TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kasus Pemerasan Red Notice Interpol

Pelaku WN Australia Ternyata Cepu Polisi

Laporan: AY
Kamis, 22 Juni 2023 | 12:15 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

BALI - Warga negara Australia Alain David terlibat kasus pemerasan red notice Interpol. David  ternyata seorang informan polisi.

David sering diminta bantuan untuk mencari buronan yang bersembunyi di Bali. “Bisa dibilang begitulah cepu (infor­man–red) polisi untuk orang asing,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bali, Komisaris Besar Surawan, Rabu (21/6).

David memegang informasi rednotice Interpol mengenai Stephane Gagnon, warga negaraKanada. Ia lalu mendatangi Gagnon dan meminta Rp 1 miliar, supaya dia tidak ditangkap

Gagnon lalu mentransfer Rp 750 juta ke David. Menurut pengakuan David kepada penyidik, uang Rp 500 juta telah digunakan untuk membayar “jasa layanan hukum”. Sisanya, Rp 250 juta masih ada di rekeningnya.

David mengaku telah men­transfer Rp 100 juta kepada anggota Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. “Pengakuan David dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) pe­kan lalu,” beber Surawan.

Namun David berdalih pem­berian uang itu terkait pinjam meminjam.

Kepala Divhubinter Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti mengakui ada jajarannya yang terlibat pemerasan ini.

Pelakunya diduga dua anggota Polri dan seorang sipil. Penyelidikan terhadap keterlibatananggota Polri dilakukan Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropram). Sedangkan pelaku sipil diusut Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).

Ketiga pelaku itu diduga melakukan pemerasan terhadap Stephane Gagnon sebesar Rp 1 miliar. Lantaran ada laporan pemerasan ini, Polri sempat memutuskan menunda mende­portasi Gagnon.

Gagnon keberatan ditangkapkarena dianggap buronan Interpol. Ia lalu membongkar pemerasan yang dialaminya.

Kuasa hukumnya, Pahrur Dalimunthe menuturkan, Gagnon menetap di Bali sejak 2020. Ia mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) serta izin mem­buka usaha di Pulau Dewata.

Pada Februari 2023, Gagnon didatangi oknum yang mengaku polisi. Oknum itu menyodorkan selembar kertas print bertuliskan red notice Interpol.

Oknum tersebut mengatakan,Gagnon masuk red notice Interpol dan akan ditangkap dalam rentang waktu empat sampai enam minggu ke depan.

Oknum tersebut menawarkan bantuan kepada Gagnon agar tak ditangkap. Ia meminta imbalan Rp 1 miliar. Semula, Gagnon tak menghiraukan permintaan itu. Ia merasa informasi yang tercantum di red notice Interpol berbeda dengan identitasnya.

Belakangan, semakin banyak oknum yang datang menemuinya. Karena merasa terganggu, Gagnon mentransfer uang sebe­sar Rp 750 juta, Rp 150 juta, dan Rp 100 juta. “Ada bukti transfernya,” kata Pahrur.

Belakangan, oknum itu kembali meminta Rp 3 miliar. Dalihnya untuk diberikan kepada orang-orang di Divhubinter Polri.

Kali ini Gagnon menolak memberikan. Pada 19 Mei 2023, ia pun ditangkap di sebuah vila di kawasan Canggu, Badung, Bali.

Namun sebelum dideportasi, Gagnon melaporkan pemerasanoleh oknum itu. “Semua bukti transfer dan percakapan video lengkap. Dijadikan sebagai bukti laporan,” kata Pahrur

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto memastikan identitasyang tertera di red notice sesuai data yang diterbitkan kepolisian Kanada.

“Kalau di data red notice-nya memang yang bersangkutan. Kalau identitas kan bisa saja dibuat,” katanya.

Berdasarkan informasi dari kepolisian Kanada, Gagnon di­duga terlibat kasus penipuan dan pemalsuan asuransi pensiunan sekitar 355 warga Kanada. Nilai kerugian 5.000 dolar AS.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo