Senayan Ketuk Hati Produsen CPO, Pasar Lokal Dulu Baru Ekspor
JAKARTA - Senayan mendesak produsen Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi bahan baku minyak goreng (migor) mengedepankan kepentingan bangsa. Caranya, penuhi kebutuhan pasar dalam negeri, selain orientasi pasar ekspor.
Anggota Komisi VII DPR Hendrik Halomoan Sitompul berharap, produsen CPO jangan hanya mementingkan keuntungan pribadi.
“Pengusaha CPO mesti lebih serius memenuhi kebutuhan migor dalam negeri untuk masyarakat umum,” ujar Hendrik dalam keterangannya, kemarin.
Bagi Hendrik, sangat aneh ketika semua orang tahu bahwa Indonesia salah satu penghasil CPO terbesar di dunia, justru sempat terjadi kelangkaan migor di pasaran. Akhirnya, harga migor melonjak drastis.
Menurut Hendrik, masalah ini harus diurai dari hulu hingga hilir agar terbuka apa yang menjadi akar persoalannya. Migor ini berasal dari kelapa sawit yang harus dilihat bagaimana pemanfaatannya, dan juga sasaran pasar yang akan dituju.
“Kami mengetuk hati para pengusaha CPO melihat kebutuhan dalam negeri, baru setelah itu ekspor,” pinta politikus Demokrat ini.
Hendrik menjelaskan, dalam teori hukum ekonomi, barang ada dan tersedia banyak seharusnya harganya tidak naik. Tapi ini aneh, barang ada, suplai cukup, tapi harga naik dan berbanding terbalik dengan hukum pasar pada umumnya.
“Kalau ekspor saya yakin pasarnya sangat terbuka, tapi yang paling penting kebutuhan masyarakat dalam negeri terpenuhi lebih dahulu secara maksimal, atau merata,” harap wakil rakyat asal Dapil Sumatera Utara (Sumut) Iini.
Menyangkut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), lanjutnya, hal itu penting dilakukan agar para pengusaha disiplin memenuhi kebutuhan dalam negeri dipenuhi lebih dahulu.
“Jangan karena pasar ekspor harganya sedang melambung tinggi akhirnya pasar domestik ditinggalkan begitu saja,” wanti-wanti dia.
Hendrik menegaskan, DMO ini harus diutamakan, bahkan bila perlu ditingkatkan lagi agar pasokan pasar dalam negeri terpenuhi. Baru setelah itu dibolehkan ekspor.
“Perlu juga diaudit yang dilakukan oleh pihak terkait (BPK) agar masalah tata kelola CPO ini segera tuntas,” pinta dia.
Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno meminta masalah kelangkaan dan mahalnya migor diurai akar persoalannya. Bagaimana efektivitas dan peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.
“Bagaimana kita bisa menciptakan tata niaga dan tata kelola yang baik dalam industri minyak kelapa sawit dan turunannya, supaya menghasilkan solusi,” harap Eddy dalam keterangannya, kemarin.
Selain itu, Sekjen DPP PAN ini berharap, masalah Tandan Buah Segar (TBS) yang harganya anjlok, jangan dibiarkan berlarut-larut sehingga memberatkan para petani.
“Ini masalah multidimensi yang harus dicarikan solusinya secara cepat,” kata dia.
Eddy menegaskan, masalah DMO dan DPO bagian dari regulasi yang penting dalam tata niaga sebuah industri minyak sawit. Kebijakan ini dilakukan karena adanya kelangkaan komoditas, suplai dan sifatnya situasional dan bukan kebijakan permanen.
“Ke depan, kebijakan DMO dan DPO bisa dievaluasi kembali ketika tata niaga industri minyak kelapa sawit sudah berjalan baik,” pungkasnya. (rm.id)
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu