KPK Harus Segera Tangkap Kakap Lagi, Agar Citranya Kembali Positif
JAKARTA - Marwah KPK sebagai lembaga antirasuah sedang tidak baik-baik saja, usai Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap dan pemerasan. Supaya citranya bisa wangi lagi, ada saran KPK segera tangkap kakap.
Saran itu dilontarkan koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Saran ini diberikan setelah citra KPK saat ini sedang terpuruk pasca Firli jadi tersangka. Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara, kata dia, perlu melakukan gebrakan besar untuk memperbaiki citra lembaga.
Boyamin menyarankan, agar KPK di bawah kepemimpinan Nawawi, bisa membongkar kasus kakap dan mengembalikan marwahnya sebagai garda terdepan dalam memerangi praktik korupsi di Indonesia. Walaupun, masa jabatan Nawawi di KPK hanya tersisa 1 tahun sampai berlaku sampai Desember 2024.
“Mudah-mudahan bisa membuat gebrakan-gebrakan, sehingga menyamai prestasi Kejaksaan Agung dalam membongkar korupsi besar sampai ratusan triliun,” ujar Boyamin, kepada Rakyat Merdeka, Minggu (3/12/2023).
Menurut Boyamin, KPK perlu mengusut perkara yang berbasis case building seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) dan tidak mengandalkan operasi tangkap tangan. Selain itu, KPK harus menyentuh titik-titik rawan korupsi di sektor ekonomi. Sebab, uang negara dalam sektor tersebut berpotensi hilang dalam jumlah besar.
Terbukti, ketika Kejagung menangani kasus minyak goreng maupun kelapa sawit, kerugian negara dan perekonomian negaranya cukup fantastis. Ia pun mengusulkan, KPK memaksimalkan sektor pencegahan dengan membuat sistem perizinan dan pengelolaan tambang. Mengingat, di sektor ini banyak terjadi tumpang tindih izin kawasan, sengketa, hingga menimbulkan konflik.
“Selain itu bisa juga untuk mencegah permainan terkait penyalahgunaan kewenangan dan perizinan,” usul Boyamin.
Tak hanya mencari kasus-kasus baru, kata dia, Nawawi cs juga harus menyelesaikan kasus lama yang jalan di tempat. Seperti kasus tindak pidana pencucian uang eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Terakhir yang sangat ditungggu-tunggu publik, lanjut dia, KPK harus segera menangkap tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Seperti eks Politisi PDIP Harun Masiku yang jadi tersangka suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos yang jadi tersangka kasus KTP Elektronik.
“Itu saya kira tugas-tugas KPK ke depan. Harus dijaga agar tidak semakin parah,” pungkasnya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri enggan berkomentar panjang lebar terkait harapan publik terhadap lembaganya. Dia hanya menegaskan akan tancap gas mengusut perkara yang jadi ‘PR’ di periode pimpinan sebelumnya. “Semua pasti akan diselesaikan dan dituntaskan,” ungkapnya, kepada Redaksi, Minggu (3/12/2023).
Juru Bicara berlatar jaksa ini memastikan KPK bakal menjawab harapan publik dengan kinerja-kinerja penegakkan hukum. Salah satu contohnya, hari ini bakal memanggil Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Ia menyebut, Eddy Hiariej yang berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi, akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka lain dalam kasus tersebut. Namun, Ali belum bisa membocorkan siapa saja tersangkanya. “Akan diumumkan pada saatnya nanti,” tuntas Ali.
Sebelumnya, Nawawi mengakui mendapat tugas berat dari Presiden Jokowi usai dirinya dilantik sebagai Ketua KPK sementara. Salah satunya, yakni memulihkan kepercayaan publik kepada KPK. "Terpenting ya memulihkan tergerusnya rasa kepercayaan masyarakat," kata Nawawi.
Sekadar informasi, kasus korupsi dengan kerugian besar yang ditangani KPK saat ini bisa dihitung dengan jari. Sejak dipimpin Firli Bahuri, KPK lebih banyak menangkap kepada daerah karena menerima suap ratusan juta hingga miliaran rupiah. Sementara kasus-kasus kakap lainnya, nyaris tidak tersentuh oleh KPK di era kepemimpinan Firli.
Padahal sebelum Firli, KPK lebih gagah karena berhasil membongkar kasus korupsi dengan nilai triliunan rupiah yang melibatkan pejabat tinggi. Sebut saja korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan kerugian hingga Rp 7 triliun.
Kemudian Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 3,7 triliun, dan paling anyar adalah pengadaan e-KTP yang menyeret mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Olahraga | 18 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu