TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

27.078 Ton Baja Tak SNI, Bahay Dipakai Buat Gedung Bisa Roboh

Laporan: AY
Sabtu, 27 April 2024 | 11:50 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat memusnahkan baja beton tak bersertifikat SNI. Foto : Ist
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat memusnahkan baja beton tak bersertifikat SNI. Foto : Ist

JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memusnahkan produk baja tulangan beton (BjTB) yang tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI).
ADA 27.078 ton BjTB tak SNI dengan nilai Rp 257 miliar yang dimusnahkan di PT Hwa Hok Steel, Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten, Jumat (26/4/2024). Baja-baja tersebut terlebih dahulu dipotong-potong, setelah itu dilebur.
Kegiatan ini sebagai tindak lanjut pengawasan oleh Direk­torat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Dalam kegiatan ini, Zulhas-sapaan akrab Zulkifli Hasan, didampingi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso dan Direk­tur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Rinaldi Agung Adnyana.
Zulhas mengatakan, tindakan memproduksi dan memperda­gangkan produk tidak sesuai SNI telah menjadi perhatian Pemerintah sejak lama.
Menurutnya, produk yang tak sesuai standar mutu nasional itu sangat membahayakan konsumen. Apalagi bila sampai dipakai untuk konstruksi.
“Risikonya kalau tidak memenuhi SNI tentu berbahaya. Kalau jalan bisa miring, kalau gedung bisa roboh dan akan merugikan konsumen,” kata Zulhas.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan, awal mula temuan produk yang tak sesuai SNI itu berdasarkan pengawasan khusus dari Di­rektorat Jenderal PKTN pada 6 Maret lalu.
Dari hasil inspeksi, produk yang dihasilkan oleh perusahaan Hwa Hok Steel tak memenuhi standar nasional.

Untuk itu, kata Zulhas, penindakan pemusnahan barang su­dah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Perlu dilakukan penertiban bagi pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab memproduksi barang yang tidak sesuai dengan SNI, kan bahaya,” tegasnya.
Dia menyampaikan, selain dapat membahayakan konsumen, produksi baja tulang tak sesuai standar juga bisa merusak perekonomian nasional. Sebab, hal itu dapat mengganggu produksi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Krakatau Steel.

Di negara lain, industri ini sudah nggak boleh karena akan memberikan polusi yang sangat besar. Tapi masih melanggar SNI, sehingga bisa mengganggu industri dalam negeri termasuk seperti Krakatau Steel,” jelasnya.
Kemendag mencatat, ada sekitar 40 industri baja yang memproduksi produk serupa tidak memenuhi SNI di Provinsi Banten.

Karena itu, tindakan penga­manan sementara dilaksanakan berdasarkan pasal 40 Permendag Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa untuk selanjutnya dimusnahkan.
BjTB non-SNI memang me­langgar pasal 8 ayat (1) huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman sanksi pidana berdasarkan pasal 62 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Zulhas mengaku akan terus memonitor perdagangan dan tertib niaga demi melindungi konsumen dan masyarakat. Pihaknya akan memonitor se­tiap bulan untuk menindaklan­juti temuan-temuan pelanggaran dalam perdagangan di dalam negeri.
Untuk diketahui, biasanya produk baja tak sesuai SNI itu akan dijual lebih murah. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Tentunya hal ini akan menim­bulkan persaingan tidak sehat karena dapat mematikan indus­tri dalam negeri untuk produk sejenis.
Selain itu, ketidaksesuaian produk BjTB terhadap persyaratan mutu SNI mengakibat­kan konstruksi bangunan tidak kokoh, sehingga berpotensi membahayakan keamanan dan keselamatan konsumen.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan, industri baja kurang mem­peroleh perhatian. Padahal, in­dustri baja merupakan induk dari industri-industri turunan lainnya, baik berat maupun ringan.

Salah satu sektor industri yang dia soroti adalah sektor konstruksi. Anggawira mem­perkirakan dalam membangun sebuah perumahan saja, Indone­sia membutuhkan sekitar 30-40 persen baja.
“Itu saja kalau dikalikan se­cara eksponensial kebutuhannya berapa. Sedangkan kalau kita bicara di hulunya, kita punya raw material (bahan mentah) yang cukup besar gitu loh,” kata Anggawira.
Terlebih, saat ini Indonesia sedang membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Dia meyakini, potensi yang di­miliki oleh hilirisasi industri baja dapat memberi kebermanfaatan bagi Indonesia.
“Tapi di sisi penganggaran­nya kita lihat tidak ada suatu konsepsi yang komprehensif,” ucapnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo