NU Di Era Gus Yahya, Mendekat Ke Jokowi, Menjauh Dari Parpol
JAKARTA - Ada dua wajah yang ditampilkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) di bawah kepemimpinan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, terkait posisi NU di panggung politik praktis, belakangan ini. Di satu sisi, Gus Yahya memastikan NU akan menjaga jarak tegas dengan parpol manapun, termasuk dengan PKB yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh NU. Namun, di sisi lain, Gus Yahya menegaskan, NU tidak mau jauh-jauh dari Presiden Jokowi yang saat ini dianggap sebagai king maker tangguh yang bisa menentukan pemenang Pemilu dan Pilpres 2024.
Sikap itu diumbar Gus Yahya dalam sambutannya di acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU yang dihelat di Pondok Pesantren Al Hamid, Jakarta, kemarin. Di acara itu, Jokowi hadir didampingi sejumlah anak buahnya di kabinet.
Mereka yang hadir, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Para menteri ini tiba lebih dulu dibanding Jokowi. Kompak mengenakan kemeja putih lengan panjang. Cuma Zulhas yang menggunakan batik. Sedangkan Jenderal Sigit dan Laksamana Yudo, mengenakan seragam dinas kebesarannya. Kehadiran mereka disambut hangat oleh elite PBNU. Termasuk disambut Menag Yaqut yang juga adik Ketum PBNU Gus Yahya.
Presiden tiba di lokasi pukul 08.17 WIB. Mengenakan sarung berwarna hijau dipadukan dengan jas hitam, Jokowi disambut antusias oleh peserta yang hadir. Termasuk Gus Yahya yang segera menghampiri Jokowi dan mempersilakannya duduk di kursi yang telah disiapkan.
Di hadapan Jokowi, Gus Yahya membicarakan banyak hal. Termasuk komitmen NU yang tidak akan jauh-jauh dengan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Alasannya, selama ini, Jokowi selalu bersama NU dan memberikan perhatian besar pada keluarga besar Nadhliyin.
"Insya Allah NU tak akan pernah jauh-jauh dari Insinyur Haji Joko Widodo," kata Gus Yahya, dalam pidatonya.
Gus Yahya mengaku Jokowi tak pernah jauh dari PBNU. Perasaan itu sudah dirasakan Gus Yahya sejak pertama kali menjabat sebagai Ketum PBNU. "Presiden senantiasa membersamai PBNU sampai titik ini," sambungnya.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu, kemudian memastikan setiap program yang dirancang NU akan selalu mengikutsertakan Jokowi. Termasuk program Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU) yang masih dalam penggodokan. Gerakan ini dirancang untuk menggelar kegiatan di tingkat desa dengan keterlibatan warga secara langsung di seluruh Indonesia.
"Presiden Jokowi, Kiai Mustofa Bisri, Wapres Kiai Ma'ruf Amin, Kiai Miftachul Akhyar dan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid ditunjuk sebagai dewan pengampu dalam program ini," papar ulama jebolan Universitas Gadjah Mada itu.
Dewan pengampu ini, beber dia, akan mengawasi, meminta laporan, evaluasi, memberi dan membantu hubungkan PBNU serta seluruh jajaran pengawas (GKMNU) dengan berbagai pihak yang bekerja sama untuk pelaksanaannya. "Alhamdulillah semua lima tokoh itu berkenan mendampingi dan mengampu gerakan maslahat NU ini," aku Gus Yahya.
Tak hanya itu, Gus Yahya juga mengapresiasi Jokowi yang mengajak pimpinan negara Uni Emirate Arab (UEA) untuk ikut membantu NU. Salah satunya, PBNU kini sedang menjalin kerja sama dengan MBZ University for Humanities untuk mengembangkan sekolah pada studi-studi masa depan.
"MoU sudah saya tandatangani di Abu Dhabi dengan pimpinan MBZ University for Humanities. Dan, Insya Allah komitmen tersebut segera dilaksanakan," harap dia.
Di kesempatan sama, Rais Aam PBNU Kiai Miftachul Akhyar ikut menegaskan posisi NU di era dirinya bersama Gus Yahya. PBNU sudah pernah memutuskan untuk menjaga jarak dengan partai politik.
"Kita sudah tahu bahkan pernah diputuskan dalam muktamar di Solo, Muktamar ke-31 kalau nggak salah, bahwa bagaimana Nahdlatul Ulama menjaga jarak dengan partai politik, semua partai politik," tegasnya.
Namun, menurutnya, ada yang lupa dan pura-pura tidak tahu mengenai keputusan tersebut. "Ya, ibaratnya kura-kura di dalam perahu, pura-pura tidak tahu," sindir Kiai Miftach.
Karenanya, Kiai Miftach mengungkapkan munas dan konbes hari ini akan merevisi atau membuat Peraturan Perkumpulan (Perkum) NU. Tujuannya untuk menghadapi tantangan di masa depan.
"Di depan ini ada bonus demografi, setelah itu ada generasi emas yang sedang ada di depan kita. NU harus siap menyongsong sebuah peristiwa yang besar," tekan ulama yang juga pernah menduduki kursi nomor wahid di Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Sementara, dalam sambutannya, Jokowi menyebut NU memiliki kekuatan yang luar biasa. Pengikutnya banyak. Mendominasi Indonesia. Bahkan juga ada yang tersebar di luar negeri. Mengkampanyekan indahnya menjadi Nahdliyin (warga NU). “Kekuatan besar ini perlu dikonsolidasi, perlu diorganisasi dengan baik,” pesan Presiden.
Menurut Jokowi, kualitas nahdliyin juga terus meningkat. Bukan hanya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, tapi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, profesional, hingga kewirausahaan.
"Mereka-mereka ini harus dihubungkan dengan umat di akar rumput, mereka harus menjadi bagian solusi bagi Nahdliyin di akar rumput dan menyejahterakan umat,” pungkas Jokowi.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Lifestyle | 20 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 14 jam yang lalu
Pos Tangerang | 15 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu