TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bicara Krisis Energi, Krisis Pangan Dan Krisis Ekonomi

Jokowi Tidak Nakut-nakutin

Laporan: AY
Sabtu, 16 September 2023 | 08:40 WIB
Foto : Setpres
Foto : Setpres

BOGOR - Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah tantangan krisis saat berpidato di hadapan civitas akademika Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, kemarin. Mulai dari krisis energi, pangan, sampai ekonomi. Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan, apa yang disampaikannya ini, meski terdengar mengkhawatirkan, tapi bukan untuk menakut-nakuti.

Pidato tersebut disampaikan Jokowi pada acara Sidang Terbuka Dies Natalis ke-60 IPB di Kampus IPB Dramaga.

Jokowi dan rombongan tiba di Ge­dung Graha Widya Wisuda (GGW) IPB, sekitar pukul 8.30 pagi. Eks Gu­bernur DKI Jakarta itu tampil resmi dengan setelan jas warna hitam leng­kap dengan dasi biru dongker. Pin Presiden tersemat di dada kirinya.

Kehadiran Jokowi dan rombongan disambut hangat oleh Rektor IPB Arif Satria. Arif lalu mengajak Jokowi berkeliling melihat produk inovasi yang dihasilkan IPB. Ada benih ca­bai yang pedas dengan ukuran besar, berbagai jenis padi, sorgum, serta teknologi pengolahan pangan hasil penelitian para peniliti IPB.

Arif menyampaikan, berbagai inovasi ini dilakukan untuk memenuhi pangan agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor. Setelah itu, Arif mengajak, Jokowi masuk ke dalam gedung disambut tepuk tangan hadirin.

Setelah pembukaan, Jokowi naik ke atas mimbar untuk menyampaikan orasi ilmiahnya. Jokowi mengawali pidato dengan menyampaikan sela­mat atas dies natalis IPB yang ke-60. Kepala Negara juga mengapresiasi inovasi produk-produk pertanian yang dihasilkan IPB dan sudah dikemas dan mendukung program hilirisasi pemerintah.

"Ada macam-macam (produk perta­nian) dengan kemasan-kemasan yang sudah sangat modern, dengan brand yang sangat kelihatan sekali digarap dengan sentuhan marketing yang sangat bagus," puji Jokowi.

Jokowi lalu menceritakan berbagai tantangan yang dihadapi dunia saat ini. Mulai dari krisis energi, pangan, dan ekonomi, disrupsi teknologi, hingga tantangan geopolitik. Jokowi menceri­takan, setiap ia berbicara soal berbagai krisis tersebut, banyak pihak yang menganggapnya khawatir berlebihan dan hanya untuk menakut-nakuti.

Jokowi menegaskan, apa yang disampaikannya bukan untuk mena­kut-nakuti. Ia mengatakan, menceri­takan tantangan itu agar kita bersiap.

"Saya lebih senang, kita tahu tan­tangan ke depan, kita paham sulit­nya apa. Sebab itu kita lakukan ini, solusinya begini," kata Jokowi.

Kepala Negara lalu memberikan contoh ancaman krisis pangan yang menurutnya relevan dengan IPB. Kata dia, ancaman krisis pangan bisa terjadi lantaran jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat, sehingga mengerek pula kebutuhan pangan. Ditambah saat ini adan ancaman super El Nino yang mem­buat produksi pangan juga berkurang.

Di saat yang sama kondisi geopolitik yang memanas akibat perang Rusia-Ukraina yang membuat membuat paso­kan pangan seperti gandum juga terbatas. Akibatnya harga gandum pun melonjak.

Komoditas beras pun begitu. Kata dia, Saat ini ada 19 negara yang membatasi ekspor pangan guna menyelamatkan rakyatnya sendiri, seperti India. Akibatnya harga beras naik di seluruh dunia, juga membuat banyak negara kesulitan mencari impor beras.

Kita mau memperbesar cadangan strategis beras mau impor barangnya sulit didapatkan. Tidak seperti dulu, kita disodori pak ini dibeli. Sekarang mencari beras sangat sulit karena (negara-negara) ingin menyelamatkan rakyat sendiri-sendiri," paparnya.

Jokowi pun menaruh harapan besar kepada IPB untuk melakukan inovasi dalam bidang pangan.“Nah, ini tugas­nya IPB, Pak Rektor. Urusan pangan ini sudah, serahkan ke IPB. Insya allah rampung. Saya tunggu antisipasi, ren­cana dan pelaksanaannya harus seperti apa,” ungkapnya.

Lebih jauh, Jokowi setuju dengan konsep agromaritim yang inklusif dan berkelanjutan atau sustainable and inclusive agromaritime yang dikem­bangkan oleh IPB. Menurutnya, konsep tersebut bisa menjadi bagian penting dalam inovasi ekosistem pangan Indone­sia. Namun, kata Jokowi, upaya tersebut tidak bisa diselesaikan oleh satu disiplin ilmu saja, tapi harus interdisipliner, dan bahkan transdisiplin ilmu.

Karena itu, Jokowi menyambut baik perluasan disiplin ilmu di IPB karena memang diperlukan multidisiplin ilmu untuk mengembangkan ekosistem pang­an Indonesia. Mulai dari manajemen dan pendekatan sosial, intervensi teknologi, sel stem, kecerdasan buatan (AI), big data, sistem robotik, dan sebagainya.

“Jangan alergi dengan teknologi. Jangan takut dengan mesin cerdas. Semua harus dibicarakan. Artinya memang kita harus mengantisipasi dan bersiap diri. Sekali lagi, jangan takut dengan mesin cerdas," cetusnya.

Usai menyampaikan pidato soal ancaman krisis pangan, energi, dan ekonomi di IPB, siangnya Jokowi memanggil mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Istana. Jokowi dan Amran bertemu empat mata setelah salat Jumat di Istana Negara, selama satu jam lebih.

Apa yang dibahas? Amran menceri­takan pertemuan dengan Jokowi itu membahas perekonomian nasional saat ini termasuk dengan ancaman krisis pangan, dan energi. Ia menepis pertemuan terkait dengan politik.

Amran mengaku, mendapat wejan­gan dan arahan dari Presiden terkait program hilirisasi yang saat ini me­mang menjadi konsen Pemerintah dalam rangka mendongkrak per­tumbuhan ekonomi. Terlebih, kata dia, saat ini pemerintah memberikan perhatian khusus untuk pembangunan di kawasan timur Indonesia. Menurut dia, hilirisasi ini adalah antisipasi dan solusi pemerintah menghadapi anca­man krisis.

"Pak Presiden sangat yakin, ka­wasan timur Indonesia ini dapat men­jadi epicentrum baru karena kekayaan alamnya yang luar biasa," ungkapnya.

Karena itu, bos PT Tiran Group ini menilai, niat Jokowi untuk mendu­kung hilirisasi di kawasan timur patut didukung oleh semua pihak. Sebab hilirisasi ini merupakan kebijakan yang tepat dan sangat nyata dalam mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing negara yang pada akhirnya mampu mendongkrak per­tumbuhan ekonomi nasional.

"Kawasan timur ini kan kaya dengan nikel, emas, besi, logam dan kekayaan mineral lainnya. Bayangin nikel kita saja itu, 52 persen kekayaan yang ada di dunia, ada di Indonesia," ujarnya.

Sementara, Pengamat Ekonomi Uni­versitas Indonesia (UI), Fithra Faisal mengatakan, ancaman krisis global memang di depan mata. Karena itu, Indonesia harus bersiap melakukan antisipasi dan mencari solusi. Fithra berharap, kebijakan hilirisasi yang di­gencarkan pemerintah mampu meng­hasilkan nilai tambah dari sisi produksi sehingga memiliki nilai lebih.

Fithra menyatakan, untuk meng­hadapi ancaman krisis itu pemerintah perlu meningkatkan kontribusi manu­faktur terhadap produk domestik bruto (PDB). Saat ini kontribusi manufaktur masih sebesar 19 persen per tahun, sementara untuk keluar dari negara berpendapatan menengah capaian minimal adalah 25 persen dari PDB.

"Kalau ini bisa tercapai, Indonesia bisa capai target pertumbuhan eko­nomi minimal 6 persen per tahun yang merupakan angka rata-rata minimum yang dibutuhkan keluar dari jebakan negara pendapatan menengah. Un­tuk itu maka kita industrialisasi, dan hilirisasi adalah bagian dari itu,” pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo