitnya nambah. Itu berarti utang,” kata Sri Mul.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berharap, kehadiran SDGs mampu menurunkan angka kemiskinan dunia yang sangat besar, seperti China, India, Indonesia, Asia Tenggara, Asia Selatan dan Afrika. Dengan adanya optimisme kemiskinan yang menurun, maka diluncurkan pada tahun 2010 sebuah ambisi baru yang disebut sebagai SDGs. Diharapkan dengan ambisi baru tersebut mampu memenuhi kebutuhan populasi manusia yang jumlahnya akan mencapai 9 miliar.

“Dia harus tidak miskin, tidak lapar, memiliki kesehatan yang baik, mendapatkan akses pendidikan, menghormati kesamaan gender, akses terhadap air bersih, akses terhadap listrik dan energi secara affordable,” tuturnya.

“Dia juga harus memiliki industri yang makin inovatif, makin equal, dan dunia walaupun harus menampung manusia menuju 9 miliar tetap sustain dan kita semua menjadi manusia yang responsible dalam berkonsumsi,” tambahnya.

Namun, adanya konflik geopolitik Rusia-Ukraina, kata dia, tantangan untuk mencapai SDGs akan semakin sulit dicapai. Kondisi tersebut berimbas kepada seluruh negara mengingat negara yang sedang berperang tersebut merupakan negara pengekspor komoditas utama, seperti energi, gandum dan pupuk.

“Karena yang berperang itu juga merupakan produsen energi dunia, dia juga produsen gandum, dia juga produsen pupuk, produsen minyak goreng non CPO, makanya spill over-nya keseluruh dunia,” kata Sri Mul.

Sehingga hal tersebut menyebabkan semua negara di dunia sedang berkecamuk dalam harga energi dan harga pangan yang melonjak naik akibat perang tersebut. “Kalau harga energi naik, harga pangan naik, itu masuk dalam SDGs nomor berapa? Kita bicara tentang Food Security, Zero Hunger, itu SDGs nomor 2. Kita bicara tentang affordability terhadap clean energy, itu nomor 7. Kita dihadapkan pada pandemi yang menyebabkan sehingga kemiskinan naik, itu SDGs nomor 1,” jelas Sri Mul.

Untuk menghadapi krisis pangan itu, Sri Mul akan menggunakan semua instrumen kebijakan regulasi, termasuk APBN. Tujuannya, agar masyarakat terlindungi dan tidak terlalu terguncang dengan dampak yang ditimbulkan akibat krisis pangan.

Misalnya, APBN digunakan untuk memajukan desa dalam menghadapi kemiskinan, ketimpangan, kesejahteraan, dan keadilan agar tercapai SDGs. Apalagi sudah ada dana desa yang sudah terus diberikan melalui APBN langsung kepada desa.

“Lebih dari Rp 468 triliun semenjak dana desa itu diatur oleh Undang-Undang (UU) dan kemudian dialokasikan secara terus menerus di dalam APBN,” tandasnya.

Dengan diresmikan SDGs Desa Center, Sri Mul mengaku senang karena desa-desa sekarang sudah terdapat data collection. Data-data dikumpulkan menjadi basis untuk membuat kebijakan musyawarah desa.

“Desa-desa di Indonesia masih ada 20 ribu yang connection internetnya masih perlu diperbaiki, maka kita membangun untuk itu,” cetusnya.

Untuk diketahui, perang Rusia-Ukraina diikuti larangan ekspor terhadap barang tertentu di beberapa negara. Seperti Rusia menahan pasokan gandum, biji bunga matahari, pupuk, pupuk nitrogen. India juga melarang ekspor gandum.

China juga ikut-ikut melarang ekspor pupuk. Ukraina membatasi ekspor unggas, telur, minyak bunga matahari dan daging sapi. Indonesia sendiri sempat melarang ekspor CPO dan turunannya namun sudah dibuka kembali. Atas persoalan tersebut, tak heran bila kemudian muncul krisis pangan dan energi.

Presiden Jokowi sudah berkali-kali mengingatkan krisis pangan dan energi dalam berbagai forum. Sebab, krisis pangan itu sudah terjadi di depan mata dan mengancam terganggunya stok pangan dunia.

“Hati-hati dengan yang namanya pangan. Hati-hati. Januari, tiga negara setop tidak ekspor pangan, dipakai sendiri sudah. Distok sendiri untuk jaga-jaga. Hari ini sudah 23 negara dari tiga melompat menjadi 23 negara sama, setop,” kata Jokowi saat peresmian pembukaan Kongres Nasional XXXII dan Sidang Majelis Permusyawaratan Anggota XXXI PMKRI 2022, Rabu (22/6).

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal mengatakan, dalam situasi ini yang perlu dilakukan adalah menggenjot produksi pangan di dalam negeri. Bahwa banyak negara yang menahan ekspor untuk memprioritaskan produksi di dalam negerinya merupakan hal yang wajar.

“Jadi kita pun sama sebetulnya, untuk pangan produksi kita memastikan meningkatkan produktivitasnya. Kecuali yang sedikit kita produksi, kita mencari alternatif mitra pemasok untuk bahan pangan tersebut, misalnya gandum,” ulas Faisal saat dihubungi, tadi malam.

Dengan begitu, Indonesia bisa mengantisipasi jika negara-negara tersebut membatasi ekspor pangan. Jika bergantung pada satu negara, maka kebutuhan dalam negeri akan sulit. Jika punya banyak negara pengekspor pangan, tentu akan lebih aman. Dan yang tak kalah penting adalah mengatasi hambatan distribusi dalam negeri.

Ketua DPP PKB Daniel Johan meminta para menteri, khususnya terkait pangan, menindaklanjuti pesan Presiden. Segera lakukan rapat koordinasi untuk merumuskan program darurat bila krisis pangan semakin nyata.

“Segera kordinasi dengan seluruh Pemda, baik provinsi maupun kabupaten untuk melakukan dan memastikan cadangan pangan lokal tersedia. Manfaatkan lahan-lahan dan pekarangan untuk ditanami tanaman pangan, secara khusus belum, pesan saya ke menteri seperti di atas,” pungkasnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo