TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Mau Diborong KAI

PT INKA Punya Peluang Poles Kualitas Kereta

Laporan: AY
Selasa, 26 September 2023 | 12:51 WIB
Aktifitas produksi di PT INKA. Foto : Ist
Aktifitas produksi di PT INKA. Foto : Ist

JAKARTA - Keputusan Pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) membeli Kereta Rel Listrik (KRL) buatan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA, sudah tepat, meski lebih mahal dibandingkan buatan Jepang. Langkah ini bentuk dukungan nyata Pemerintah terhadap industri dalam negeri.

Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, perbedaan harga jual su­dah seharusnya tidak membuat Pemerintah atau KAI lebih mengedepankan pengadaan kere­ta melalui impor.

“Kalau harga kereta bua­tan INKA lebih mahal, tentu harus dilihat mahalnya kar­ena apa?” ujar Djoko kepa­da Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.

Menurut Djoko, selisih harga kereta buatan INKA dengan Jepang bisa terjadi karena ada komponen yang diimpor INKA dari luar negeri.

“Tidak semua bisa dibuat sendiri. Ada komponen tertentu yang harus dibeli dari luar, dan itu wajar,” katanya.

Djoko menegaskan, meme­san kereta buatan anak bangsa, walau lebih mahal, tetap saja memberikan banyak manfaat untuk perekonomian Indonesia.

“Lebih baik kereta buatan sendiri, perputaran uangnya juga tetap di dalam negeri. Kita harus dukung industri dalam negeri,” katanya.

Ia meyakini, dengan terus melakukan produksi kereta, kemampuan INKA akan terus meningkat. Sehingga kekuran­gan-kekurangan yang ada pada produksi sebelumnya, bisa terus diperbaiki.

“Kita tahu, INKA sudah mem­produksi kereta LRT (Lintas Raya Terpadu), ini kan sebuah pengalaman yang menunjukkan industri kita juga bisa kok mem­buat kereta sendiri,” tuturnya.

Karenanya, ia berharap, Pe­merintah memberikan dukungannya dengan menyetujui usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) Tahun 2024 untuk PT KAI sebesar Rp 2 triliun.

Di kesempatan terpisah, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Usaha KAI John Robertho memaparkan, pihaknya akan melakukan pe­nambahan KRL melalui pembe­lian 24 rangkaian kereta (train­set) baru dari INKA. Dan lewat impor hanya 3 rangkaian kereta baru asal Jepang pada 2024.

Pihaknya juga akan melaku­kan retrofit atau peremajaan sejumlah kereta kepada INKA.

Menurut John, hal ini perlu di­lakukan, seiring dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penumpang KRL Jabodetabek (Jakarta, Bo­gor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang terus meningkat.

Hingga akhir 2023, kata dia, anak usaha KAI yaitu PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Com­muter) akan mengangkut seban­yak 274 juta penumpang. Dengan rata-rata okupansi pada jam sibuk mencapai 129 persen dan 71 persen pada waktu normal.

“Jumlah penumpang pada 2024 diprediksi menembus 345 juta orang, dengan rata-rata oku­pansi penumpang pada jam sibuk melonjak hingga 163 persen dan 89 persen pada jam normal,” jelas John dalam Rapat Dengar Penda­pat (RDP) dengan Komisi VI DPR, di Jakarta, Rabu (20/9).

Bahkan, tren pertumbuhan penumpang masih akan terus berlanjut hingga puncaknya di 2027, dengan proyeksi 410 juta penumpang.

itu, pihaknya membu­tuhkan tambahan sarana untuk memenuhi pelayanan KRL Jabo­detabek agar okupansi penumpang saat jam sibuk tidak terlalu padat.

Ia pun membeberkan, berdasar­kan proposal harga yang diberikan JR East (perusahaan kereta api Jepang) pada 30 Juni 2023, satu kereta atau gerbong KRL baru dibanderol seharga Rp 18,8 miliar, dengan asumsi kurs 1 yen adalah Rp 104,44. Sehingga satu trainset yang terdiri atas 12 kereta atau gerbong akan dipatok seharga Rp 225,6 miliar.

Dengan demikian, jika PT KAI akan membeli tiga trainset baru, dana yang diperlukan men­capai Rp 676,8 miliar.

Di samping itu, pihaknya juga akan membeli 24 rangkaian kereta baru dari PT INKA.

Berdasarkan kontrak pengadaan 16 trainset yang telah ditandatangani antara PT KAI, PT INKA, dan PT KAI Com­muter (KCI) pada 9 Maret 2023, nilainya sebesar Rp 4 triliun.

Dilihat dari materi paparan KAI, tertulis harga 1 gerbong buatan INKA sekitar Rp 19,95 miliar. Sehingga satu trainset buatan INKA yang terdiri atas 12 kereta atau gerbong dipatok seharga Rp 239,37 miliar.

Namun, sesuai kontrak terse­but, 16 trainset ini akan selesai bertahap, yaitu pada 2025 se­banyak 8 trainset dan pada 2026 sebanyak 8 trainset.

Berdasarkan perhitungan terse­but, sambung dia, total dana yang akan dikeluarkan untuk membeli 24 rangkaian kereta baru adalah sebesar Rp 5,74 triliun.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan peremajaan kereta existing (retrofit) yang juga dilakukan oleh INKA.

“Kami akan meretrofit 19 rang­kaian kereta, dengan biaya Rp 117,66 miliar per trainset. Sehingga untuk retrofit diproyeksikan men­capai Rp 2,23 triliun,” katanya.

John menegaskan, peremajaan armada KRL Jabodebek sudah sangat dibutuhkan, mengingat 98 persen trainset yang dimiliki KAI Commuter telah berusia di atas 30 tahun.

Untuk itu, perseroan menga­jukan usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun untuk 2024 dan Rp 1,5 triliun masing-masing di tahun 2025 dan 2026.

Selain PMN, sambung dia, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan peremajaan dan pembelian KRL, pihaknya juga melakukan pinjaman sebesar Rp 3,46 trilin dan dana internal sebanyak Rp 0,19 triliun.

“Kami memohon dukungan Komisi VI DPR, bahwa saat ini terdapat urgensi kebutuhan pengadaan sarana KRL untuk KAI Commuter,” ungkap John.

Ditanya soal keputusan mem­beli lebih banyak trainset be­sutan INKA yang lebih mahal Rp 13,8 miliar daripada buatan Jepang, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi punya jawabannya.

“Saya tanya balik, mau (tidak) kita punya kekuatan untuk mem­bangun industri dalam negeri?” tandasnya usai Seminar Nasional Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan, di Jakarta, Rabu (20/9).

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo