TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Nasib Corona

Habis Virusnya, Terbit Korupsinya

Oleh: Farhan
Sabtu, 11 November 2023 | 08:50 WIB
Jubir KPK Ali Fikri. Foto : Ist
Jubir KPK Ali Fikri. Foto : Ist

JAKARTA - Indonesia sudah merdeka dari virus Covid-19 atau Corona. Namun, setelah virusnya habis, kini terbit kasus korupsinya. KPK menemukan adanya dugaan korupsi pada pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ke­menterian Kesehatan (Kemenkes). Bongkar!

Soal temuan adanya dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes diungkap oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, di Gedung KPK, Jumat (10/11/2023).

Menurut dia, nilai pengadaan APD di Ke­menkes mencapai Rp 3,03 triliun. Anggaran tersebut untuk pembelian 5 juta set APD. Berdasarkan hasil penyidikan awal, ditemukan ada duit negara yang bocor hingga miliaran rupiah.

"Untuk sementara kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar ru­piah tahun 2020. Tentu kami akan terus kembangkan lebih lanjut," ujar Ali.

Meski sudah naik ke penyidikan, Ali masih belum mau membeberkan ter­sangkanya. Sebab, saat ini prosesnya belum rampung.

Juru bicara berlatar jaksa ini mengatakan, nama para tersangka akan disampaikan bersamaan dengan proses penahanan. Atau ketika penyidikan sudah rampung. Namun, dia memas­tikan, jumlah tersangkanya lebih dari satu. "Ada beberapa orang," sebutnya.

Dalam proses penyidikan ini, KPK langsung bergerak cepat dengan melakukan pencegahan terhadap lima orang agar tidak berpergian ke luar negeri. Permohonan itu telah dikirim KPK ke Direktorat Jenderal Imigrasi pada Kementerian Hukum dan HAM. "Adapun pihak dimaksud adalah dua ASN dan tiga pihak swasta," jelas Ali.

Berdasarkan informasi yang bere­dar, kelima orang itu adalah Budi Sylvana (PNS), Harmensyah (PNS), Satrio Wibowo (Swasta), Ahmad Taufik (Swasta), dan A Isdar Yusuf (Advokat).

menjelaskan, pencegahan dilaku­kan selama enam bulan ke depan. Pihak­nya meminta lima orang yang dicegah ke luar negeri untuk bersikap koperatif dalam menjalani proses hukum. Dan berharap semua penuhi panggilan pe­nyidik ketika dipanggil sebagai saksi.

Sikap kooperatif dari pihak-pihak tersebut diperlukan untuk mempercepat proses pemberkasan perkara," jelas Ali.

Lalu apa tanggapan Kemenkes? Ke­pala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kasus itu terjadi sebelum era Budi Gunadi Sadikin (BGS) men­jabat Menteri Kesehatan. "Sepema­haman kami ini terjadi sebelum Pak BGS sebagai Menkes," kata Siti saat dikontak Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), semalam.

Ia pun mengaku menghormati upaya hukum yang dilakukan KPK dan siap bersikap terbuka, jika penyidik memanggil para karyawannya untuk diperiksa sebagai saksi. "Kita tunggu KPK," pungkasnya.

Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boya­min Saiman menilai, maling duit negara di tengah penanganan bencana Covid-19 perlu dihukum berat. Apalagi jika kerugian negaranya mencapai miliaran.

"Maka hukumannya minimal seu­mur hidup atau bahkan diharapkan bisa dihukum mati," ujar Boyamin kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) semalam.

Dia menambahkan, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, harga APD bisa dibanderol mulai Rp 600 ribu sampai Rp 1 juta. Padahal menu­rutnya, harga aslinya tidak semahal itu.

"Karena ada monopoli harga, ada kartel, supaya hanya pihak-pihak tertentu saja yang bisa bikin. KPK harus mengusut semua pihak yang terlibatp,” pungkasnya.

Diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, korupsi pada keadaan ter­tentu bisa dijatuhi hukuman berat, hingga divonis mati.

Ketua KPK, Firli Bahuri juga pernah menyampaikan hal itu pada 2020 lalu. Firli saat itu mengancam, menuntut pelaku korupsi anggaran penanganan pandemi Covid-19 dengan hukuman mati. Firli mengaku, sudah mengingat­kan korupsi saat keadaan bencana bisa diancam hukuman mati.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo