Reshuffle Yang Ekstra Hati-hati
CIPUTAT - Reshuffle kabinet yang dinanti-nanti berakhir (setidaknya untuk saat ini) antiklimaks. Senin kemarin, Presiden Jokowi hanya melantik Dito Ariotedjo sebagai Menpora baru, menggantikan Zainudin Amali yang mundur dari kabinet karena ingin fokus sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. Tidak ada pergantian atau kocok ulang posisi menteri yang lain.
Sebelumnya, banyak pihak memprediksi bahwa pelantikan Menpora baru menjadi momentum Presiden Jokowi untuk melakukan perombakan kabinet. Apalagi, sejak Oktober 2022, isu reshuffle sudah berhembus setelah Partai NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024.
Sejak saat itu, isu reshuffle terus menggelinding. PDIP menjadi parpol yang paling getol mendorong Jokowi melakukan reshuffle. Partai-partai koalisi pemerintah lainnya juga beberapa kali ikut mendorong reshuffle ini. Namun, Presiden Jokowi punya skenario lain. Jokowi terlihat sangat berhati-hati untuk melakukan perombakan kabinet ini.
Sikap hati-hati Jokowi ini sangat bisa dipahami. Sebab, reshuffle yang didasari konflik politik sangat berbahaya. Jika momentumnya salah, justru akan merugikan Jokowi. Karena itu, harus dihitung betul dan ditunggu momen yang tepat.
Jokowi sepertinya belajar pada kesalahan perhitungan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri saat menerima pengunduran Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari posisi Menko Polkam di Kabinet Gotong Royong pada Maret 2004. Saat itu, SBY justru mendapatkan momentum dan mampu mengkapitalisasi persepsi “terzalimi” sehingga elektabilitasnya melejit dan mampu mengalahkan Mega di Pilpres 2024.
Jokowi juga mungkin belajar dari kesalahan perhitungan saat me-reshuffle Anies Baswedan pada 27 Juli 2016. Reshuffle tersebut justru membukakan jalan Anies maju di Pilkada DKI Jakarta 2017, yang kemudian mampu mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang merupakan teman dekat Jokowi. Berawal dari reshuffle tersebut, perjalanan politik Anies juga terus naik, dan kini menjadi bakal capres 2024.
Memang, dari menteri-menteri NasDem yang duduk di kabinet saat ini, tidak ada yang punya peluang besar untuk maju di Pilpres. Namun, Jokowi tetap mempertimbangkan efek buruk dari mereshuffle mereka. Bisa saja, saat reshuffle dilakukan, NasDem mendapatkan momentum dan mengikis kepercayaan publik ke Jokowi.
Kemungkinan reshuffle itu masih ada dan terbuka lebar. Tapi, sekali lagi, momentumnya harus tepat. Bisa saja Jokowi menunggu momentum penegakan hukum atau juga rapor kinerja, agar alasan utama reshuffle bukan politis. Dengan begitu, bisa mencegah kemungkinan NasDem melakukan kapitalisasi “terzalimi”.
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu